Prolog

6 4 0
                                    

Kia sedang menyusuri trotoar jalan menuju tempat tinggalnya--sebuah apartemen lusuh dan kumuh di pinggir kota. Ia berjalan tergesa-gesa seperti sedang diburu sesuatu. Semakin jauh ia melangkah, semakin gelap jalanan yang ia lalui. Penerangan pun cukup remang-remang, sehingga sulit untuk melihat sesuatu dari sudut mata. Semakin menjauh, semakin sepi dan sunyi, sehingga Kia dapat mendengar deru nafasnya sendiri.

Semakin lama, terdengar suara lain---suara sepatu bergesakan dengan jalanan trotoar---yang sama tergesanya dengan Kia, dan terdengar seperti semakin mendekat. Mempercepat langkahnya, sekitar beberapa meter dari tempatnya berjalan tergesa, ia dapat melihat gedung apartemen tua, tempat tinggalnya. Semakin cepat ia melangkah, semakin pendek jaraknya dan gedung itu. Tepat sekitar 3-4 meter sampai ia dapat  menapaki undakan bagian depan halaman gedung apartemennya, suara langkah yang mengikutinya sudah hilang. Merasa lega, Kia sedikit mengurangi kecepatan langkahnya dan terlihat sedikit lebih santai.

Namun, rasa leganya tidak berlangsung lama. Ketika ia memasuki kamarnya, ia melihat seseorang yang sudah ada di sana sebelum dia. Orang yang ia kenal beberapa saat yang lalu. Belum sempat Kia menanyakan pertanyaan mengapa dan bagaimana, orang tersebut---seorang pemuda sekitar berumur 20 tahunan---sudah terlebih dahulu berbicara.

"Wah wah, aku tidak menyangka orang seperti apa kau Kia, dan ternyata ini lah yang membuatmu selalu bersembunyi?"

"....", Kia masih memandang pemuda itu, tanpa menjawab pertanyaannya.

Hening.

"Jadi apa yang akan kau lakukan? Kau tau ka--"

Kalimat pemuda itu terputus begitu Kia menyela sambil tersersenyum,

"Rahasia adalah rahasia. Bukan rahasia, jika ada yang tahu."

Bang.

Dan semuanya gelap. Hidupnya semakin gelap. Dia tau, dia harus pergi. Meninggalkan hidupnya dan segala yang ada di dunia ini. Dunia seorang Kia.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Januari, 2017 (10 tahun kemudian)

"Kau masih membaca file kasus itu?", seorang pemuda memasuki sebuah ruangan dengan membawa due gelas kopi, menegur pemuda lainnya di ruangan itu.

"Yah, seperti yang kau liat", ujar pemuda yang satu lagi---masih duduk dibalik meja kerjanya sembari membalik-balik lembaran kertas.

Pemuda yang baru memasuki ruangan tadi kemudian meletakkan secangkir kopi di meja kerja pemuda sebelumnya, dan menyesap gelas kopi lainnya, yang masih ia pegang. Ia pun ikut menelusuri lembaran-lembaran kertas yang menyita perhatian pemuda yang sedang duduk---temannya.

Ia sadar, tentu saja kertas-kertas itu adalah file penyelidikan kasus yang masih belum dipecahkan. Kasus yang terjadi 10 tahun yang lalu, tepat di sini. Di kota mereka. Belum lama ini, terjadi kasus yang serupa dengan yang pernah ada di kota mereka. Tentu saja hal ini menarik perhatian temannya, walaupun, saat ini, kasus itu berada jauh dari kota dan bahkan bukan d8 negara mereka. Kasus yang sama terjadi di sebuah desa kecil di negara tropis, Indonesia.

Namun demikian, temannya tetap dengan tekun mengikuti perkembangan kasus yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Dan tentu saja temannya berniat mencari tahu benang merah dari dua kejadian tersebut. Karena, di masalalu temannya adalah satu-satunya orang yang selamat saat kejadian 10 tahun lalu. Dan inilah yang menjadi pemicu, hingga temannya kini menjadi seorang detektif swasta. Berdua, mereka mendirikan agensi ini, dan memecahkan kasus-kasus misterius yang belum pernah terpecahnkan. Dan temannya sangat menekuni bidang ini, sebab satu dan lain hal. Tapi yang dapat ia lihat adalah, penyesalan. Entah sesal akan apa, atau akan siapa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jakarta, 2017.

"Tidak ada empat musim di sini, tapi, lets's play, its summer time."

.

.

.

.

.

T.B.C

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bloody SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang