Real ending

2K 132 11
                                    

Akhirnya kita sampai dipenghujung cerita yang harus diakhiri dengan kata selamat tinggal
___________________________

Lisa,

Waktu pertama kali melihatmu, aku sudah mulai tertarik kepadamu. Kau begitu anggun, tegas, dan aku bertambah kagum denganmu saat melihat jiwa kepemimpinan dalam dirimu.

Jarang sekali aku melihat seorang wanita bisa menjadi pemimpin diusia muda sepertimu. Kau yang begitu menarik membuatku tertarik untuk selalu ada didekatmu.

Dengan nyali yang tak seberapa waktu itu, aku mengungkapkan rasa sukaku kepadamu. Paling tak kusangka jika kau menerima pernyataan itu, kau bersedia menjadi kekasihku.

Aku tahu, tragedi waktu itu — tragedi yang terjadi beberapa tahun silam sudah nampak membuat dirimu trauma atas kepergian orang tercinta.

Beruntung aku masih bisa menemukanmu setelah terjadinya benturan pada otak-ku yang membuatku hilang ingatan. Beruntung aku masih bisa menemukan wanita sepertimu dihidupku, wanita yang ternyata tak sedikitpun mencari celah untuk melupakanku.
Kau tahu? aku sangat bahagia waktu itu, saat kau mengetahui aku kembali, kau memelukku dengan erat sembari menangis haru. Hatiku seakan menghangat dalam pelukanmu.

Suka dan duka memang telah kita lewati bersama. Dan hari itu, kala aku sangat menanti sang buah hati hasil perpaduan cinta kita. Aku sangat bahagia saat mengetahui Jeon kecil yang kuberi nama Janshen Jeon itu lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun.

Kita lewati hari-hari dengan bahagia tanpa masalah apapun waktu itu. Kau tampak bertambah sangat cantik setelah menjadi ibu, aku sangat mencintaimu, aku harap kita bisa merawat Janshen sampai tumbuh dewasa... bersama-sama.

Tapi, maaf... mungkin suatu saat kau akan menganggap kalimat itu hanya bualanku saja. Nyata-nya, dokter mengatakan penyakit jantung yang bersarang ditubuhku sedari kecil ini sudah tidak bisa ditangani lagi. Aku minta maaf karena terlambat mengatakan hal ini kepadamu, aku hanya ingin hidup normal tanpa harus memikirkan penyakit yang sekarang malah berusaha merenggut nyawa-ku.

Saat aku terbaring lemah dikasur, aku hanya mengatakan kalau itu penyakit biasa yang tak harus ditangani oleh medis. Kau merawatku dengan telaten, selalu berdoa disebelahku akan kesembuhanku.

Tapi maaf, Lisa. Penyakit ini tidak akan sembuh, bahkan dokter mengatakan bahwa umurku tidak panjang lagi. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku dengan keluarga kecilku dirumah — denganmu dan anak kita, Janshen.

Sampai suatu saat aku sudah tidak lagi ada. Aku harap kau mampu membesarkan anak kita sampai menjadi orang yang hebat, ya? Buat aku bangga diatas sana. Aku yakin, istriku tercinta — Lisa dapat melakukannya.

Aku yang begitu mencintaimu,
Aku yang tidak akan meninggalkanmu.

Suamimu,
Jungkook.

-•||•-

Jungkook,

23 tahun sudah usia pernikahan kita. Hari suka dan duka telah kita jelang bersama. Walau usia tak lagi muda, kulit kencang yang kini kian mengendur, rambut hitam yang berganti putih pun tak menghalau kita untuk terus bersama.

Makhluk kecil itu kini telah bertumbuh dewasa, seorang anak laki-laki bernama Janshen Jeon — anak kita bersama telah menjadi pria dewasa yang tampan serta senantiasa menjaga ibunya.

Apa kau ingat?
Hari dimana saat Janshen kecil dilahirkan, kau begitu antusias menunggu kedatangannya ke dunia ini. Hari itu, aku mencatatnya sebagai memori terindah di hidupku setelah hari dimana kita mengucap ikrar di altar.

Jungkook, suratmu sudah berada ditanganku kini. Kubaca setiap kata yang kau tulis didalamnya. Namun, mengapa harus aku menangis menjerit setelah membaca isi suratmu? Mengapa kau biarkan aku sibuk meremasnya, hingga menjadi bola-bola kertas yang setelahnya kulempar ke tempat sampah, lalu kuambil dan kubaca lagi? Mengapa kau membiarkanku begitu terus- menerus? Mengapa kau membiarkanku membacanya sendirian tanpa kehadiranmu? Mengapa kau membiarkanku terus begini setiap hari ulang tahun pernikahan kita?

Hari ini, tepat 6 tahun kau meninggalkanku, meninggalkan buah hati yang sudah kau nanti-nanti kehadirannya. Kau bilang, kita akan membesarkannya bersama-bersama, namun ternyata itu hanya bualanmu semata.

Nyata-nya, aku membesarkannya sendirian, dengan kasih sayang seorang ibu, aku bisa menjadi ayah dan ibu sekaligus untuknya.

Tak apa, kasih sayang yang kau berikan untuknya sebelum kau pergi selalu cukup untuk merasakan tulus cinta sang ayah. Dia mengerti, Janshen sudah dewasa.

Kulihat Janshen perlahan mulai mengikhlaskan kepergianmu, dia sudah tak mengungkitmu lagi didepanku, tapi entah apa yang ia lakukan dibelakangku. Yang jelas, saat kubertanya padanya, dia bilang — walau dirimu sudah tak lagi ada, tapi akan selalu dikenangnya. Anak itu sudah mendahului ibunya untuk mengikhlaskan kepergian sang ayah.

Berbeda denganku, aku belum mengikhlaskan kepergianmu, terkhusus untuk melupakan alasanmu pergi meninggalkan kita. Kenapa kau tidak bilang kepada-ku sebelumnya, kalau kau mempunyai masalah pada jantungmu sejak kecil? Kenapa aku baru mengetahuinya setelah membaca surat darimu?

Hari ini, kusempatkan diri untuk mengunjungi makam-mu yang sudah lama tak ku kunjungi, rasanya sangat sakit dihati walau baru saja menginjakkan kaki di area pemakaman. Hal ini yang membuatku tak ingin lagi mengunjungi pemakamanmu.

Kutatap gundukan tanah dengan nisan salib bertuliskan nama mu. Aku tahu, kau disana juga melihatku, kan? kau tersenyum, kan? Aku harap begitu.

Dengan guyuran hujan besar yang menghiasi gelapnya langit, aku mengusap nisan-mu dengan pelan seakan aku mengusap rambutmu yang berada dipangkuanku, selalu kubayangkan begitu.

Begitu sepi tanpa sosok nyatamu. Bantu aku agar kuat menerima ini, bantu aku agar bisa menerima dengan lapang dada.

Dariku yang sangat mencintaimu,
dariku yang bahagia menjadi wanita terakhir dalam hidupmu.

Istrimu,
Lalisa.

My LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang