Awal Mula Luka

4 0 0
                                    

Umur 18 tahun adalah titik balik bagi kehidupanku. Menghadapi luka yang tak kita duga sumbernya ibarat menaburi dengan garam, rasa sakit yang ia hadapi mungkin dapat didefinisikan berkali-kali lebih sakit.

Kehidupan yang bahagia yang Aku rasa selama 18 tahun kurang sehari sebelumnya runtuh seketika saat tepat 18 tahun umurku.

Suasana makan malam sehari menjelang ulang tahunku saat itu masih rasanya masih hangat seperti biasa.

"Yah, besok kita jadi makan malam di luar kan ?, terus hadiah buat Calla apa Yah tahun ini"? Aku sangat antusias menanyakan pertanyaan demi pertanyaan berkenaan dengan hari ulang tahunku esok hari. Hingga ia tidak sadar bahwa Ibu yang tadi bangkit dari kursi makannya tidak kembali lagi.

"Iya Calla, Ayah udah nyiapin semuanya. Kamu tenang aja ya" 

"Yeayy" sorakku kegirangan. Malam itu rasanya tidak seperti biasanya, sulit sekali rasanya untuk terlelap. Aku mengira hal itu karena aku sangat tidak sabar untu menyambut hari esok. 

Tidak terasa jam digital yang berpendar di nakas sampaing tempat tidurku menunjukan pukul 2 pagi, akhirnya kantuk mulai menghampiri. 

Kudengar suara pintu samar-samar terbuka lalu diiringi suara mobil yang keluar dari garasi. Tapi kantukku lebih kuat daripada rasa penasaranku.

Malam yang panjang itu akhirnya terlewati ketika azan subuh berkumandang dari masjid komplek yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku. 

Rutinitas sarapan juga merupakan kegitan favoritku, kami biasanya akan melakukan briefing dan melaporkan kegiatan masing-masing yang akan dilakukan hari tersebut.

Aku bergegas menuju dapur setelah melaksanakan sholat subuh dan mandi.

Saat aku bersiap menyambut Ibuku yang biasanya telah sibuk mempersiapkan segala macam kebutuhan untuk darapan dan bekalku, ternyata keadaan pagi itu tidak sesuai dengan ekspetasiku. 

Karena tidak menemui Ibu ku di dapur, aku bergegas menuju kamar kedua orang tua ku. "Bu !" teriaku sambil mengetuk pintu. "Udah pagi ni nanti pada tela loh" setelah berhasil membuka pintu kamar dengan sempurna aku menemui Ibuku terbaring diatas sajadahnya. "Hum ketiduran kayaknya, kali ini biar aku aja deh yang beraksi"

Aku melenggang menuju dapur, memeriksa lemari es, dan menyiapakan bahan-bahan yang ada untuk membuat nasi goreng. 

Cukup lama berkutat, sinar matahari mulai masuk menembus jendela dapur.

"La, kamu udah bangun" tiba-tiba Ibuku muncul dari arah kamarnya. 

"Iya Bu, ini Calla masak nasi goreng" jawabku dengan ceria.

"Kenapa gak banguni Ibu, maaf ya Ibu ketiduran" Ibuku coba menjelaskan dengan lesu.

Sekilas, aku menatap mata ibu yang tampak keruh dan sedikit bengkak. Namun coba kuabaikan fakta itu. 

"Ayah belum pulang dari masjid ya Bu ?, tumben udah siang padahal bisa telat ini".

Ibuku diam, entah apa yang berkecamuk dalam pikirannya.

"Bu?" panggilku sekali lagi.

"Ah iya Ayah belum pulang, mungkin ada rapat sama warga. Kamu berangkatnya naik ojek onlie aja ya"

"Oh enggak masalah kok" 

Sarapan pagi yang tidak biasa itu akhirnya terlewati, Ibu terlihat banyak diam. 

"Ah mungkin lagi, kecapean banyak kerjaan di kantor kalinya" ucapku sambil bergumam ketika turun dari ojol yang kunaiiki.

"Kenapa Neng?" tanya abang ojolnya

"Enggak kok, Bang! Saya enggak ngomong sama Abang. Makasih ya Bang! bayarnya lewat aplikasi ya!. Ucapku seraya menuju Gerbang Sekolah.

Sesampainya disekolah, entah bagaimana kedua sahabatku Rania dan Clara sudah ada melambai dari arah pintu kelas, padahal keduanya jarang sekali datang lebih dahulu daripada aku.

"Callla!" teriak Rania ketika aku tepat dihadapan mereka. "Selamat ulang tahun!" ucap mereka serentak sambil menyerahkanpaper bag

"Wah terimakasih ya teman-teman" ucapku sambil memeluk mereka berdua.

Rasanya kebahagian yang teramat lengkap dihari itu, rencana makan malam dengan kedua orang tuaku, hadiah dari kedua sahabatku. Apalagi yang bisa aku keluhkan ?. 






Calla: Sepasang Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang