01. Langit Yang Marah

28 5 0
                                    

"Mari, kukenalkan pada hujan kawanku."

- 11 Januari 2010 -
♡'・ᴗ・'♡

Langit yang gelap menyambut langkahku pada awal semester genap ini.

Aku mendongak ke atas dan menghela napas panjang. Kulihat lagi sepatu yang tengah kupakai, hingga akhirnya aku menyesal memakai sepatu yang baru saja kubeli satu minggu yang lalu.

"Harusnya kupakai saja sepatu lamaku." Dengan berat hati, aku mulai memasuki gerbang sekolah berwarna abu-abu besi ini.

"April fools!"

"A-"

Baru beberapa langkah kutapaki, seseorang datang dan mendorong kepalaku hingga aku terhuyung dan hampir jatuh ke depan.

"Sshh. Ini bulan Januari!" teriakku, pada anak yang kini tertawa sembari berjalan mundur di depan sana. Aku harap dia terjatuh ke belakang.

"Hahahaa! Januari ataupun April, rambutmu tetap seperti donat," jawabnya, seraya tertawa lepas.

Biarkan dia! Jangan dibalas lagi ucapannya!

Aku yakin setelah ini ia akan mendapat karmanya. Sungguh! Aku sangat yakin.

Tak lama setelah kurapalkan sumpah serapah untuk anak itu, mendadak ia terjatuh karena kakinya sendiri.

"Aduh!" erangnya yang terjatuh dengan posisi duduk.

Pfft! Anak bodoh!

Dia tersandung kakinya sendiri karena berjalan mundur, dan tak melihat apa yang sedang ia lewati. Sampai-sampai kakinya sendiri yang membuat pantatnya harus mencium ubin jalan masuk ke dalam sekolah.

Dengan mendengkus kasar, aku mendongakkan kepala dan langsung berjalan hendak melewatinya begitu saja.

"Kau tak ingin membantuku berdiri?" tanyanya, yang dengan bodoh masih duduk di posisi ia terjatuh. "Aku tak akan bangun sampai kau membantuku berdiri," lanjutnya.

Aku tak menjawab dan hanya terus melangkah. Masa bodoh dengan anak itu. Dia sudah besar dan akalnya sangat baik untuk diajak berpikir jernih. Dia tak akan benar-benar terus duduk jika aku tak membantunya berdiri.

Langkahku hampir sampai ke depan gedung utama sekolah, namun spontan aku berhenti. Perasaanku tak enak karena telah meninggalkan anak dengan jaket abu-abu kumal tadi di sana. Takut saja kalau tiba-tiba ia mengerjai anak-anak lain yang tengah lewat.

Kutolehkan kepala ke belakang, dan benar saja. Tampak dari kejauhan, anak itu masih duduk di posisi ia jatuh. Bukannya lekas berdiri, ia justru dengan sengaja menjulurkan kakinya di bawah kaki anak-anak yang tengah berlalu. Hingga beberapa anak hampir tersungkur jatuh ke depan.

Aku menggeleng kuat dan mengembuskan napas dengan kasar. Segera kuambil ponselku dari dalam tas dan menelponnya. Setelah terlihat ia yang mengangkat telpon dariku, aku langsung berbalik dan kembali berjalan.

01 AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang