Bab 9. Hey Buddy!

6 0 0
                                    

"Ternyata bulol nyata adanya. Mana nawarin jadi teman gue lagi. Nasib buruk bakalan datang setelah ini."
-Aspi-

🍭🍭🍭

Beberapa kali Cia mondar mandir gak karuan di depan kamar Naren. Gemeletuk dari giginya yang sedang menggigiti kulit jarinya pun terdengar lumayan jelas di dalam suasana yang sunyi ini. Tiba-tiba saja dia menautkan ke sepuluh jarinya dan merapalkan berbagai macam doa sebelum keberanian dalam dirinya muncul begitu saja hingga tangannya enteng mengetuk pintu.

"Abang, Cia masuk ya?" Lirihnya yang sebenarnya kayak gak ngomong sih.

Saat pintu di buka, gak ada siapapun disana. Suara air dari dari ruangan segi empat di ujung sana membuat Cia sedikit kesal. Cia paling gak suka nungguin Naren mandi karena cowok satu itu suka ngadem dalam kamar mandi, biasanya 30 menitan cuman merenungkan kadar air dalam bak atau paling tidak kecepatan cairan shampo jatuh ke tangan saat memencet botolnya. Kadang Cia pengen sumpal mulutnya yang komat-kamit dalam kamar mandi merapalkan mantra-mantra rumus dari A-mampus.

"Tumben rakyat jelata kalem nungguin sang raja. Ada apa gerangan wahai benalu?" Naren yang baru saja keluar dari kamar mandi masih sibuk menggosok rambutnya yang basah memakai handuk bekasnya tadi.

"Rakyat jelata pantat abang bisulan! Cantik gini dikatain rakyat jelata, burik ya mata lo?" Protes Cia mendengus kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Rakyat jelata pantat abang bisulan! Cantik gini dikatain rakyat jelata, burik ya mata lo?" Protes Cia mendengus kesal.

Naren melemparkan handuk yang sedikit lembab bekas menggosok rambut ke wajah Cia sampai si anak itu menjerit karena kesal, "Pantat gue mulus ya, lebih mulus dari muka lo!" Cibir Naren. Kini kakinya melangkah ke arah jendela sekedar membuka pintu kaca jendela agar angin masuk dengan leluasa, "Ngapain sih njir? Keluar gak?" Misuh Naren saat kepalanya di cium bantal hasil lemparan Cia.

"Minta duit." Cia kembali membentak Naren, siapa yang butuh siapa yang galak?

"Pardon? Emang lo siapa?"

Cia menggertakkan giginya kesal, "Adek lo tolol! Gitu aja lupa."

"-1. Gue gak suka ya cara bicara lo. Mending lo keluar sebelum gue terpaksa coret nama lo dalam daftar kartu keluarga." kata Naren berusaha meredam emosinya. Gak tau emosi mulu dengar Cia ngomong kasar. Kayak, nih adeknya sekolah di lingkungan apa sih kok kata-kata kasar keluar gitu aja tanpa perhitungan.

"Dih bisanya ngancem doang." Cia mencebikkan bibirnya lalu beranjak dari duduknya, tapi baru aja melangkah dua kali, anaknya tiba-tiba main nyosor bergelayut manja di tangan Naren. "Bang, minta duit yaaaa. Cia butuh uang, abang baik deh. Ya?" karena plan pertama minta secara brutal gak mempan, sekarang pindah ke plan kedua minta secara halus dan sedikit aegyo lebay.

"Anjay! Jijik Ci, ih jauh-jauh lo." Naren mendorong dahi Cia dengan jari telunjuknya, tangannya berusaha melepas tautan tangan Cia yang masih bergelayut manja. Bulu kuduk Naren merinding, Cia kalau mode kek gini jadi lebih horror dari setan.

Asa Untuk RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang