November rain

14 4 1
                                    

Sinar matahari pagi telah sedari tadi menelisik wisma bernuansa putih abu yang menjadi penginapan untuk panitia, dan juga peserta mulai hari ini. Gemericik air sudah terdengar sejak selepas subuh tadi, mereka yang mempersiapkan diri lebih awal pasti penyebab suara tersebut.

"Gam, gue mules banget, lo duluan aja ke aulanya," Teriak Rio dari kamar mandi.

"Oke."

Selesai mengancingkan kemejanya dan mengecek penampilannya sekali lagi di depan kaca, ia membalut kakinya dengan kaus kaki dan juga sepatu, kemudian meluncur ke aula untuk sarapan dan briefing.
Sebelum menyantap semangkuk bubur dihadapannya, baca doa dulu dong, kata mama, kalo makan ga baca doa dulu, nanti setan ikut makan.

"Aamiin."

"Ini ukhti-ukhti pada kemana sih 15 menit lagi briefing belom pada dateng," Keluh Joan.

"Lagi make gincu bang," Sahut Pierry sambil menelepon bestienya, Tessa untuk mengetahui dimana ciwi ciwi ini berada.

"Di speaker," Pinta Joan.

Seakan mengetahui alasannya ditelepon, belum juga yang menelepon melontarkan sepatah kata, Tessa menyahut "Sabar, lagi di lift." Kemudian mematikan telepon tersebut secara sepihak.

"Cenayang dia kayaknya," Ujar Pierry.

"Yaudah, lanjutin makannya gais, trus briefing ya," Tutup Joan.

"Eh si Rio mane ?"

"Muntaber kayaknya, dari subuh bolak balik kamar mandi," Jawab Gama menanggapi pertanyaan Rean.

Selepas briefing yang ditutup doa bersama agar hari ini dimudahkan dan acara berjalan lancar, beberapa panitia ke auditorium untuk melanjutkan persiapan acara, dan beberapa lainnya ke area gerbang dan parkiran untuk mengatur kedatangan peserta.

Ratusan nametag untuk barang bawaan peserta disiapkan, troli koper dijejerkan, bingkisan untuk peserta ditata dan dihitung ulang. Bingkisan untuk peserta berisi alat tulis, topi, pin, name-tag, dan kemeja light blue yang senada dengan warna kemeja panitia.

Gama yang bertugas di pembagian bingkisan dan pengisian presensi sudah ambil posisi setelah membantu yang lain. Sambil menunggu peserta datang, ia berniat mengganti tali name tag-nya yang lepas.

"Dih elu apain dah kok bisa lepas, lu makan ?"

"Ini pengaitnya emang agak kendor gitu, jadi emang lepas terus. Ada sisa tali name tag gak sih ?"

"Pake tali rapia aja," Canda Rean.

"Rese lu." Gama cemberut dan memasukkan name tag ke saku celana formal-nya.

"Gama ! Urgent urgent ! Gue boleh minta tolong gak ?" Teriak Tessa.

"Minta tolong apa ?"

"Tolong ke foto kopi, beliin isian staples, 2 ya, punya kita tinggal dikit. Kembaliannya buat lo aja, makasih ya," Pesan Tessa sambil menyerahkan selembar uang 5 ribuan.

"Foto kopi belakang ?"

"Iya, makasih banyak ya Gam."

"Gue pergi bentar ye An," Izin Gama pada rekannya.

"Sok, ati-ati."
---
"Pagi mamang !" Pekik Gama menghancurkan konsentrasi mamang yang lagi nyapu tokonya.

"Eh si kakang, ada apa atuh masih pagi udah kesini," Sapa mamang pemilik foto kopi dengan logat sunda-nya yang kental.

"Mau beli isian steples mang."

"Ooh ada, mau berapa ?"

"Dua wae mang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

lyvirusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang