Beda Alam

12 3 0
                                    

Toilet sekolah sepi karena jam pembelajaran sedang berlangsung. Gadis dengan lesung pipi sekarang mencuci wajahnya didepan cermin tanpa rasa was-was sedikitpun. Dia diperhatikan secara langsung oleh laki-laki yang jauh dari kata terlihat. Wajah tampan dengan rahang yang terpampang jelas membuat Diandra sedikit salah tingkah.

"Bagaimana kau bisa masuk kedalam? Ini toilet perempuan jangan asal masuk."

Diandra melirik sekilas laki-laki yang tersenyum disampingnya. Wajahnya pucat dengan mata cokelat yang sangat indah. Senyum bahkan terukir dibibir laki-laki itu. Sebisa mungkin gadis itu menghilangkan rasa aneh yang ada dilubuk hatinya. Makhluk itu sudah menemaninya sejak dulu membuatnya sedikit aneh jika ditatap terus menerus tanpa sebab seperti saat ini.

"Tidak masalah,lagipula aku tidak melakukan hal yang aneh."

Hanif mendekat berdiri dibelakang Diandra yang sedang sibuk membilas wajahnya diwastafel. Senyum laki-laki itu membuat gadis itu melirik mata Hanif. Tangan dengan kuku tajam itu melingkar diperut rata gadis dihadapannya. Sesekali makhluk itu menempelkan dagunya dipundak Diandra. Tetapi setelah menunduk Hanif menghilang begitu saja tanpa izin.

"Dra, jangan lama-lama dikamar mandi gak baik." Gadis diambang pintu toilet tersenyum sambil menatap Diandra teduh. Yuni kembali didepan toilet saat Diandra menjawab kalimatnya.

"Ayo ke kelas aku juga udah ini."

Diandra dikagetkan saat berbalik menatap wajah tampan yang pucat pasi. "Jangan mengagetkanku."

"Aku tidak bermaksud,tapi hari ini boleh aku melakukannya?." Hanif tersenyum simpul membuat Diandra menggeleng. Diandra menembus sosok Hanif yang masih mematung.

Hingga didepan toilet, Diandra mengelap wajahnya dengan tisu yang diberikan Yuni. Kemudian berjalan menjauhi toilet sambil berbicara ringan. Sesekali mereka tertawa kecil sebelum langkahnya terhenti didepan kelasnya yang sudah ada Pak Broto,guru Sejarah hari ini.

"Ah udah ada gurunya. Masuknya gimana?." Tanya Yuni lirih. Menyusahkan masuk kelas jika sudah ada guru yang mengajar.

"Nembus tembok." Balasan lirih dari samping Diandra membuat gadis itu refleks menoleh menatap Hanif yang tersenyum dan mencontohkan apa yang baru saja dia bicarakan.

Gadis itu hanya tersenyum lalu meminta izin selayaknya manusia pada umumnya. Hingga dirinya masuk kedalam kelas dan mengikuti pelajaran sejarah hari ini. Senyumnya tidak pernah luntur saat melihat Hanif yang sibuk berbicara segala hal dihadapannya.

Makhluk yang memiliki pesona tampan seperti Hanif lebih menarik bagi netra teduh milik Diandra. Berkali-laki netra mereka bertemu membuat satu sama lain tertawa kecil tanpa sebab. Hingga fokus Diandra terhadap Hanif terpaling menatap Pak Broto yang melontarkan pertanyaan kepadanya.

"Diandra bisa kamu jelaskan apa yang baru saja saya terangkan?." Diandra menoleh menatap guru sejarah yang juga menatapnya dengan tatapan aneh. Bahkan raut wajah guru itu tidak suka menatap Diandra yang sedang tersenyum.

Dari gerak gerik bahkan tatapan mata Diandra mampu membuat Pak Broto peka akan apa yang dilakukan gadis itu.

"Kau cantik Diandra." Hanif memuji Diandra membuat gadis itu kembali menoleh kearah Hanif dan tersenyum. Dia menganggap Pak Broto hilang begitu saja walaupun tahu apa akibatnya.

"Kau juga tampan." Lirihnya.

Pak Broto yang merasa diacuhkan membuatnya sedikit terbawa emosi. Diandra harus terima resiko keluar dari kelas. Mendapat hukuman tidak diperbolehkan ikut pelajarannya hingga jamnya selesai.

Langkahnya menuju keluar kelas diselingi dengan Hanif yang cemberut. Mereka hanya berbicara satu dua patah kata karena Diandra tidak ingin dianggap aneh orang yang ada diluar kelas. Melihat Hanif bercerita saja sudah membuat Diandra tersenyum teduh menikmati. Diandra bahkan tidak lagi mengingat apa yang baru saja dia alami. Rasanya dia lebih memilih seperti ini dari pada mengikuti sejarah yang tidak dia pahami.

"Guru itu kasar sekali membentak tanpa sebab." Ucap Hanif lirih.

Diandra menggeleng menatap Hanif yang tersenyum teduh memperlihatkan gigi taringnya. Netra mereka bertemu membuat Hanif berbicara sepontan.

"Apa kau menyukai aku?" Diandra menggeleng keras. Dia tidak ingin mendapatkan hubungan terlarang dengan laki-laki yang jauh dari alamnya. Dia bisa dibunuh sesuai kemauan Hanif.

"Tidak akan bisa terjadi hal semacam itu." Dindra mengelak mencoba kembali fokus kebuku yang ada dipangkuannya. Netranya berusaha fokus kesebuah kalimat. Tetapi hatinya tidak bisa berbohong dia tidak tahan jika tidak melihat Hanif.

"Kalo suka bilang,jika benar suka pun kita tidak akan bisa menyatu, karena kita beda alam. Kalo pun bisa menyatu, kau yang ikut denganku." Hanif memojokkan Dindra membuat gadis itu sedikit ketakutan. Wajahnya terlihat khawatir saat wajah mereka saling behadapan dengan jarak hidung mancung mereka.

Dengan senyum dan erangan dari seorang Hanif. Membuat Diandra terpojok dan kaget. Gadis itu mencoba mundur tetapi tetap saja kalah dengan Hanif yang sudah memojokkannya disebuah tiang penyangga atap didepan kelas. Lehernya tercekik dengan kuat membuat udara disekitarnya menipis. Wajahnya perlahan merah padam karena kehabisan oksigen. Tidak ada yang melihatnya,tidak ada yang membantunya. Bahkan rasanya tubuhnya mulai lemah karena kehabisan oksigen di paru-paru.

"Aku yang mencintaimu Diandra Mahesa, kau harus ikut kedalam alamku." Seoang tak kasat mata mencekik kuat tanpa perasaan. Diandra hanya memejamkan mata perlahan karena sudah tidak bisa bernafas lagi.

"AKKKHHHH!!!."

Beda AlamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang