02: Nay!

12 5 0
                                    

"Aku harap selalu bisa makan bersama seperti tadi."

- 12 Januari 2010 -
♡'・ᴗ・'♡

Setelah berlarian menuju tempat parkir, Nathan tak langsung memberiku helm yang ia bawa. Anak ini justru tersenyum dan menatapku dengan aneh.

"Ada apa dengan wajahmu?" Heran saja, apa dia tidak bisa melihat aku lelah memayungkan tangan kiriku di atas kepala?

Ya, bodoh memang! Memayungkan tangan di atas kepala tak akan membuatku terhindar dari basahnya air hujan. Namun, setidaknya mataku masih bisa melihat ke depan dengan cukup jelas.

"Kau lucu sekali, Nay!" ujar Nathan sembari mengusap puncak kepalaku dengan cukup kasar.

"Hei! Kau tak melihat hujan yang semakin lebat?!" sentakku, menepis tangannya dari atas kepala.

Anak aneh ini justru terkekeh dan mulai memasang helm pada kepalaku. Dengan kesal kutarik kepalaku dan mencoba memasang helmku sendiri.

"Aku bisa sendiri," ujarku, tak mau ia membantuku hanya untuk memasang helm.

Setelah usai aku memasang helm, Nathan pun langsung menaiki motor dan menyalakan mesin. Ia memintaku lekas naik, dan dengan memegang bahunya aku mulai menaiki jok belakang motor matic ini. Motor yang mulai usang, dan sudah lama Nathan miliki.

"Kita mampir ke taman dulu, ya."

"Pulang!" jawabku dengan cepat, tak mau Nathan membawaku ke mana-mana.

"Hanya sebentar."

"Pulang."

"Ayolah, Nay."

Kali ini aku tak menjawab dan hanya melengos saat Nathan menolehkan wajahnya ke belakang. Aku sungguh ingin pulang, tak ingin ke mana-mana karena aku yakin mama pasti khawatir. Walau mungkin kak Rasha pasti tahu aku pergi dengan Nathan.

"Diam berarti iya."

♡'・ᴗ・'♡

Aku menuruni anak tangga, berjalan menuju dapur di bawah. Baru saja sampai di pangkal anak tangga, aku berhenti karena melihat Mama tengah menuju dapur.

"Mama," panggilku lirih dengan mengusap mataku.

Tubuhku terasa sangat berat, mataku terasa panas, dan hidungku terus saja terasa basah di dalamnya.

Kemarin, Nathan benar-benar membawaku ke taman. Aku memberontak dan terus memintanya agar membawaku pulang, namun anak itu justru tertawa kencang dan berteriak kalau air hujan kemarin rasanya lebih manis dari hujan-hujan sebelumnya.

Mama tak mendengarku yang memanggil dengan lirih. Ia terus berjalan menuju dapur, dan aku mulai mengikutinya perlahan. Aku baru sadar saat bangun tadi, ponselku tak ada di sampingku. Aku ingat kalau tasku beserta isinya dibawa pulang oleh Nathan.

Kuhelakan napas pelan, sepertinya aku terkena demam karena kemarin kehujanan cukup lama.

"Kak Rasha," panggilku pada saudara laki-lakiku yang tengah duduk di kursi makan.

Kak Rasha menoleh dan tampak terkejut. Tanpa banyak bicara ia langsung menghampiri dan memintaku duduk dengan tenang. Sementara tangannya dibolak-balik menempel keningku.

01 AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang