bagian satu

1.9K 86 5
                                    

Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk keberhasilan Bian sekarang ini. Setelah melewati lika-liku dan cobaan di hidupnya, akhirnya ia mendapatkan hal yang pantas untuknya. Dia banyak menerima tawaran dari beberapa perusahaan besar setelah sidang tuntutan Gading berakhir. Bonusnya, niatnya untuk melamar Asha pun terbayarkan. Ia bisa bekerja dengan pendapatan yang sangat mencukupi kebutuhannya dan cintanya terbalas.

Sungguh Bian tidak bisa berkata-kata lagi ketika satu-persatu mimpinya menjadi kenyataan. Ia juga bisa membantu mengembangkan bisnis ibunya dengan gaji per-bulan yang ia dapatkan. Motivasinya semangat bekerja selain keluarganya tentu saja Asha. Meskipun ia belum punya keberanian lebih untuk bicara langsung dengan Ayah Asha, setidaknya ia mulai menyiapkan beberapa pilihan mahar yang mungkin bisa dipilih Asha dan dipertimbangkan dengan orang tuanya.

"Lembur lagi, Bi?" tanya Bu Sekar ketika Bian baru saja masuk ke dalam rumah.

"Iya mah. Tadi tiba-tiba dikasih kerjaan pas udah mau pulang. Jadi lembur. HP Bian mati, jadi ga sempet ngabarin mama." jelasnya sambil duduk di sofa ruang tamu. Ia meregangkan otot-ototnya karena lelah duduk terlalu lama.

"Pantesan mama telpon ga diangkat." cibir Bu Sekar. Bian hanya tersenyum kecil dengan matanya yang terpejam.

"Tadi ada yang ngasihin kamu dimsum tuh, kesukaanmu." kata Bu Sekar.

"Di kasih Melvy lagi?" tanya Bian.

Iya, Melvy yang langganan berbagi makanan ke Bian dan keluarganya. Dan karena itu juga Melvy pintar pada bidang tata boga. Sekarang ia membuka bisnis membuat makanan frozen dan cukup sukses. Tapi kebiasaannya untuk berbagi makanan ke tetangga tidak pernah hilang.

"Bukan, coba tebak siapa yang kasih?"

Bian mengernyit, "Siapa lagi? Kan biasanya yang bagi-bagi makanan cuman tetangga depan."

"Cewek lo." sahut Gibran yang baru keluar dari kamarnya sambil membawa piring berisi saos sisa.

"Cewek gue?"

"Lo lupa punya Asha? Mau lo kasihin aja Asha ke gue?" tawar Gibran.

"Semi-punya gue sih, bukan punya gue banget kan belom married. Lagian emang Asha mau sama lo?" cibir Bian.

"Gue guru les dia kalo lo ga inget."

"Eh udah atuh kenapa jadi ributin Asha? Itu mama udah angetin lagi bawaannya Asha tadi buat kamu. Tapi dimakan duluan sama abangmu. Goreng sendiri aja ya? Mama capek banget." ujar Bu Sekar.

"Iya mah, gampang. Nanti Bian goreng sendiri. Mama istirahat aja."

"Kamu juga buruan cuci piring! Makan aja daritadi." suruh Bu Sekar pada Gibran.

"Jarang-jarang loh mama liat anak sulungnya di rumah. Gibran kan udah dapet libur biar bisa pulang kesini." ucap Gibran memelas.

"Ya terus siapa lagi yang mau cuci piring? Kan kamu yang bikin makanan aneh-aneh di dapur. Buruan cuci piring!"

Sementara Gibran dan Ibunya tengah berdebat, Bian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengambil charger dari kamarnya agar bisa menghubungi Asha untuk berterima kasih karena sudah mengirimkannya makanan hari ini. Baru saja ponselnya menyala, nampak beberapa notifikasi mulai masuk. Salah satunya dari Asha yang berulang kali menelpon dan mengirim pesan padanya.

Garis bibir Bian nampak tersenyum ketika membaca serangkaian notifikasi dari Asha. Mulai kirim pesan, menelponnya, hingga mention akun instagramnya di berbagai kolom komentar video lucu. Itu terjadi baru-baru ini dan merupakan hiburannya. Ia pernah mengatakan pada Asha jika instagramnya jarang terpakai karena tidak ada yang menghibur dari aplikasi itu. Namun karena Asha, kini Bian sering membuka aplikasi tersebut dan seringkali tertawa sendirian di kamarnya malam-malam.

Dream, Love, Power, and Walls [BOOK2-END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang