Re:

101 14 5
                                    

Altina tahu, bahwa sebenarnya terlalu bahagia adalah sebuah kesalahan.

Saat ia memilih untuk menetapkan hati dan turut dengan irama Lisa, Altina merasa semuanya akan baik-baik saja. Altina Devara sangat menyukai Lisa Savitri, menyukainya melebihi pengalaman masa lalu yang rasanya sebatas lelucon belaka.

Lisa Savitri adalah sosok yang berbeda jauh dari Altina yang serba serius, serba tertata. Melihat balik, Altina selalu merasa heran kalau ada banyak yang tidak tertarik dengan perangainya yang ramah dan bagaimana ia dikenal sebagai si modis bertenaga sadis dari bagian gudang di kantor.

Melihat Lisa juga membuat Altina bertanya-tanya mengenai apa yang ia lalui sebelum memutuskan pindah ke kantornya yang sekarang: kehidupan statis yang selalu bertahan di jalan lurus. Lisa dahulu menyangka bertunangan dengan seorang laki-laki yang ternyata bermuka dua merupakan sebuah poin final dalam kehidupannya.

Sebelum menemui Lisa, Altina tidak tahu apa-apa soal ketertarikan dengan sesama jenis - tidak, bukan berarti ia menampiknya dengan sebelah mata. Hanya sekedar tidak terpikirkan. Menyukai perempuan adalah sebuah konsep yang tidak pernah Altina sadari sebelumnya mengingat dirinya yang tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti pacar-pacaran. Dirinya yang cukup populer karena pintar dan sulit didekati membuatnya menjadi sebuah trofi bagi laki-laki yang penasaran. Ia masih ingat kala-kala itu: 'Cowok mana yang bisa menggugurkan pertahanan Altina Devara?' di sebuah akun lambe turah semasa SMA.

Untuk menghindari hal-hal yang memuakkan itu, ia akhirnya memilih untuk mendekati seorang jagoan olimpiade fisika, Tristan. Hubungan mereka cukup langgeng sampai akhirnya berkuliah dan bekerja, hingga segalanya berakhir bagai tumpukan domino yang jatuh beruntun; pelan tapi pasti.

Akan tetapi, segalanya dengan cepat berubah setelah ia mengenal siapa sebenarnya Lisa Savitri dan bagaimana Altina mengorbit di sekeliling Lisa dimulai dari sebatas kolega yang bertemu di hari pertama masuk kantor.

Ketika Lisa menyatakan cinta padanya, hujan deras turun di luar kantor. Lisa adalah antitesis hujan, ia pernah bilang itu sesekali. Altina juga pernah menenangkannya ketika petir besar membuat listrik satu kantor padam. Lisa sangat membenci hujan, tapi ia menyatakan rasa sukanya di momen yang sangat ia segani.

Di saat yang sama, Altina akhirnya merasa segalanya jelas: ia juga menyukai Lisa. Ia ingin memiliki Lisa lebih dari bagaimana ia dulu pernah berpacaran dengan mantannya sedari bangku SMA.

Mereka pun memutuskan untuk menjalani kehidupan yang lebih dekat; tinggal bersama, mengenal satu sama lain dengan irama yang tidak ditentukan, berbagi ruang dalam hati, dan perlahan membuka diri.

Hari itu hujan turun lagi, rintik-rintik yang menodai payung, ketika Lisa tidak lagi hangat di dalam pelukan Altina. Pemilik rambut hitam itu menggenggam payung dengan setengah hati, matanya masih berusaha mencari Lisa yang telah menghilang ditelan rinai hujan dan keramaian orang yang berlalu-lalang. Hatinya yang semula mencelos telah reda, digantikan secercah hampa yang tiada dua. Sepasang cincin yang hendak diberikan Altina terlanjur dingin di dalam saku blazer hitam yang dikenakannya. Tangannya yang tadi menjalin jemari Lisa pun sempurna kosong.

"Maafkan aku, Tin."

Altina sudah lupa bagaimana caranya menangis. Air matanya sudah kering ketika ia dikeluarkan oleh mantan pacarnya dari kantor lamanya akibat sebuah kesalahpahaman. Air matanya sudah tandas setelah melihat cincin pertunangannya dikembalikan bersama dengan surat penuh dengan ujaran kebencian.

Altina pun menutup mata, memeluk dirinya sendiri, merasakan dingin yang sangat hebat alih-alih menyayat jiwanya. Memori tentang hari-hari hangat yang ia habiskan bersama Lisa tak kunjung membuat getaran di sekujur tubuhnya berhenti sempurna.

Ia sudah membayangkan perpisahan seperti ini di salah satu mimpi-mimpinya, tapi kenapa ia masih juga turut terluka?

Re:Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang