Rencana atau Wacana?

69 4 0
                                    

Minggu malam yang cerah untuk berkencan. Malam ini aku memutuskan untuk menghabiskan malam berbincang bersama kedua kawanku. Sebatas nongkrong, ngobrol ngaler ngidul sebari menghabiskan 1 cup es krim juga satu porsi ayam kriuk di tongkrongan langganan, McDonald's, di daerah Hz. Mustofa.

"Bentar lagi 17 Agustus, apa enggak ada rencana buat naik gunung lagi gitu?," ucap Nur mengawali perbincangan kami.

"Rencana mah ada tapi ujung-ujungnya pasti wacana. Mana bentar lagi mau sidang, sibuk sana sini," balas Dina merasa pusing.

"Aku sih udah buat perjanjian sama patner kerjaku. Tanggal 17, 18 aku ambil libur. Tapi, 4 hari sebelum libur aku lembur," balasku tidak mau kalah.

Mengingat di tempat kerjaku tidak bisa libur, meskipun itu hari libur nasional sekalipun. Maka dari itu aku sudah mengambil ancang-acang dari bulan Juli. Maklum, aku hanya pekerja toko biasa. Berbeda dengan Nur dan Dina yang pekerja kantoran. Yang punya kalender merah.

Tidak terasa ternyata arlojiku sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kami menggibah di tongkrongan sampai selarut ini, aku terkekeh membayangkan tingkah konyol kami.

Saking gregetnya, Kak Nur meminjam ponselku. Lalu mengetikkan beberapa pesan di grup chat Whatsapp lalu mengirimnya. Nama grupnya Silaturahmi Avenger, nama yang unik.

"Kuyyy, Naik gunung moal?"

Tidak lama berselang, salah seorang dari grup membalas chat yang di kirim Kak Nur.

Tingg.. suara pesan masuk.

"Naek atuh. Kuy Gunung Perengkeun," balas Trio di grup WA.

Ya ampun, si Trio kok malah ngelawak. Gunung pereng kan nama tempat dekat tempat tinggalnya si Dina. Ah dasar.

Ada beberapa kawan kami juga yang merespon di grup chat, mereka sama antusiasnya seperti kami bertiga.

Tingg... tingg... ting...

Puluhan chat kini memenuhi ponselku.
Aku, Kak Nur dan Dina, tertawa merasa puas malam itu. Kami berhasil memancing keributan dalam grup.

"Hahaha. Kan apa aku bilang, harus dipancing," celetuk Kak Nur, di tengah-tengah gibahan kami.

Aku jadi teringat tiket kereta yang sudah aku pesan sebelumnya. Niat awal sih aku dan Kak Nur akan berlibuur ke Jakarta, nyatanya berkelana lebih menggod. Mau tidak mau tiket yang sudah kami pesan harus di Cancel. Dengan harapan rencana pendakian bukan sekadar wacana.

Setelah puluhan pertimbangan, kurang afdol rasanya kalau hanya berdiskusi di ruang chat. Kami memutuskan untuk berdiskusi tatap muka saja, membahas rencana pendakian di Base Camp andalan di daerah Cempaka Warna.

***

Hari itu malam jumat, sementara aku masih melayani pelanggan di toko tempatku bekerja. Aku sudah tidak sabar untuk segera pulang. Kawan-kawanku sudah menelpon sedari tadi, memintaku segera datang ke Base Camp.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, aku bergegas merapikan tasku lalu bersiap menuju base camp. Setelah sebelumnya menelpon Ibu meminta izin kalau malam ini aku pulang telat.

5 kawanku sudah berkumpul sedari tadi, selepas isya. Ada Awan, Triyo, Kamil, Kak Nur juga Dina. Hanya aku saja yang telat datang.

"Gak jadi mucuknya," celetuk Kamil membuatku jengkel.

Nyatanya mereka hanya bercanda. Kalau saja benar wacana lagi, liburanku hanya mimpi semata.

Akhirnya semua kawanku bisa berkumpul di Base Camp. Banyak hal yang kami bahas mulai dari rencana kita mendaki ke mana, buget yang harus dikeluarkan, kendaraan yang siap untuk berangkat, sampai peralatan juga logistik yang harus dibawa.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang