The End of Autumn.

29 3 2
                                    

'Status keberadaan pesawat BA 7807 dengan rute penerbangan London menuju San Francisco masih belum di ketahui, kemungkinan besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Status keberadaan pesawat BA 7807 dengan rute penerbangan London menuju San Francisco masih belum di ketahui, kemungkinan besar...'

Aku segera me-nonaktifkan gawai yang menampilkan salah satu portal penyaji berita terhangat pagi ini. Membicarakan perihal kecelakaan burung besi memberikan trauma sensitif tersendiri di telingaku.

Musim dingin di Lancaster dipastikan segera tiba kurang dari setengah bulan. Persediaan rumah yang semakin menipis dan mau tak mau aku harus memasok cadangan di lemari pendingin sebelum semua daun sisa musim gugur tersapu habis terganti butiran salju.

"Thank you, sir." ucapku pada supir taxi.

Jane-Sue Lawrence, orang-orang mengenalku begitu. Wanita lajang yang baru saja hengkang dari dunia penerbangan sebagai pramugari belum lama ini. Lahir di Chalmers, Edinburgh 25 tahun yang lalu sebagai anak kedua setelah kakak perempuanku, Julian.

Aku mendorong pelan trolley menuju tempat di mana para sayuran di letakkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mendorong pelan trolley menuju tempat di mana para sayuran di letakkan. Supermarket hari ini sangat ramai, bukan pemandangan asing lagi mengingat di penghujung musim gugur. Selesai dengan urusan sayuran, aku wajib mengambil setidaknya 5 botol besar susu murni sebelum otakku melupakannya dan Julian pasti bisa memakanku hidup-hidup.

"Kupikir secangkir coklat dan croissant di penghujung musim gugur tidak buruk?" secangkir coklat dan croissant. Aku terhenyak sesaat mencoba memastikan apa yang baru saja aku dengar. Suara bariton ini, sangat yakin bahwa sang pemiliknya adalah orang yang sangat ingin aku temui.

"Jeong Sungchan?"

Laki-laki keturunan Korea yang besar di Inggris. Seseorang yang amat kucintai semenjak masuk senior high school.

"Wah, ternyata kau masih mengingatku ya."

How come? Kau adalah alasanku tidak bersanding dengan pria manapun hingga detik ini, "belanja untuk musim dingin?"

Aku tertawa canggung. "Yeah, as you can see. Kau sendiri?"

"Mencarimu."

Alisku menyatu cepat sedetik setelah lontaran ambigu keluar dari mulut Sungchan,

"Pardon?" Senyum menawannya kembali menyita.

"Kita bertemu secara kebetulan atau memang takdir, Sue?" degupan keras jantung kian terasa jelas ketika Sungchan memanggil nama kecilku.

"Just a coincidence, right?"

"Coincidence is also a part of destiny."

Ah, benar. Kebetulan juga bagian dari takdir.

"Akan ku bantu membawa semua yang kau butuhkan di sini." Sungchan mengambil alih trolley tanpa seizinku. Daripada seperti orang yang tulus ingin membantu, ia lebih mirip orang terburu-buru.

"Sebenarnya ada apa denganmu?"

"Maksudmu?"

"Aku yakin kau ingin menyampaikan sesuatu." Sungchan membungkam mulut cukup lama.

"Kau benar. Tapi aku tak bisa melakukannya disini."

Aneh, itu sepatah kata yang menggambarkan Sungchan. Namun apa boleh buat? Aku tidak munafik untuk menolak apalagi ini pertemuan perdana kami setelah 7 tahun berlalu.

"Ikutlah denganku ke suatu tempat, Sue."




Cukup untuk tidak lagi berpikir keras kemana Sungchan akan membawaku pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cukup untuk tidak lagi berpikir keras kemana Sungchan akan membawaku pergi. Jawabannya telah berdiri di hadapanku, sekolah kami. Aku merotasikan netra memandang seluruh penjuru halaman penuh kenangan yang rumputnya mulai menguning.

"Ingat tempat ini?" tanyanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ingat tempat ini?" tanyanya.

"Kenapa kau membawaku kemari?"

"Waktuku tidak lama lagi. Aku harap kau akan mengerti nanti, Sue." Telapak tangan Sungchan begitu dingin ketika meraih jari-jariku. Saat aku menjurus pada kedua matanya, aku melihat kesedihan di sana.

Dari tanganku yang menaut dengan miliknya aku bisa merasakan suatu benda hangat. Croissant, pastry kesukaanku. Sungchan menyelipkannya di sana.

Belum sempat menunutut penjelasan, Sungchan lebih dulu mendekapku dalam pelukannya, "maafkan aku, Sue."

Tak lama setelah pelukan itu, aku merasakan sesuatu yang kosong. Terasa hampa. Tak ada kehangatan. Saat mata terbuka sempurna, aku tidak lagi menjumpai Sungchan melainkan sebuah amplop putih tergeletak di depan sepatu kets coklatku.

"Sungchan! Di mana kau?" jeritku sampai melupakan croissant pemberiannya.

Niat mencari Sungchan batal karena ponsel di sakuku bergetar. Julian muncul sebagai pemanggil.

"Jane, aku punya kabar buruk." suara parau Julian di seberang sana membuat jantungku berpacu dua kali lebih cepat.

"Katakan."

"Jeong Sungchan adalah salah satu penumpang pesawat itu."

Aku refleks terduduk di rumput tanpa alas apapun setelah mendengar itu.

"Artikel mencantumkan namanya sebagai korban."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🎉 Kamu telah selesai membaca One Day : At The End Of Autumn | Sungchan ✔ 🎉
One Day : At The End Of Autumn | Sungchan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang