Adopsi

947 88 11
                                    

Harsa melambaikan tangannya pada sosok balita yang duduk di belakang motor sambil berpegangan erat pada pria di depannya.

"Kapan-kapan ke rumah Om lagi ya, Tania!"

Tania hendak melambai, tapi ingat kalau dia bisa jatuh jika melepaskan pegangannya dari sang Papa. Jadi dia hanya menyahut, "Ntar Tania ke sini kalo dapet ijin dari Ayah ya!"

"Balik dulu ya, Kak!" Pamit Wirya –Papa Tania– sebelum melajukan motornya.

"Hati-hati!"

Harsa masuk ke rumahnya saat motor Wirya tidak terlihat lagi. Senyumnya tidak jua luntur sedari tadi Tania datang.

Tania adalah salah satu anak temannya. Dia biasanya diasuh oleh sang Papa yang merupakan pelatih nari. Sedangkan Ayahnya merupakan salah satu manajer perusahaan yang cukup besar. Dia biasa dititipkan ke rumah Harsa kalau-kalau Papanya sedang sibuk dengan klub menarinya.

Sementara Harsa sendiri sudah menikah dengan Hwaya. Laki-laki yang seumuran dengannya dan memiliki hobi yang sama, melukis. Dinding rumah mereka yang bergambar abstrak sepertinya sudah cukup menjadi bukti. Pernikahan mereka sudah memasuki tahun kedua dan sebentar lagi merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ketiga. Tiga tahun tanpa anak tidak membuat hubungan mereka renggang. Sebaliknya, Harsa dan Hwaya semakin lengket bersama.

Rasanya seperti masih pacaran dulu, cuma status kami yang beda, kata Harsa beberapa hari lalu saat mereka datang di reuni SMA.

Sejujurnya, Harsa senang jika Tania berkunjung. Rumahnya jadi sangat ramai dan lebih ceria karna kehadiran seorang anak kecil. Tapi di sisi lain, Harsa tidak suka jika Tania pulang. Karna Hwaya–

"Kamu mau punya anak?"

–Pasti menanyakan hal yang sama, lagi dan lagi.

Harsa dan Hwaya sama-sama suka anak-anak. Mereka suka anak kecil karna menggemaskan. Tapi 'suka anak kecil' dan 'memiliki anak' adalah dua hal yang berbeda. Jika memiliki anak, mereka ikut dibebankan dengan tanggung jawab. Kebutuhan hidup anaknya dari hal-hal mendasar hingga detail, harus mereka yang penuhi.

Harsa siap dengan tanggung jawab tersebut. Tapi tidak dengan Hwaya.

Latar belakang keluarga Hwaya yang keras membuat Hwaya takut jika dia melakukan hal yang sama pada anaknya di masa depan. Jika dia nanti mungkin akan berlaku kasar mengingat begitulah cara orang tuanya mendidik dirinya dulu. Hwaya takut jika dia akan menciptakan dirinya yang lain di masa depan.

Makanya hingga usia pernikahan mereka yang kedua tahun ini, keduanya belum mau memiliki anak.

"Kamu udah siap?" Harsa balik bertanya.

Pertanyaan berulang yang selalu dijawab gelengan oleh Hwaya.

Namun kali ini berbeda, Hwaya mengangguk.

Harsa mematung sebentar. Tidak percaya tentu saja. Puluhan kali pertanyaan yang sama terlontar dan puluhan kali mendapat jawaban yang sama pula. Baru kali ini responnya berbeda. Harsa patut terkejut.

Setelah terdiam cukup lama, Harsa menyahut, "Jangan maksain. Aku masih bisa nunggu kok, Ya."

"Nggak. Aku rasa aku udah siap. Kalau terus nunggu ketakutanku ilang, pasti waktunya lama banget, Sa. Aku yakin aku siap."

Harsa tersenyum melihat kesungguhan di kedua manik Hwaya. Suaminya benar-benar serius tentang hal ini. Berarti tak ada alasan lagi bagi Harsa untuk meragu.

"Besok kita ke panti ya. Nggak apa-apa 'kan kalo kita adopsi aja?"

"Aku yang harusnya nanya kayak gitu." Ada jeda sejenak sebelum Hwaya melanjutkan, "Maaf ya aku nggak spesial kayak Darrel atau Lintang."

Harsa mendekat, merengkuh Hwaya dalam pelukannya.

"Jangan ngomong gitu, Aya. Kamu spesial, spesial banget bagi aku."

*****

Mobil Harsa berhenti di sebuah rumah besar dengan anak-anak kecil yang asik bermain di halaman. Palang besar bertuliskan 'Panti Asuhan Kasih' berdiri tegak di depan pagar rumah.

Iya, Harsa dan Hwaya berada di panti asuhan sekarang. Hari ini mereka akan mengadopsi anak. Prosesnya mungkin akan sedikit rumit karna harus mengurus banyak dokumen.

Harsa berbicara dengan pengurus panti yang juga merupakan kenalannya. Sementara Hwaya bermain dengan anak-anak panti lainnya. 

"Maunya yang kayak gimana, Kak? Ada kriteria khusus nggak?" Tanya pengurus panti.

Harsa menjawab, "Pengennya sih yang udah agak gedean, Vin. Biar nggak terlalu ribet ngurusnya. Kasian Hwaya juga."

Gavin membawa Harsa ke ruang tengah di mana banyak anak kisaran 3-7 tahun sedang bermain bersama. Ada yang bermain boneka, mobil-mobilan dan lain-lain.

Namun dari semua anak yang ada di sana, tidak ada satupun yang membuat Harsa tertarik. Mungkin dia harus bertanya pada Hwaya dulu. Barangkali suaminya itu udah punya pilihannya sendiri.

"Gue tanya Hwaya dulu deh, Vin."

Harsa melihat Hwaya yang sedang duduk di ayunan kayu dengan seorang bayi di pangkuannya dan seorang wanita paruh baya di sisi lainnya yang sepertinya juga pengurus panti ini.

"Aya," panggil Harsa.

Hwaya mendongak, senyumnya mengembang melihat Harsa. Sebelah tangannya yang bebas melambai-lambai kecil, memberi isyarat agar suaminya mendekat.

"Asa, liat nih. Lucu 'kan bayinya?" Hwaya mengelus pipi gembul sang bayi yang tengah tertidur.

"Aya suka?"

"Iya. Aya suka. Boleh nggak kita adopsi yang ini aja, Sa?"

Harsa bersimpuh, menatap bayi itu dan Hwaya bergantian. Dia menggenggam tangan Hwaya yang bebas dan mengelusnya pelan.

"Ini masih kecil banget loh, Ya. Aya emang yakin buat ngurusnya?"

Hwaya mengangguk mantap, pandangannya tidak lepas dari bayi di pangkuannya. Terlihat sekali Hwaya sangat menyukai bayi ini. Entahlah, Hwaya hanya merasa punya ikatan tersendiri dengan si bayi mungil.

"Gimana, Kak?" Gavin ikut keluar menghampiri Harsa dan Hwaya.

Sedangkan pengurus panti yang tadi di samping Hwaya langsung pergi.

"Namanya siapa?" Harsa menunjuk bayi di pangkuan Hwaya.

"Ah, dia. Belum ada namanya kalo dia, Kak. Baru empat hari di sini."

"Surat-suratnya belom diurus juga ya?"

"Iya, Kak. Belom sempet."

Harsa menatap sang bayi sekali lagi. Lalu berujar, "Kayaknya dia aja deh, Vin. Hwaya suka banget."

"Surat-suratnya mau gue atau lo yang urus?"

"Kalo lo yang ngurus, ngerepotin nggak, Vin?"

"Lo kayak sama siapa aja. Santai, Kak. Paling gue butuh KK sama KTP kalian."

"Ntar ambil aja di rumah."

Gavin mengacungkan jari jempolnya, mengiyakan.

—TBC

Halo??? Maaf ya kalo update berikutnya bakal lumayan lama. Parenting ternyata susah banget(╥﹏╥) Makanya aku harus hati-hati research biar gada kesalahan (semoga). Makasih udah baca, sini kisseu(づ ̄ ³ ̄)づ

OH! Ada rekomendasi nama panggilan buat joonghwa dari anak mereka???

USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang