Dalam ruang gelap dan lembap, dua sosok saling berhadapan, amarah membara di antara mereka. "Hei, Kaisar keparat! Dia itu anakmu, kenapa kau begitu kasar padanya, hah?!" Suara Harlord menggema di dinding-dinding batu, penuh dengan kemarahan.
Kaisar, yang berdiri di hadapannya dengan wajah tak tergoyahkan, menatap tajam. "Jika kau tak paham apa-apa, lebih baik diam saja," katanya dengan nada yang memotong seperti pedang. Kaisar telah muak dengan sekretarisnya, Harlord, yang selalu berani mengambil kesimpulan sendiri dan menantangnya.
Harlord merasa ngeri oleh ketegasan Kaisar, namun ia tetap teguh pada pendiriannya. "M-Maaf, Yang Mulia. Hamba hanya berpikir Anda terlalu kasar pada putri Anda. Tidakkah Anda ingat pesan terakhir almarhumah Ratu?"
Senyum tipis menghiasi wajah Kaisar, namun tatapannya menjadi semakin tajam. "Kau terlalu banyak bicara, Harlord. Mungkin sudah waktunya kau menemani ratuku di akhirat?" Suaranya dingin, mengancam, dan tak ada keraguan dalam setiap katanya.
Tubuh Harlord gemetar hebat. Ia tahu betapa serius ancaman itu. Dengan cepat, ia bersujud di hadapan Kaisar, berharap belas kasihan. Namun, semuanya sudah terlambat. Dalam satu gerakan cepat, Kaisar menghunus pedangnya, mengayunkannya dengan kekuatan yang tak tertahan.
Kepala Harlord terpisah dari tubuhnya, jatuh dengan bunyi yang menyesakkan di lantai. Kaisar tertawa kecil, suara yang terdengar seperti gema dari neraka itu memenuhi ruangan. "Akhirnya, hama ini lenyap," ucapnya dengan kepuasan yang menyeramkan.
Namun, sebelum ia bisa menikmati kemenangannya, sesuatu yang aneh terjadi. Pandangannya mulai kabur, dan kegelapan yang semula hanya mengelilingi ruangan kini seolah merayap masuk ke dalam dirinya. Kaisar merasakan kesadaran mulai menghilang, tubuhnya melemah. Dia tersentak—ada sesuatu yang salah.
Di tengah kegelapan ruang bawah tanah yang lembap dan sunyi, seorang pria terbangun dari pingsannya. "Ukh..." gumamnya, suaranya terdengar lemah dan bingung. Perlahan, ia membuka matanya, berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan yang asing dan gelap.
"Di mana aku?" pikirnya, merasa tubuhnya sakit dan lelah seolah-olah baru saja mengalami sesuatu yang sangat berat. Ia mencoba bangkit dari lantai dingin yang terasa kasar di kulitnya, namun aroma amis yang tajam segera menusuk hidungnya, membuatnya tersentak. Saat pandangannya mulai fokus, ia menyadari bahwa bajunya kini ternoda oleh percikan darah yang masih segar.
"Apa ini... darah? Darahku?" gumamnya, merasa ngeri.
Saat ia mengalihkan pandangannya ke samping, sesuatu yang jauh lebih mengerikan tertangkap oleh matanya. Di sana, hanya beberapa langkah darinya, tergeletak sebuah tubuh tanpa kepala, darah masih mengalir dari leher yang terputus. Pemandangan itu begitu mengejutkan, hingga ia hampir kehilangan keseimbangan. "Huh.... Kepalanya mana?!"
Perasaan mual langsung menyerangnya. Ia merasakan perutnya bergejolak dan tanpa bisa ditahan, ia memuntahkan isi perutnya ke lantai. Tangannya gemetar, dan keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Pusing yang tiba-tiba melanda membuatnya sulit berdiri tegak. "Kenapa... kenapa kepalaku terasa berat begini?" gumamnya, bingung dengan sensasi aneh yang tiba-tiba menyerangnya. Kilasan-kilasan ingatan asing mulai berputar di dalam kepalanya, seolah-olah mencoba memberitahunya sesuatu yang penting.
Ia memejamkan mata, berusaha mengumpulkan pikirannya yang berkecamuk. Sebelum ini, ia hanya ingat sedang bermain game dengan teman-temannya di rumah. Semuanya terasa biasa saja, sampai tiba-tiba ia merasa pusing luar biasa dan semuanya menjadi gelap. Dan kini, saat ia terbangun, ia berada di tempat asing ini, dengan pemandangan yang mengerikan di hadapannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah aku diculik?" pikirnya, mencoba mencari penjelasan yang masuk akal. "Tapi siapa yang akan menculikku? Dan kenapa?"
Setelah beberapa saat mencoba menenangkan diri dan mengatur napas, pria itu, yang sekarang kita ketahui bernama Aldo, memutuskan untuk menjelajahi ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ayah antagonis
FantasyApa yang terjadi jika seorang pria bernama Aldo Sidgads terjebak dalam sebuah novel romantis, bukan sebagai pahlawan, tetapi sebagai Kaisar tirani yang kejam? Bukan hanya itu, ia juga menjadi ayah dari seorang antagonis utama dalam novel itu. Namun...