8.Kafe

13 1 0
                                    

Manda berjalan cepat menyusuri trotoar. Di samping trotoar itu ada pohon-pohon yang rindang, membuat suasana menjadi lebih sejuk dan banyak anginnya. Sore itu tidak begitu banyak orang yang melewati trotoar, mungkin karena mendungnya langit sehingga banyak yang memilih tetap di dalam rumah atau di tempat kerja saja.

Gadis itu tidak terlalu memperdulikan jika nanti akan turun hujan, dia suka dengan hujan. Orang lain tidak akan tahu apakah dia menangis atau tidak, hujan menutupi kesedihannya. Hujan itu temannya.

"Ah! Itu dia! Kafe Randika, akhirnya kesampaian juga ke tempat ini," ujarnya senang.

Begitu membuka pintu kafe itu, dia langsung mencium aroma manisnya kue dan warna di ruangan yang didominasi warna hijau. Terdapat ranting yang ditempel di dinding menyerupai pohon, di sana ada beberapa foto dan sticky note berisi tulisan. Manda terpana menatap kondisi di kafe itu, terlebih lagi ada orang yang menyapanya begitu dia masuk ke dalam ruangan.

"Selamat datang! Mau duduk di mana, kak?" sapa orang itu. Seorang gadis dengan rambut dikuncir dua, dari wajahnya dia terlihat masih muda, dia terlihat begitu cantik dalam balutan kemeja berwarna merah muda dan celana kain berwarna hitam itu.

"Ah, di ujung sana aja."

Gadis itu tersenyum lalu menangguk. "Baik, silahkan, Kak."

Manda langsung mengikuti langkah gadis itu dan duduk di tempat yang dipilihnya tadi.

"Ini buku menunya, silahkan dipilih dulu," ujarnya sembari memberikan buku menu yang berwarna cokelat itu. Manda membukanya dan terpana melihat kue-kue yang terpampang fotonya di sana. Dia suka dengan kue manis dan minuman yang manis. Rasa manis membuat energi jadi bertambah, dia selalu bahagia lagi setiap makan makanan yang rasanya manis.

"Menu favorit di sini apa ya?" tanya Manda iseng. Kalau bisa dia mau memesan banyak kue dan minuman, sayangnya uang di dompetnya tidak cukup jika dia beli banyak pesanan.

"Choco monster menu favorit di sini, Kak. Kalau minumannya yang paling favorit itu Matcha Ovaltine."

"Wah, boleh deh. Dua itu ya, Kak."

Mendengar menu yang disebutkan tadi saja sudah membuatnya jadi ngiler, dia sudah kelaparan sedari tadi. Namun, dia sengaja tidak beli makan siang di sekolah demi menghemat uang. Lebih baik menghabiskan uang di tempat yang disukainya, tempat dimana dia bisa mendapatkan makanan manis yang disukainya.

Di dalam kafe itu tidak terlalu ramai orang, mungkin cuaca hari ini mempengaruhi banyaknya pengunjung, selain itu bisa saja nanti malam akan lebih ramai lagi orang yang datang, begitu pikir Manda.

Setelah puas mengamati sekeliling kafe itu, dia merogoh ponsel di dalam tasnya. Tidak lama kemudian masuk notifikasi adanya korban penindasan di sebuah kampus, penindasan yang dilakukan antar mahasiswa di dalam sebuah organisasi.

Matanya memanas membaca setiap kata di dalam berita itu, dia selalu membayangkan bagaimana jika dia yang ada di posisi korban tersebut. Rasa ketakutan yang teramat besar, badan yang gemetar dan keringat dingin. Tatapan orang yang menindas terlihat dingin dan menyeramkan, seakan-akan mereka sudah kehilangan hati nurani sendiri.

"Ini sudah kesekian kalinya aku baca berita penindasan, ada yang luka-luka, ada juga yang sampai kehilangan nyawanya sendiri. Parah, sih. Apalagi aku juga sering ditindas," gumamnya pelan.

Moodnya yang tadinya baik sekarang jadi tidak baik lagi. Rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Membayangkan dirinya yang ada di posisi korban membuatnya menjadi parno sendiri, melirik ke kiri dan kanan seakan-akan dia dalam kondisi terancam. Bahkan, orang yang di dekatnya tidak dilihat saking parnonya.

"Permisi, ini minuman dan makanannya," ucap orang itu pelan.

Diluar dugaan, Manda malah berteriak karena kaget. Gadis itu memegang kedua telinganya dan memejamkan matanya. Tentu saja membuat pengunjung di kafe jadi menatap ke arahnya. Sementara orang yang ada di dekatnya jadi gugup, dia sudah tahu pasti dia yang disangka jadi orang jahat padahal dia nggak melakukan hal yang salah. Wajahnya jadi pucat sekarang, wajah mereka sama-sama pucat.

"Kak, kenapa?" tanya orang itu lagi.

Perlahan-lahan Manda menarik napas panjang dan menghembuskannya, dia berusahan menenangkan dirinya sendiri. Gadis itu menatap orang di dekatnya dengan tatapan tidak enak, dia tidak seharusnya lepas kendali di tempat umum. Hal itu hanya akan merugikan orang lain, dia semakin menjadi beban bagi orang lain.

"Ma-maaf, tadi saya sedang ketakutan jadi refleks berteriak."

Manda berdiri dan menundukkan punggungnya, rasa bersalah benar-benar menyelimuti gadis itu. Dia benci dengan perasaan itu, perasaan yang membelenggunya hingga tidak bisa berpikir dengan baik. Semua tindakannya tidak akan dilakukan dengan baik karena hilang fokus, rasa percaya dirinya semakin menurun dan dia kembali menjadi beban yang tidak berguna.

Pelayan itu kembali setelah menaruh pesanan Manda ke meja. Dia menatap ke arah pria yang berdiri di dalam dapur. Di dapur itu ada kaca yang dapat melihat keluar, tetapi orang dari luar tidak dapat melihat ke dalam. Pria itu tersenyum menatap gadis itu, gadis yang menarik perhatiannya.

"Pak, maaf tadi saya tidak bermaksud membuat pelanggan jadi seperti itu."

"Ah, iya tidak apa-apa."

"Sa-saya tidak dipecat, kan, Pak?" tanya orang itu lagi. Sudah dua minggu dia bekerja di tempat ini dan dia menikmati pekerjaannya. Mencari pekerjaan begitu susah, pekerjaan yang bisa dinikmati dan dia nyaman itu sangat berharga, tidak mudah mendapatkannya.

"Tenang, saya tidak memecatmu. Bisa balik bekerja, ingat fokus. Kejadian tadi lupakan saja,."

Pria itu tahu, kalau masih berpikir mengenai kejadian sebelumnya pasti apa saja yang dikerjakan akan tidak maksimal. Ada kesalahan yang dapat ditoleransi, ada pula yang tidak dapat ditoleransi sama sekali. Dia juga sedang belajar menjadi pemimpin yang baik sekaligus pemilik kafe yang baik bagi rekan kerja dan pelanggan di kafe itu. Kafe yang dirintisnya sendiri untuk mendapatkan pujaan hati. Roda kehidupan mempermainkannya, membuatnya bahagia lalu dihancurkan hingga tidak bersisa. Hidup memang pahit.

Di tempat lain, Manda tengah menikmati kue itu, rasanya benar-benar sesuai dengan seleranya. Kali ini tidak begitu manis, tidak juga pahit. Semuanya begitu pas, perasaannya perlahan membaik setelah makan. Lalu, minuman yang dipesannya tidak kalah enaknya. Semuanya begitu sempurna, gadis itu sudah membaik sekarang. Perasaannya sudah lebih tenang sekarang.

Setelah beberapa lama duduk di tempat itu, menikmati suasana dan pemandangan yang indah, sekarang dia mau pulang. Rumahnya lumayan jauh dari tempat ini, mungkin dia akan mencoba mencari angkutan umum atau taksi yang lewat. Kalau tidak, sepertinya dia akan mencari ojek supaya ongkos yang dikeluarkannya lebih murah.

Baru saja Manda keluar, dia melihat seseorang yang dikenalnya tengah berlari. Manda langsung mengurungkan niatnya untuk mencari ojek dan mengejar orang itu. Perasaannya jadi tidak tenang sekarang, pikiran yang buruk mulai terpikirkan sekarang.


-Bersambung-



Aku Menjadi Pacar Mantan Pacar Sahabatku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang