Foto Abu-abu

624 2 0
                                    

Tak terasa apa yang ku alami kini telah menjadi kenangan. Layaknya suara ombak di malam hari, seperti decitan suara induk burung tuk kasih, suara nyaring lembut yang menegurku saat itu. Tak terasa jiwa ku kini termakan waktu, terus hidup dengan mengayomi ilmu mu. Mulai lama kini ku mulai rapuh, begitu juga ingatan ku tentang diri mu

Pagi ini ku mengingat mu. Sosok yang membuat ku berdiri maju, sosok yang hidup dalam kalbu, sosok pahlawan hidupku. Sesaat ku mengingat waktu-waktu itu, saat sosok mu memerah marah kepada ku, begitu kesal nya kau saat itu, saat ku tak mau mendengarkan mu. Kesal, marah, dan rasa jengkel yang menghiasi wajah mu membuat diri ku seakan bahagia, membuat ku sadar bahwa ada sosok yang selalu melihat ku, mendengar ku, mengasih, dan sosok yang sangat peduli padaku. Ingatan tentang mu membuat ku tertawa kecil menghiasi wajah ku, rasa kenang ku rasa, terimakasih, dan bahagia.

Saat mengingat mu. Aku mulai menyadari benda itu. Bergegas diriku berjalan melewati lorong-lorong tempat tinggal ku, hingga sampailah aku ke tempat ini tempat penuh kenangan, tempat yang sudah termakan banyak waktu. Sebuah gudang lama ku.

Seketika pandangan ku terfokus akan sebuah kotak tua, kotak lusuh berwarna hitam itu, sebuah kotak yang menyimpan seluruh kenangan ku dengan mu. Ku mulai mendekatinya, membersihkannya dari seluruh debu. Kotak tua terbuka menaburkan kisah menunjukan satu benda, sebuah album foto tua, sebuah buku cerita, daily yang menuliskan kisah.

Halaman pertama ku buka. Sungguh foto yang membuatku mengingatnya, membuat diri ku termakan akan kenang saat itu. Di foto itu terlukiskan diriku, tergambar lelaki lemah sosok yang pasrah akan semua, tak pintar dalam belajar, berteman, dan tak mampu untuk berusaha. Sosok yang hidup tanpa belaian induknya, mereka hanya bekerja dan bekerja. Semakin ku ingat sosok ku saat itu benar-benar membuat diri ku yang sekarang kesal akan diriku yang dulu.

Ku balik halaman. Mempertemukan ku dengan foto kedua, saat diri ku memulai awal kisah. Terlukis suasana kelas yang biasa, dengan aku yang tampak sendiri tanpa siapa siapa. Di hari ini lah saat ku pertama bertemu dengan mu, sosok guru yang luar biasa.

Dulu pada saat pagi itu, diriku yang telah masuk ke jenjang SMA mulai mempersiapkan segala yang ku butuh kan akan sekolah. Waktu awal yang berjalan biasa, hingga bel berbunyi kau memasuki ruang kelas dengan senyuman ramah, memperkenalkan dirimu pada kita semua. Berucap kata layaknya berkisah, bertukar tanya dengan kami semua. Hingga waktu membuat mu memperhatikan ku, sosok yang tak tertarik akan semua itu, sosok yang benar-benar duduk sendiri di ramainya ruangan kelas mu.

“Hai, nak. Ayo ikut memperkenalkan diri pada kita semua” Itulah kata pertama yang kau ucapkan padaku saat kita pertama kali bertemu, kata kata yang terdengar biasa bagiku, hingga ku mengakhirinya dengan perkenalan diriku.

Berakhirnya kisah, berlanjut dengan diri ku yang membuka halaman selanjutnya. Dengan wajah yang mulai dihiasi oleh senyum dan haru, mengingat seluruh kejadian itu, aku pun mulai menatap, melihat ke arah foto tersebut. Sebuah gambaran beku yang menyimpan kenangan yang membuat diriku benar-benar mulai berubah. Foto yang melukiskan ku dengan sahabatku dan sosok guru yang selalu memberi dorongan padaku untuk maju.

“Hai, lama g ketemu ya.” Ucap sosok seorang teman SMP yang cukup suka mengganggu dulu, seketika dia berkata, ejeknya sambil merangkul. Sontak aku menepis tangan nya, aku tak suka akan nya, sesaat SMP aku pernah berselisih dengan nya, hingga kita berdua berakhir di ruang BK. Seperti yang ku duga orang tua ku kepalang amarah, mereka memaki, memukul, dan menatapku hina. Diri ku berubah saat itu, tak melawan kini telah jadi jawaban bagi ku.

“Ah, kau tampak sombong seperti dulu ya.” Dengan wajah kesalnya, dia mendekatkan ujung hidung nya pada ku “pantas saja orang tua mu tak peduli padamu, kau benar benar tampak seperti sosok yang gagal” Sambil mengangkat jarinya dia menempelkan ujung telunjuknya pada ku “orang, gagal sepertimu akan hanya jadi sosok sampah yang gak berguna, memang apa sih yang kau bisa hingga dirimu itu mengabaikan ku.” Dengan mendengarkan seluruh pintanya itu benar-benar membuat telingaku berdenging, Amarah yang mulai memuncak ke ubun-ubun mulai membuat ku mengepalkan tangan ku. Memukul dan dipukul, itu terus terjadi hingga kita berakhir di ruang BK saat itu.

Ruang hening, dingin, dan udara yang berat seakan menyuruh diri ku untuk diam. Sepi berjalan hingga akhirnya terpecah dengan terbukanya pintu ruangan. Terlihat sosok nya yang masuk melewati pintu tersebut, dia adalah wali kelas ku. “Apa sih yang kalian lakukan sampai membuat kalian berdua bertengkar layaknya binatang” Ucapnya dengan nada kesal, seperti nada kasih dan amarah yang dia tujukan pada kita, pada kami berdua. Seketika kami serentak tak mampu berkata. Saat mendengarnya berucap seperti itu, itulah saat aku pertama sadari bahwa ada sosok guru yang tak menganggap masalah muridnya adalah sebuah pengganggu dalam waktunya. Sosok guru yang benar-benar peduli pada anaknya. “Dia, mengabaikan ku.” “Dia, memprovokasi ku” Itulah pernyataan yang kami saling lontarkan. Entah bagaimana dia memahami, sebuah masalah sepele yang kami hadapi. Dia menyuruh kami berbaikan dan saling memaafkan. Itu saja? Iya itulah yang dia lakukan.

Ketika keluar dari ruangan itu. “Az maaf ya, bak dari dulu ku hanya ingin satu. Berteman dengan mu” Ia meminta maaf ku, sambil tertunduk. “Sebenarnya saat itu kau mulai berubah. Mungkin itu karna ku, karna ruang BK itu” Dia lalu menepuk pundak ku, seakan akan menyuruhku memahami akan maksudnya “aku mengganggu mu karna aku ingin kau kembali pada dirimu. Namun aku sadar telah membuat mu terpojok dan membuat anak anak lain melakukan hal yang sama padamu”

Seperti itulah kisah dalam foto ini berakhir. Saat itu ku menyadari bahwa sebuah masalah tak dapat di selesaikan hanya dalam satu arah pandang. Ada banyak hal yang tak bisa kau lihat dari satu sudut pandang, karena setiap masalah memiliki banyak jawaban. Dan jawaban yang ditemukan nya membuat kita memahami akan satu dan yang lain, membuat kita yang awal bak musuh berubah seperti sebuah teman, hal yang benar-benar beda dari yang ku bayangkan.

Foto ini benar-benar membawa kenangan yang melekat mengikat di kalbu ku. Sebuah awal ku yakini, bahwa diriku dapat berubah menjadi sosok yang aku mau. Menjadi diriku sendiri

Tak terasa halaman buku ini mulai menipis, menandakan sebuah akhir kisah akan terbalik. Kini ku melihat foto terakhir dalam album ini, sebuah foto yang menggambarkan kelulusan ku, baik dari sekolah dan lulus dari diri ku dulu yang menyedihkan itu. Di situ tergambar wajah senyumku, tanpa penyesalan, tanpa keterpurukan, namun berlinang akan air mata perpisahan

Aku ingat akan semua, sebelum itu terjadi, sebelum senyuman menghiasi diri. Saat itu masalah yang sama masih melilit ku, sulit akan belajar, berteman, dan berbagainya. Namun kau membantuku. Mengajari ku dengan sabar, memberiku faham tanpa melontarkan sedikitpun cacian. Kesabaran mu menyelimuti ku, membuatku tak ingin dirimu berlarut akan kecewa, hingga aku memutuskan tuk berusaha dengan apa yang ku bisa.

Semua mulai berlalu, sampailah pada perpisahan sekolah saat itu. Perpisahan yang membuat ku benar-benar haru, karena diriku harus meninggalkan mu. Namun ku tau dirimu masih harus berjuang untuk terus membangkitkan mimpi seluruh anak didik mu, baik itu sekarang ataupun kan datang. Setidaknya aku akan menggunakan apa yang kau ajarkan untuk masa depan. Menggunakan seluruh kenangan yang kau berikan. Sebuah ilmu akan kehidupan

Semakin lama linangan air mata ku tak terhenti. Itulah akhir kisah ku dan dirinya, seorang sosok guru yang benar-benar luar biasa. Kini saat ku balik halaman hanya tersisa ruang kosong tanpa tulisan. Sesadar ku ambil foto dalam saku baju ku, foto yang di ambil kemaren hari. Sebuah foto yang akan benar-benar mengakhiri kisah di buku tua ini. Tanggal XX bulan XX tahun XXXX telah meninggal guruku, sosok pahlawan hidupku.

-Firdaus

Guru : Pahlawan Tanpa Tanda JasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang