Hari ini aku rindu makanan kedai dekat sekolah ku. Iya tempat aku kenal dengannya. Aku memilih duduk dekat kasir, dan sedikit berbincang dengan pemilik kedai.
"Punten, ini teh neng Lala ya?" Sapa pemilik kedai, aku hanya tersenyum sebagai balasan.
"Neng Lala, a Jevan masih sering kesini loh. Kayanya ibu lihat ya barusan tapi kayanya udah pergi deh"
Mana mungkin superstar yang super sibuk bisa berleha leha makan di kedai, apalagi kedai ini selalu ramai pengunjung.
Aku melihat notif hp memunculkan nama yg sudah lama tidak aku sebut dan tak aku ingat.
Jevan:
Aku ada disini, dekat jendela.Kursimu selalu sama, di tempat dingin yang orang orang enggan duduki berlama lama. Kamu melambaikan tangan padaku dan tersenyum manis. Seolah kita adalah teman tanpa ada perdebatan yang sudah lama terpisahkan.
Aku tidak beranjak dari tempatku yang dekat kasir. Aku enggan bertemu denganmu. Tapi kamu memaksa, kamu duduk di depanku.
Kamu berpakaian sekenanya. Wajah tampak lesu, dan sangat tirus. Minus matamu bertambah, aku melihat perubahan di kacamatamu. Rambut blonde yang memudar, tampak seperti cruella versi horizontal. Meskipun pakaianmu tebal saat ini, aku melihat tubuh yang semakin kurus. Ada apa dengan mu?
"Hai, apa kabar" tidak ada tanda tanya pada suaramu, seakan itu aturan pada dirimu.
Kamu ingat, karena nada suara yang seperti itu kamu dihajar habis oleh senior. Mereka menganggap mu tidak sopan.
"Baik" aku menjawabnya meski agak lama tertahan di tenggorokan ku.
"Kamu kini sedang bekerja?" Kini baru terasa nada bicaranya berubah.
Dahulu tiap berbicara dengan mu, aku selalu mengoreksi nada bicaramu agar orang orang tidak salah faham. Akibat salah faham itu, wajahmu lebam karena terus ditampar mereka.
"Iya aku bekerja" aku menjawab singkat karena aku bingung dengan situasi ini.
"Terakhir aku dengar dari grup angkatan, kamu sekarang menjadi seorang dosen" kamu mengatakan itu seakan tahu semua tentang diriku.
"Hmm iya"
"Hebat banget, kamu kuat belajar ya? Aku sih udah pusing lihat partitur terus" kamu yang angkuh bisa terlihat menggemaskan di mata orang yang suka denganmu. Tapi sekarang tidak, kamu agak meremehkan ini.
"Tidak begitu, aku hanya sudah terbiasa" aku mencoba sebisa mungkin tidak terlihat canggung didepan mu.
Kamu melontarkan beberapa lelucon seperti pertama kali kita bertemu. Pada saat itu aku sangat bersemangat untuk mendengar kata demi kata dari mu, tapi hari ini sangat susah untukku mendengarkan itu. Kata katamu kini sudah seperti kayu tua yang rapuh tapi terus dipaksa kuat untuk membantu pekerjaan manusia. Canggung rasanya tapi aku mencoba tersenyum tipis agar kamu tidak merasakan berbicara seperti pada tembok.
Aku banyak merasakan, kamu sekarang ini bertingkah seolah olah kamu bahagia. Jevan, kamu pembohong besar. Dan kamu tidak bisa membohongi mataku dan penglihatan ku.
"Bagaimana dengan mu?" Tanyaku.
"Aku? Hmm apa ya? Sibuk menjadi produser lagu untuk orang lain. Aku sedang malas tampil depan kamera dengan lighting mencolok mata" lagi lagi dirimu bertingkah angkuh.
Bukannya kamu ada masalah dengan pacar mu ya? Jadi orang orang agak menyingkir darimu. Alasan malas tampil itu sangat aneh.
Tadinya aku ingin berkata seperti itu, tapi rasanya terlalu kasar diucapkan tanpa aku tahu kebenaran masalah mu itu. Dan juga terdengar mencampuri urusan mu.