Bab 1

1.4K 18 0
                                    

"Emil, lepasin!"

"Bentar aja, Ki, gini dulu."

Akilla berusaha melepaskan dirinya dari dekapan Emilio. Pria itu malah asik menenggelamkan kepalanya di leher Akilla, serta mengeratkan lingkaran tangannya di perut gadis itu. Belum cukup di situ, Emilio menarik selimut untuk menutupi tubuh karena dinginnya AC.

"Mil, kita ada kelas pagi loh, Mil. Ntar keburu telat."

"Emang jam berapa sih sekarang?" sahut Emilio dengan suara paraunya, masih enggan meninggalkan kepalanya dari leher Akilla.

"Udah jam delapan."

"Kelasnya kan jam sepuluh. Ntar lagi deh, masih ada dua jam lagi."

"Tapi mesti siap-siap dulu, Sayaaaang."

Mendengar panggilan sayang itu seketika membuat membuat kepala Emilio terangkat.

"Panggil apa tadi?"

"Emil."

"Bukan itu. Tadi kamu manggil sayang."

"Ya terus kenapa?"

"Bagus. Makin dibiasain ya, enak banget dengernya dari mulut kamu soalnya."

Akilla langsung memukul kepala Emilio.

"Sayang pale lo! Dah, lepasin ah! Aku mau mandi nih." 

Bukannya mengindahkan kemauan Akilla, Emilio malah menarik gadis itu telentang, dan ia berpindah posisi berada  di atas  Akilla.

"Harusnya kasih ciuman dulu nih. Muah!" Emilio mengecup sekilas  bibir Akilla, lalu mengecupnya kembali dengan gemas.

"Dah ah, sana! Napas lo bau jigong!"

Tak peduli dengan hinaan Akilla, Emilio malah semakin bertingkah. Ia melumat bibir gadis itu, mengecapnya tanpa ampun. Memasukkan lidahnya ke mulut Akilla.

Akila yang membalas tiap lumatan Emilio, bahkan tangannya sudah mengalung di leher pria itu. Keduanya memejamkan mata, menikmati rasa masing-masing.

"Ah!" Akilla mendesah tertahan Emilio meremas payudaranya. Memainkan putingnya dengan lembut. Gadis itu semakin bernafsu melumat bibir Emilio.

"Main bentar ya, Ki."

Akilla tak sempat menjawab, karena ia sendiri sudah dikuasai gairah. Terlebih lagi ketika Emilio menarik kausnya ke atas, sehingga terpampang sudah payudaranya yang tak mengenakan bra.

Emilio menjilat sekali puting Akilla, dan menatap reaksi gadis. Bibirnya tersungging miring, karena selalu menyukai wajah Akilla ketika dilanda gairah. Ia menjilat lagi putingnya, dan Akilla kembali mengeluarkan desahan.

"Yang bawah mau dimainin juga, nggak, Ki?" tanya Emilio seraya mengelus paha Akilla.

Seketika Akilla tersadar, ia melepaskan tangannya Emilio dari tempatnya dan menutup kembali payudaranya.

"Nggak. Ini mau ngampus." Akilla mendorong Emilio dari atasnya, lantas bangkit.

"Nanggung nih, Ki. Pliiis."

"Nggak mau ah, nanti jadi nggak jadi ngampus. Sana main sama sabun aja."

Akilla langsung beranjak dari sana tanpa memedulikan wajah memelas Emilio, yang hanya bisa menatap kasihan pada pusat tubuhnya.

***

"Em, buruan!"

"Iya, bentaaaar!"

Akilla berdecak mendengar sahutan Emilio yang masih berada di dalam apartemen, sementara ia sudah tak sabaran untuk berangkat ke kampus. Ia melirik jam tangannya, sudah menunjukkan setengah sepuluh lewat. Waktunya tak banyak lagi, sedangkan jarak dari apartemen ke kampus memakan waktu kurang lebih lima belas menit. Akan lebih cepat kalau mengebut.

"Emilioooo!"

"Iya, iyaaa. Ya ampun, nggak sabaran banget sih Ibu Negara satu ini."

Emilio akhirnya datang, masih membenarkan ikat pinggangnya.

"Lagian lama banget sih!"

"Habis  coli!"

Akilla melotot mendengar jawaban blak-blakan Emilio. Ia segera berjalan lebih dulu menuju lift.

"Ki, tungguin!" Emilio buru-buru mengejar Akilla. "Eh tapi, kunci mobil kayaknya ketinggalan deh, Ki. Astaga!"  Emilio seketika panik ketika ia meraba isi kantong celananya, tak ada benda tersebut. Mana lift sudah jalan pula.

Akilla mendengus, kemudian ia dengan santainya mengangkat sebuah benda yang dicari-cari Emilio.

"Ya ampun di sini rupanya, lo emang sahabat gue yang paling bisa diandalkan, Ki. Muah!" Emilio langsung mengecup gemas puncak kepala sahabatnya itu seraya mengambil alih kunci mobilnya. Akilla selalu gerak cepat tiap kali Emilio lupa sesuatu.

"Udah tahu sih bakalan lo tinggalin. Ketimbang ntar balik lagi mau ngambil, bisa-bisa nggak jadi ke kampus nanti."

Emilio terkekeh seraya mengacak rambut Akilla. "Itu yang bikin kita sepaket, Ki. Lo emang paling tahu gue banget."

Akilla berdecih seraya membuat pandangan ke arah lain.

To be continued ….

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang