Ch 26 • Nilai 0

344 68 3
                                    

“APA BU?!” sang wanita paruh baya didepan gadis muda Akaiito itu mengangguk untuk kesekian kalinya setelah kupingnya merasakan getaran hebat karena teriakan Akaiito. Pasalnya ujian kali ini Akaiito benar-benar gagal, benar.

Akaiito gagal

Nilainya bukan sepuluh sempurna, bukan pula seratus tapi nol. Lingkaran penuh dosa itu tercoret jelas, terukir jelas di lembaran Akaiito. “Mati gue abis ini,” begitulah jeritan hati Akaiito. “Seriusan bu dapet nol?” tanya Akaiito secara lisan.

Namun, “Ya wajar sih gue asal-asalan, habis susah banget tai!” dalam hatinya. “Iya benar, minta tanda tangan wali mu besok bawa ke saya buat penambalan nilai, walaupun sebelumnya tinggi semua tapi jangan harap saya akan perlakukan kamu istimewa,” jelas sang guru sambil menyerahkan kertas Akaiito. “Jangan sampe Bang Akaashi tau, gue minta tanda tangan nya Bang Kuroo aja deh,” pikir Akaiito sejenak sebelum akhirnya keluar dari ruangan pribadi sang guru.

-- ♥ --

Akaashi, mahasiswa DKV semester tiga tersebut adalah satu-satunya yang nol phobic dirumah. Tak segan-segan ia merobek kertas ujian yang tercoret nol termasuk kepunyaan Bokuto beberapa pekan yang lalu sekalipun semester Bokuto lebih tinggi. “Lebih tepatnya anti nilai nol,” begitulah komentar Kuroo.

“Akaashi belom pulang?” tanya Bokuto, sehabis mandi melepas lelah dan merefresh diri setelah mendengar dosennya yang mengamuk tiba-tiba seperti banteng. “Agak lambat, chat gue tadi,” Bokuto hanya ber-oh lalu ke kamar. “Adek?” sahut Tsukishima bertanya, sembari mengembalikan piring setelah makan. “Palingan abis ini-”

“Adek pulang ..”

“Pendek umur, baru juga diomongin .. lambat banget, bukan jadwal piket lu juga, abis dihukum yaa ...” ujar Kuroo menghujani tebakan pada Akaiito. Bukannya mendapat jawaban Akaiito langsung menyambar dengan kertas serta bisikan, “Plis, gue dapet nol, tandatangan buru biar ga ketahuan Bang Akaashi!!”

“Oke sip, gue tandatangan ntar abis itu gue kasih ke kamar lo diam-diam tapi lo harus tau kode gue! Lo tau kan Akaashi jeli banget ..”

Harapannya sih begitu respon nya tapi apa daya Kuroo malah menjawab, “Hah?” dan membuat Tsukishima si cepu menoleh penasaran. “Napa?” dan baru Kuroo mendeskripsikan permintaan Akaiito. “Adek minta tandatangan karena dapet nol, yauda gue tandatangan dulu ..” dengan santainya Kuroo berdiri lalu membawa lembaran sakral itu ke kamarnya dan menandatangani pada ujung kertas.

Diiringi notes, @kur00notj4m3t id line saya atau xxxxxxxxxx nomor saya
- Kuroo (wali dari Akaiito)

Kuroo belom tau aja kalo guru yang dituju udah hampir menginjak umur 70 tahun, guru yang masih sanggup dengan handphone modern seperti layar sentuh, yang chat nya selalu slow respon karena tertimpa banyak grup. Diluar itu, Kuroo masih gatau diri, sudah punya hati minta jantung, sudah punya pacar insial Alisa masih keliling sana sini.

“Apa lo bilang? Nol???” Tsukishima langsung mendekati Akaiito yang sudah mundur-mundur dan sialnya jatuh. “Gue lupa belajar, janji deh kedepannya ga gitu!!” pinta Akaiito dengan tawa kaku nya. “..sampe Akaashi tau lo dapet nol- riwayat lo di keluarga ga sampe satu hari,” tegas Tsukishima menekan ancaman maut di akhir. Glek! Tentu Akaiito langsung berkeringat dingin. “Sumpah adek dapet nol?” sahut Bokuto yang telah menguping dari kamar dan kini ikut bergabung. “AKHIRNYA GUE PUNYA TEMEN DAPET NOL!!” Bokuto kegirangan dan langsung mengangkat Akaiito. Hatinya berbunga-bunga lantaran mendapatkan teman senasib. “Tapi kok bisa?”

“Gue lupa belajar sih, asik banget sleepcall bareng Suna, eh candu yauda ..” Bokuto mengerucutkan bibirnya lalu menurunkan Akaiito. “Yahh, bukan karena bego ya, beda server, ga cocok,” ujarnya kecewa. “Sadar juga lo bego,” komentar Tsukishima tepat. “Tapi kata author gue jenius, kenapa gue di kuliah rendah mulu? Mana sering dipanggil dosen lagi ..” protes si burung hantu.

salah lagi
   -saya

“Yang penting Akaashi belum pulang jadi aman—” sahutan Kuroo tersendat, menatap Akaashi yang baru pulang dengan kertas gambar besar, dan kini sedang melepas sepatu. “Ingat omongan gue, Akaashi tau riwayat lo ga sampe sehari, gue siapin koper dulu,” bisik Tsukishima membuat Akaiito yang sedari tadi belum berganti pakaian makin ketakutan. “Oh udah pulang, belum ganti baju? Ganti dulu abis itu mandi, abang mau masak,” sapa Akaashi sembari berjalan ke kamar lalu keluar dan menuju dapur untuk melakukan aktivitas nya. “Gue udah tandatangan, buru sembunyiin,” perintah Kuroo dengan bisikan sedikit kencang. Kuroo dan Akaiito saling berdekatan namun sialnya Kuroo terpeleset karena alas kaki, membuat kertas itu terbang.

Fatal nya, kertas itu terbang ke arah dapur.

“Anjingg!!!” umpat Akaiito. Bokuto langsung mengejar kertas tersebut sebelum Akaashi berbalik karena suara berisik. “Hum?” benar saja, Akaashi berbalik karena suara berisik, beruntung Bokuto sudah menangkap dan menyembunyikan nya di belakang. “Kenapa berisik? Baik-baik aja kan?” Bokuto mengangguk cepat membuat Akaashi mengangguk lega dan kembali melanjutkan memasak. Kuroo yang ikut mengejar tak melihat jika Bokuto berhenti hingga akhirnya bruagh! Keduanya bertabrakan membuat kertas itu kembali melayang di udara seperti layangan tanpa benang.

Untuk kedua kalinya Akaashi menoleh, “Kenapa?” Tsukishima jelas tak mau diam, bisa-bisa ia terkena imbasnya jika Akaashi marah, mending cari aman. “Ga ada Akaashi, cuma ngejar monyet,” ujarnya membuat Akaashi mengangguk dan kembali memasak. Kini giliran Akaiito yang berhasil menangkap nya, ia juga langsung berlari menuju anak tangga.

Lagi-lagi kesialan terjadi, ia tersandung padahal matanya jelas-jelas menatap anak itu.

Dan kertas itu terbang lagi.

Ketiga kalinya mereka harus kejar-kejaran dengan kertas, Tsukishima bahkan ikut membantu. Penuh tenaga hingga akhirnya Tsukishima meraih kertas itu yang hampir menyentuh lantai dapur dimana itu adalah domain Akaashi. “fyuu—” semua bernapas lega.

Selama dua detik

“Apa ini?” sebelum akhirnya Akaashi tiba-tiba menarik kertas itu dari tangan Tsukishima membuat tiga pemuda dan satu gadis itu membatu. “..shit,” begitulah umpatan yang tepat di kepala mereka.

Sorot mata Akaashi yang awalnya secerah awan putih, netra yang awalnya seperti permata yang baru di bentuk kini berubah menjadi sorot mata awan mendung, netra yang redup. “..nol?” seperti senapan, semua terkunci dalam satu pandangan. Didalam pandangan nya hanyalah semua bersalah.

“...kenapa bisa nol? makan malam akan ditunda sampai sidang selesai!

“G-gue ga bisa mapel nya jadi ga bisa ngajarin-”

“Alasan.”

“I-iya iya, g-gue lagi kebelet main video game,”

“Gue pengen nyamperin Yukie ..”

“Bisa ditunda kan?”

“.. males, adek kalo diajarin juga ga suka serius,”

“Sleepcall ..”

“Robek kertas nya, nanti sambung lagi pakai isolasi, bilang abang yang nyuruh,” dan sidang penuh penekanan itu berakhir dengan kertas yang disobek lalu disambung lagi dengan isolasi.

Setengah Otak || 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang