Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dokter yang tengah menangani Gelora pun keluar dari ruang gawat darurat. Saat menyadari sang dokter keluar, dengan segera pula Gino berdiri kemudian mendekati dokter perempuan yang bernametage Dr. Agustin tersebut. "Gelora gimana keadaanya, dok?" Tanya Gino. Berharap bahwa tidak akan terjadi hal yang buruk pada Gelora, atau ia benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa nanti kepada Om Danar. "Gak ada hal serius yang perlu di khawatirkan, kan dok? Gelora baik-baik aja kan?" Lanjutnya, teramat tidak sabar karena dokter Agustin tidak kunjung menjawabnya.
"Lukanya memang serius, tapi tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Saya juga sudah mengecek kepada bagian kepala Gelora yang dulu sempat mengkhawatirkan karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu, luka tersebut sedikit terbuka kembali, tapi tidak apa-apa. Karena cepat atau lambat, luka tersebut akan pulih dan tertutup kembali, hanya saja Gelora harus rajin meminum obatnya. Dan juga, untuk punggung Gelora mengalami cidera, Gelora tidak boleh terlalu banyak melakukan aktivitas yang berat-berat, atau jika tidak akan ada hal yang tidak di inginkan menimpa Gelora." Jelas dokter Agustin dengan detail, dokter Agustin dulu juga adalah dokter yang menangani operasi Gelora saat Gelora kecelakaan. "Untuk saat ini Gelora sudah sadar, dan Gino kamu bisa menemuinya." Lanjut dokter Agustin.
"Terimakasih, dok!" Jawab Gino singkat, dan tanpa berbasa-basi lagi Gino segera masuk kedalam ruangan dimana Gelora dirawat. Bahkan Gino juga mengabaikan dokter Agustin yang bahkan belum sempat pamit kepadanya untuk kembali ke ruangannya. Bodoamat lah, yang penting pada saat ini adalah Gino harus segera mengecek kondisi Gelora.
Pada saat Gino sudah masuk kedalam ruangan dimana Gelora dirawat, dan juga Gino sudah menutup pintu ruangan tersebut. Gino melihat Gelora yang berbaring dengan menatap langit-langit rumah sakit, melihat Gelora yang terlihat diam seketika membuat Gino menjadi ragu untuk menemui Gelora. Ia jadi teringat akan masa dimana Gino sering berkata kasar kepada Gelora, dan memperlakukan gadis tersebut dengan tidak baik. Tapi, Gino melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan, Gino tidak suka jika Gelora ikut campur dalam hubungannya dengan Bella. Sebenarnya Gino juga rindu akan masa dimana ia masih sering menghabiskan waktu berdua dengan Gelora, dan memikirkan hal tersebut tanpa sadar membuat Gino menjadi melamun.
"Kenapa diem disitu? Kenapa gak kesini? Takut alergi kalo deket-deket sama gue, iya?" Ucap Gelora yang membuat Gino segera tersadar dari lamunannya dan refleks menggelengkan kepala sembari menatap Gelora. Cowok tersebut pun akhirnya memilih mendekati Gelora, dan Gelora memalingkan wajahnya saat tau Gino mendekatinya bahkan menatapnya. "Siapa yang nolongin gue dan bawa gue kesini?" Tanya Gelora lagi, masih tetap memalingkan wajahnya, melihat kesekitar-yang penting jangan sampai ia bertatapan dengan Gino.
Gino masih belum menjawab, ia masih memperhatikan Gelora yang kini ternyata sudah berganti pakaian dengan baju khas rumah sakit yang berwarna biru muda. Sebenarnya Gino sendiri juga bingung mengapa sepertinya Gelora enggan untuk menatapnya, "Kenapa lo buang muka kayak gitu? Kenapa lo gak mau liatin gue? Kan tadi lo nanya apa gue takut alergi kalo deket-deket sama lo. Tapi kok sekarang lo yang buang muka? Alergi ya karena gue deketin?" Ujar Gino, memasang wajah datarnya, tapi meskipun begitu ia sangat ingin menanyakan kepada Gelora apakah cewek tersebut baik-baik saja.
"Bukan alergi sih, muak dan mual kalo gue liat wajah lo. Bisa hamil dadakan gue." Jawab Gelora asal, namun masih tetap menatap ke arah tembok, bukannya menatap Gino yang berada di sisi kanannya.
"Ohh... Jadi lo pengen hamil dadakan? Mau hamil dadakan karena muak liat wajah gue, apa buat dulu disini sampe lo hamil?" Celetuk Gino, terasa ambigu di telinga Gelora. Apalagi saat Gelora merasakan bahwa Gino sedikit terkekeh.
"Apaan sih lo? Gak jelas! Mending keluar sana!" Seru Gelora, setelah itu ia sedikit meringis tatkala merasakan kepalanya pusing. Namun ia tahan.
"Gak mau keluar sebelum lo natap gue, terus muak dan mual. Lalu..." Ucap Gino menggantungkan kalimatnya.
Gelora yang penasaran pun akhirnya hendak menatap Gino balik, namun sebelum itu ia kembali teringat bahwa pasti wajahnya kini sudah memerah seperti kepiting rebus. Daripada malu, mending Gelora tetap memalingkan wajahnya saja, meskipun ia sudah sangat penasaran seperti apa wajah Gino sekarang ini. "Lalu apa? Gak usah gantung deh kalo ngomong, yang jelas!" Hardik Gelora, meringis lagi karena merasakan nyeri pada bagian kepala belakangnya. Lagian siapa suruh, belum pulih sepenuhnya sudah teriak-teriak.
"Lalu..." Gino mendekatkan wajahnya pada telinga Gelora, menghirup aroma leci yang tetap melekat pada tubuh Gelora meskipun cewek tersebut sedang berbaring di ranjang rumah sakit dengan infus yang menempel pada tangannya. Jujur, Gino sangat rindu dengan aroma tubuh Gelora, dulu Gino merasa bahwa aroma tubuh Gelora adalah sesuatu yang sangat candu bagi dirinya, Gino suka leci dan Gelora memiliki aroma yang seperti buah leci.
Dulu ketika Gino demam, Gelora akan datang membawakan buah leci dan juga sup untuknya. Dan ketika Gino mengatakan bahwa dia kedinginan, Gelora akan langsung mendekap Gino dengan hangatnya. Meskipun tubuh Gelora sangat kecil nan mungil, namun pelukan cewek tersebut tetap terasa hangat saat permukaan kulit Gelora bersentuhan dengan permukaan kulitnya. Gelora, Gino rindu akan pelukan itu, tapi bisakah Gino mendapatkannya lagi?
Saking identiknya seorang Gelora dengan leci, Gino bahkan dulu menamai kontak Gelora dengan nama Lychee Girl yang memiliki arti gadis leci. Jika saja Gelora sedang tidak sakit, maka Gino akan memeluk cewek tersebut. Menghirup aroma tengkuk Gelora yang terasa seperti buah leci yang segar dan baru saja di petik dari pohonnya. Sayangnya itu semua hanyalah angan-angannya semata.
Karena terlalu terbuai dengan aroma tubuh Gelora, Gino jadi melupakan semua rasa bencinya terhadap cewek tersebut. Meskipun mungkin itu hanya sesaat saja.
"Lalu lo hamil-anak gue." Bisik Gino, disertai dengan kekehan, kemudian Gino mengecup singkat telinga dan tengkuk Gelora. Membuat Gelora seketika refleks menghadap Gino, hingga diwaktu yang bersamaan, keduanya saling menatap satu sama lain. Gino menatap pada bibir love milik Gelora yang berwarna pink, dulu-Gino sudah pernah merasakan manisnya bibir indah milik Gelora. Ciuman pertama Gelora sudah ia ambil, begitupun juga sebaliknya. Dan karena ciuman singkat mereka, Gino jadi gila untuk beberapa hari hanya karena memikirkan dan kembali mengingat betapa lembutnya bibir Gelora saat ia lumat.
Untuk sekarang, bisakah Gino kembali merasakan bibir indah tersebut? "Gelora, lo cantik. Gue khawatir sama lo, lo gak kenapa-napa kan?" Gelora hendak menjawab, namun bibir Gelora sudah lebih dulu di bungkam dengan bibir Gino. Gelora terkejut, namun ia diam saja, sejujurnya Gelora juga bingung kenapa Gino bertingkah aneh seperti ini.
Awalnya dua bibir yang hanya saling menempel, kini berubah menjadi sebuah lumatan pelan dan lembut. Manis, segar, kenyal, dan lembab. Itu yang Gino rasakan saat ia melumat bibir Gelora, rasa bibir tersebut tidak berubah dari dulu. Masih tetap sama, dan menjadi hal yang candu untuk Gino. Hingga untuk beberapa menit, Gino melepaskan penyatuan bibir mereka, mengusap bibir Gelora yang menjadi basah akibat ulahnya. "Gak perlu lo jawab, karena gue udah tau jawabannya dari bibir lo yang masih manis." Ucap Gino, tersenyum kepada Gelora.
"Kak Gelora! Kak Gino!"
Arrogant Girl
Yang nungguin part Gelora Gino, ini dia partnya.
Rate dong 0/10 cihuyyy...
Aku meleyot sendiri sumpah waktu ngetik part ini, semoga kalian meleyot juga ya..
Hayo siapa yang manggil Gelora dan Gino di akhir part tadi?
See you next part<3

KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Girl | Jaesoo [✔️]
Novela Juvenil"You have to understand that not everything in this world can be paid for with money, Gelora." ©bilaalovelya