2

7 0 0
                                    

Duduk manis sembari menikmati burger hangat didepan meja. Hujan diluar rasanya membuat hari itu semakin lama rasanya. Kiara duduk sendirian diantara keramaian, menunggu kedatangan seseorang yang kini resmi menjadi kekasih hatinya. Siapa lagi kalau bukan Raizan. Tak terasa sudah 3 bulan lamanya sejak kejadian itu. Kejadian yang bahkan tak akan pernah dilupa. Awan, angin, matahari, tanah semua saksinya. Saksi dari dua orang yang pada akhirnya bersama.

Tiga bulan berlalu, sudah banyak cara berkencan yang mereka lakukan. Mulai dari menonton film layar lebar bersama. Bermain ke kebun binatang, memberi makan monyet yang Kiara bilang mirip Raizan. Hingga hanya duduk berdua di tempat kopi tengah kota dan berbincang tentang apa saja yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Tak lama seseorang yang ditunggu akhirnya datang. Kiara senang. walaupun sudah cukup lama ia memiliki Raizan, tetapi ketampanan Raizan tak pernah hilang dari matanya. Wajah teduh yang selalu mendamaikan hati yang melihatnya. Kadang Kiara cemburu, sebab semua orang dapat melihatnya. Takut-takut akan banyak wanita yang ingin merebut Raizan dari pelukannya. Tapi Kiara sadar bahwa hati Raizan hanyalah untuknya.

Perbincangan hangat pun terjadi. Akhir-akhir ini Kiara sibuk melakukan tugasnya sebagai anggota organisasi. Hingga bisa dibilang waktunya untuk Raizan pun berkurang. Pulang malam, dan masih banyak hal lagi yang membuat Kiara sulit menghubungi kekasihnya itu. Entahlah, Kiara yang egois bahwa ia ingin dimengerti karna itu sudah kewajibannya menjadi anggota organisasi atau memang kesalahan Raizan yang tak pernah mengerti bahwa kehidupan Kiara jauh tidak hanya seputar Raizan. Hal tersebut menjadi masalah yang melibatkan keduanya akhir-akhir ini.

Sebagai anak organisasi awal-awal, Kiara masih belum bisa menyeimbangkan seluruh prioritas dalam hidupnya. Banyak sekali hal-hal yang membuat kiara merasa lelah. Kiara adalah tipikal orang yang akan melakukan apapun demi sesuatu yang sudah ia capai. Tapi terkadang hal tersebut yang membuat Raizan kesal. Bagaimana tidak, Kiara seakan hanya datang ketika dia membutuhkan teman untuk membagi semua dukanya. Awalnya hal tersebut terasa wajar di mata Raizan, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan kesenangan yang Kiara bagikan kepadanya. Jika seperti ini Raizan merasa tidak berguna sebagai kekasih, tetapi hanya sebagai tempat Kiara lelah.

"Hallo" sepatah kata canggung terlontar ketika Raizan sudah duduk tepat di depan Kiara. "Udah pesan?" Pertanyaan yang tak perlu ada jawabannya. Karna Raizan pun tahu bahwa sudah ada sepotong burger dan sebuah minuman dihadapan Kiara.

Kiara mengangguk canggung. Ya memang akhir akhir ini perselisihan antara keduanya mulai muncul. Dan salah satu tujuan mereka bertemu untuk menyatukan isi pikiran yang selama ini mereka rasakan.

"Zan maaf..." Lirih Kiara melontarkan permohonan maafnya. "Aku selalu berharap kalau kamu bakal mengerti" lagi-lagi, Kiara terlihat seperti seorang egois.

"Hal ini gak gampang, buat aku dan kamu. Semua hal rasanya jadi beban, aku selalu tahu bahwa resikonya akan seperti ini. Tetapi aku tidak pernah menyangka bahwa kamu akan se-marah ini" hal tersebut tetaplah permohonan maaf. tetapi banyak dibumbui pembelaan, seakan tidak ingin disalahkan.

"Aku ngerti ra, pada awalnya. Tapi semakin kesini rasanya kamu tidak menginginkan kehadiranku." Raizan takut ia akan salah kata, tapi apalah daya. Hanya itu yang ada dipikirannya saat ini.

"Aku bahkan merasa tidak se spesial itu untuk dibilang prioritas kamu. Karna pada kenyataannya aku selalu dijadikan nomor ke sekian. Aku tidak lebih dari seorang teman yang mendengarkan tanpa pernah didengar. Rasanya aneh jika ini apa yang orang menyebutnya kekasih" Raizan akhirnya mampu mengutarakan semua yang ingin ia katakan kepada Kiara.

"Aku egois, aku minta maaf" kecil suara Kiara mengucapkannya. Ia sedih rasanya ia menjadi orang yang sangat menyesal di dunia.

"Kalau begini, apa bedanya kita ketika masih menjadi sahabat Kiara?. Ku kira akan ada hal istimewa lain yang tidak biasa kita lakukan sebagai seorang sahabat. Maaf tapi jujur, aku kecewa" Raizan yang tak pernah menangis seketika menangis pecah. Sama halnya dengan Kiara.

Mereka menyadari, mereka tidak salah. Kiara tidak jahat, begitupun Raizan. Hanya waktu dan takdir yang tidak tepat.

"Ini hal yang aku takuti sejak dahulu Ra, kehilanganmu. Tapi rasanya hubungan ini tidak dapat dilanjutkan. Biarlah aku bahagia dengan caraku dan kamu bahagia dengan caramu" Raizan rasanya tidak siap, tapi apa boleh buat ini keputusan terbaik yang sudah ia pikirkan matang-matang seminggu yang lalu.

"Aku tidak pernah ingin melihat kamu pergi, tetapi kiya harus menghadapi kenyataan. Kita harus menghadapi bahwa kita tidak sepaham lagi sekarang. Meski hubungan kita berakhir, aku tetap mencintaimu, itu sepadan."

PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang