Aku tak suka berbelanja persediaan. Membawa kantong-kantong belanjaan yang berat itu sungguh melelahkan. Tapi, Soobin ada di sisiku dan semuanya menjadi menyenangkan. Berbelanja persediaan pun akan terasa seperti kencan jika bersamanya.
Soobin yang akan mendorong troli dan aku yang mengambil barang-barang. Terkadang dia merengek minta dibelikan sesuatu yang tidak ada di list dan aku terpaksa mengabulkannya—hey, siapa yang bisa menolak jika dia menunjukkan wajah memelas seperti anak anjing?
Namun, semuanya berubah.
Tak ada lagi Soobin yang menemaniku berbelanja. Tak ada lagi Soobin yang mendorong troli dan membantuku meraih barang yang berada di tempat tinggi. Tak ada lagi Soobin yang membuatku menyesal menghabiskan uang karena membeli barang yang tak ada di daftar.
Lelaki yang menjadi pusat duniaku itu pergi dan aku menjadi gadis mengenaskan.
Sejak saat itu, duniaku berhenti berputar. Semua orang terus bergerak dan aku tetap diam di tempat. Tapi, di malam saat salju turun dengan derasnya, aku terpaksa keluar untuk mengisi kulkasku yang sudah kosong—hanya tersisa dua butir telur dan beberapa kaleng bir.
Dan di sinilah aku, terjebak di antara lorong supermarket dengan rak-rak tinggi di kedua sisiku. Aku berjinjit, mencoba meraih barang yang berada di rak paling atas, namun kemudian mengumpat karena aku tak cukup tinggi untuk bisa meraihnya. Biasanya Soobin—shit! Berhenti memikirkannya!
"Apa kau butuh bantuan?"
Aku membeku. Bagai magis, suara yang sangat kukenal menyapu pendengaranku. Soobin sedang berdiri di dekatku dengan senyum hangat yang sama. Kenapa dia harus menampakkan dirinya sekarang? Aku memang menderita selama ini, tapi aku tak butuh dia untuk kembali.
"Hei, kenapa kau mengabaikanku?" Ia kembali bersuara tatkala aku mengabaikan dirinya dan melewatinya begitu saja. Melihatnya terlihat baik-baik saja membuatku marah.
"Yyaaa, Hwang Gaby, kau sungguh akan terus begini?" Soobin meraih tanganku, membuatku menghentikan langkah dan langsung menatapnya nanar.
"Jangan muncul di hadapanku lagi," desisku. Air mata yang sudah di pelupuk mata sebisa mungkin aku tahan agar tidak tumpah.
Lelaki itu terperangah sesaat dan matanya yang selalu memandangku lembut itu terlihat terluka. Ia menurunkan pegangannya dari tanganku. "Gaby, aku—"
"Berhenti. Jangan katakan apa pun lagi."
"Tapi, aku—"
"BERHENTI!!!"
Katakanlah aku gila karena berteriak di depan umum. Orang-orang di sekitarku langsung menoleh dan memandangku aneh, seolah aku adalah pasien rumah sakit jiwa yang kabur. Tapi aku tak peduli. Soobin terlihat sangat baik, sementara aku nyaris kehilangan diriku sendiri. Aku membencinya.
"Maaf." Hanya itu yang keluar dari bibir Soobin. Gurat sedih tercetak di wajah tampannya, dengan senyum getir yang membuat hatiku kembali teriris. Aku sungguh ingin melemparkan diriku ke dekapannya, mengusap wajahnya agar kesedihan itu tak lagi nampak. Tapi, aku tak bisa.
Aku mencoba menelan tangisanku, meski air mata mulai meleleh deras. "Kumohon, jangan pernah muncul lagi," bisikku sambil mendorong troliku menjauh, berusaha keras untuk tidak memutar kepalaku untuk melihatnya kembali.
Aku ingat itu malam hari saat salju pertama turun. Soobin berada di sebrang jalan, melambaikan tangannya padaku penuh semangat. Ia berlari begitu lampu berubah hijau, lalu semuanya terjadi; suara klakson yang berbunyi nyaring, sebuah truk besar, dan darah di mana-mana.
Soobin meninggalkanku.
-fin-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Ficlet] Haunted | SOOBIN
Fanfiction"I hate him, because he looks fine whilst I become Miss Misery." Soobin x OC / Angst / Ficlet: 497 words