• satu •

50 2 0
                                    

# Huh?

"Do you remember how we met, Nari?"

Satu alisku terangkat. Tanpa ada angin atau hujan, tiba-tiba dia melontarkan pertanyaan seperti ini. "Huh? So sudden? Why?" tanyaku.

Kuturunkan novel yang tengah kubaca, menatap laki-laki itu penuh tanda tanya.

"Just asked. Kinda want to reminiscing our good old memories," jawabnya sembari mengambil snack yang berada di laci dapur.

Mataku mengikuti kemana arah laki-laki itu berjalan, yang kemudian mengambil posisi di sebelahku; duduk di kursi meja makan.

"You know that our first encounter was so bad, don't you?" tuturku, kuputar kursi menjadi menghadapnya.

"Yeah."

"Then?"

Tatapanku memaksanya untuk menjawab. Ayolah, bukan karena aku tidak ingin menjawab pertanyaannya. Aku ingat betul bagaimana kami berdua bertemu. Hanya saja ini terasa aneh karena dia tiba-tiba mengungkitnya...

"Forget it."

"Huh?"



# Tatap

Kuperhatikan laki-laki yang sedang sibuk dengan ponsel pintarnya ini. Sejujurnya, ketimbang memperhatikannya, aku lebih tepatnya menatap curiga dengan tingkah lakunya hari ini. Akan kuceritakan kelakuan ajaibnya, tetapi biarkan aku memperkenalkannya kepada kalian semua.

Dia, Yoon Keeho. Laki-laki yang telah menjadi sahabatku lebih dari 10 tahun. Dahulu sewaktu kecil tinggal di Kanada; namun saat berumur 6 tahun pindah ke Korea. Rumahnya tepat di samping rumahku. Aku sering bertandang ke rumahnya untuk bermain dengan Bambi; anjing Corgi peliharaannya.

Dia... entahlah bagaimana mendeskripsikannya. Dia memiliki tinggi semampai selayaknya laki-laki remaja di umur 17 tahun, rahang dan tulang pipinya tegas, rambutnya hitam mengkilap karena rajin dirawat, dan suara yang tidak begitu berat. Ah, tetapi kalian harus tahu betapa merdu suaranya. Ia sangat pintar bernyanyi.

Keeho adalah social butterfly. Social butterfly adalah Keeho—begitu caraku mendeskripsikannya. Ia seseorang yang sangat supel dan luwes. Ia tidak pernah ragu-ragu untuk bersosialisasi. Ketika aku pertama kali mengikuti kursus pun ia yang menemani—lebih tepatnya ia kujadikan tameng sosialisasi. Ia seorang yang tidak pernah segan untuk menyapa atau bertanya. Ia bisa menjadi seseorang yang seperti kawan lama meskipun baru bertemu berapa menit karena kepribadiannya yang begitu santai.

"Girl, are you done staring at me?" tanya laki-laki itu sambil menaruh ponselnya di atas meja makan. "Do you finally realized that I am look so fine that make you eyes feel want to fall off?"

"Ge-er," cibirku.



# Definisi Aneh

"You haven't answer my question," ucap Keeho.

"You said just forget it. Do you somewhat back to the first time you get puberty or what?" sahutku. 

Mata Keeho mendelik, sementara bibirku mencebik sembari menatapnya aneh.

"Memangnya kalau aku nggak jawab kenapa, sih?" tanyaku, penasaran dengan tingkahnya.

Keeho mengendikkan bahunya. "Nggak apa-apa, tuh. Pengen tanya aja."

"Dan kalau aku jawab?" tanyaku.

"Ya, nggak apa-apa juga."

"Ish," aku menjauhkan badanku sedikit sambil memicingkan mata. "You're being weird today."

Keeho alih-alih membalas responku, malah mengikuti posisiku sekarang ini. "Definisi keanehan adalah Keeho, Sayang," ucapnya, lalu di akhir memberikan satu kedipan mata kepadaku.

"MERINDING!" sahutku dengan nada agak meninggi. Aku menutup mulut dan memandangnya tidak percaya. Kelakuannya benar-benar aneh sekarang ini.

Keeho terbahak. Ia lantas menyentil dahiku kecil. "Aku nggak aneh. Kamunya aja kali yang mikir begitu."

Aku kemudian menautkan jari-jari, memejamkan mata, dan berkata, "Tuhan, tolong berikan aku petunjuk. Jiwa temanku sepertinya tertukar."

"Heh! Aku nggak kesambet, ya!" sergah Keeho sambil memisahkan kedua tanganku yang masih bertaut.



# Tepuk

"Nari yakin nggak mau nginap?" tanya Keeho memastikan di saat kami berdua sudah berada di depan pintu. "Nemenin Mama sekalian."

Aku menggeleng. "Nggak, paling Ayah udah pulang besok pagi."

"Oh, oke," balas Keeho.

Aku mengantarnya sampai ke luar pintu. Yah, sesungguhnya aku tidak perlu mengantar Keeho sampai ke luar, tapi ini sudah menjadi kebiasaan. Maksudku, meskipun kami sangat dekat, kurasa sopan santun pun harus tetap ada, kan?

"Bye, Keehorseee~" ucapku jenaka sambil melambaikan tangan kecil.

"Wah, malam-malam malah ngajak ngelawak," balasnya. Ia kemudian meniru suara kuda beberapa kali, yang akhirnya membuat kami berdua terbahak-bahak.

"Hahahah... udah, udah. Sana pulang, besok masih sekolah tahu," kataku sambil menyeka air mata yang sedikit keluar akibat tertawa keras tadi.

Keeho masih terkekeh. "Hahah.. oke, oke."

Aku melambaikan tanganku lagi. Kali ini kami benar-benar harus stop bercanda karena malam semakin larut dan besok kami harus berangkat sekolah pagi-pagi.

Aku baru saja ingin mengucapkan ucapan selamat tinggal sekali lagi kepada Keeho, akan tetapi tingkahnya seketika membuatku terdiam.

"Dah, Nari," ucapnya,—

—diiringi dengan tepukan pelan di pucuk kepalaku.

'Huh?'

• to be continued •

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pretty Perfect [Yoon Keeho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang