Naga Naya

15 3 0
                                    













■■■






Setelah selesai menginterview bakal sopirnya yang baru. Safa duduk bersender pada kursi di ruang makan. Ia meremat kecil kepalanya yang rasanya mau pecah. Apalagi setelah kejadian barusan. Membuat Safa tambah tidak karuan pusing memikirkannya. Oh my god. Apakah itu? Ia telah memberikan ciuman pertamanya pada seorang pria asing? Sungguh tak bisa di percaya.

"Mbak Safa kenapa?"

Tanya pembantu rumah tangga yang sudah bekerja selama dua tahun ini di rumah Safa. Nina, namanya.

"Gak apa-apa, Nin. Cuma pusing"

"Kalau gitu, ke dokter aja," tawar Nina dengan meletakkan cangkir berisi teh hijau favorite Safa kalau ia pulang dari mana-mana.

"Enggak, deh. Cuma pusing biasa aja. Tolong, ya, Nin. Besok si sopir baru itu, Dian. Kamu kasih tahu, buat nyuci mobil dulu. Soalnya aku gak sempet cuci kemarin"

"Siap, Mbak," jawab tegas Nina layaknya seorang prajurit tentara. Safa terkekeh kecil melihat kelakuan Nina. Lalu ia menyeruput tehnya dan berlalu meninggalkan ruang makan untuk segera mandi. Sungguh suasana panas tadi membuat Safa benar-benar gerah. Gila memang.

Guyuran air hangat tadi cukup membuat mendingan sakit kepala yang sedari tadi menggerogoti ke otak-otak. Malam-malam setelah mandi, pasti menimbulkan rasa kantuk yang luar biasa hebat. Apalagi seharian ini, ia tak istirahat sama sekali. Ia duduk di depan meja rias tak lupa mencolok kabel hairdryer. Perlahan ia mengeringkan rambutnya yang hitam legam, yang sudah lama ia tak mewarnainya. Lama juga tak mengambil job model lagi. Sebelum ayahnya meninggal, Safa sudah memutuskan untuk mendalami bisnisnya sebagai desainer. Ah, memikirkan itu jadi lupa ada pekerjaan yang belum ia selesaikan. Mungkin untuk pesanan desain dress atau gaun pengantin akan ia lanjutkan besok di cafenya Wenda.

'Ah, kenapa harus kepikiran tempatnya si Wenda?' tanya batinnya pada dirinya sendiri. Tentang pria berparas sangar yang bekerja part time di cafe Wenda. Kenapa Safa merasa aura itu ada pada pria asing yang secara jahat merebut ciuman pertamanya tadi?



▪▪▪







Di lain tempat. Di mana rumah yang lumayan besar itu tampak tak berpenghuni. Pria berpenampilan serba hitam berjalan menyusuri ruangan yang sunyi. Dia menenteng tas belanjaan supermarket yang isinya beberapa perlengkapan wanita.

Memutar kenop pintu secara perlahan tanpa menimbulkan kerusuhan. Dia memasukki sebuah kamar bernuansa merah muda. Ada seorang gadis meringkuk di atas kasur. Memeluk boneka kelinci yang warna bulunya sudah bercampur air liur dan derai airmata setiap dia menangis. Pria itu menghela napas perlahan. Melangkah maju dengan sepatu yang salah satu talinya terlepas, tetapi tak dia hiraukan. Seperti sebelumnya dia di kejar-kejar oleh anjing atau hantu.

Mengusap pelan surai pirang gadis tadi. "Naya, bangun. Kakak sudah pulang," ucapnya lembut. Gadis tadi adalah adiknya. Bukan! Ia bukanlah anak kecil seperti apa yang telah aku deskripsi-kan dengan kamar pink dan boneka kelinci. Melainkan, Naya adalah gadis remaja menjelang dewasa.

Geliatan kecil sang adik perlahan pula membuka mata sipitnya. Lalu tersenyum. "Kak Naga! Tadi Naya bermimpi sangat-sangat indah."

Ucap Naya semangat. Membuat Naga--pria tadi, tersenyum. Inilah kebahagiaannya. Saat Naya sangat-sangat tenang itu adalah kebahagiaan yang tiada terkira. Mengingat, Naya menjadi gadis depresi setahun terakhir ini. Jadi, sifatnya pun berubah-ubah. Kadang senang, tapi, kadangkala moodnya tak setenang orang normal, mengamuk, bahkan banyak pengasuhnya dan sudah ganti beberapa kali karena tak kuat dengan Naya yang selalu mengamuk dan memukul tanpa ampun.

Naga mengusap kening Naya yang tampak membiru seperti bekas benturan. "Naya tadi kejedot apa?"

Naya yang sibuk memelintir rambutnya langsung berlagak mengingat apa yang terjadi tadi? Ah, Naya ingat.

"Tadi, Naya minta buah. Tapi, sama Mbak Alin gak di kasih buah yang Naya mau. Jadi Naya nangis, dan kebentur kepalanya Mbak Alin," ucapnya santai. Naga menutup matanya miris, memikirkan, bagaimana nasib Mbak Alin sekarang?

"Memangnya mau buah apa?"

"Semangka yang warna ijo, tapi di kasih yang warna kuning sama merah"

Naga nampak melongo, ada-ada saja  permintaannya. Iya, semangka memang ijo--kulitnya, tapi, yang Naya minta isinya juga ijo. Di mana carinya coba?

"Ya udah, ini kakak ganti sama roti kesukaanmu. Nanti, kalau udah di makan. Langsung tidur lagi, ya. Kakak mau keluar dulu."

Naya mengangguk meraih tas kresek yang isinya roti. Sedang yang isi perlengkapan tadi, sudah ia sisihkan dalam lemari pakaian Naya. Naga tersenyum lalu meninggalkan Naya. Setelah pintu tertutup, Naga berjalan menuju kamar Mbak Alin--pengasuh Naya. Ingin tahu, apakah anak orang itu gak apa-apa setelah di bentur dengan kepala Naya? Setelah sampai pintu kamar Mbak Alin. Naga mengetuk pintu. Nampak presensi Mbak Alin yang memakai serbet di isi es batu di kepalanya.

"Mbak, kamu gak apa-apa?"

Mbak Alim nyengir. "Gak apa-apa, Mas. Cuma benjol dikit. Tapi, tenang. He he," ucapnya dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa dirinya benar-benar gak apa-apa.

Naga mengangguk. Lalu pergi meninggalkan Mbak Alin tadi. Ini sudah ke 20 bahkan lebih mungkin. Pengasuh Naya selalu berganti selama satu bulan sekali, alasannya karena gak kuat. Untung, Mbak Alin ini agak lamaan. Sudah satu bulan setengah ia bertahan. Semoga gak ganti lagi. Soalnya; Naga juga capek. Ah, mikirin itu Naga jadi ingin cepat-cepat mandi dan tidur. Besok pagi, ia harus bekerka shift pagi di cafe. Menggantikan temannya yang cuti mau ngelamar pacarnya. Bekerja di situ semata-mata bukan untuk meraup uang, tapi ada alasan lain yang gak mungkin ada yang tahu. Cukup jadi rahasia Naga sendiri.



■■■

[Man Hearts Destroyer]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang