Oceana sudah siap dengan pakaiannya yang serba biru, seperti janji nya pada hana untuk menemaninya untuk kepasar, langkah kaki nya saja baru berhenti akibat teriakan yang cempreng terdengar dari luar, raut wajah masam itu sudah bisa menerka siapa yang akan datang, kakanya yang tercinta, tapi sungguh playboy kampungan.
Oceana melanjutkan langkah kakinya, tangannya baru saja akan memenggenggam pembuka pintu, lelaki itu sudah lebih dulu membukanya, wajahnya tersenyum licik, ia sudah menduga, lelaki itu akan melakukan hal seperti itu.
"Tumben mau kemana? Mau pacaran pasti kan? " Ganggu genta.
"Bukan urusan kaka, sudah sanaaa gangguin aja kerjaannya" Tangan genta sudah memegang kepala adiknya sedari tadi, dengan cepat oceana memgang tangan kakanya tadi yang sudah tersenyum.
"Kak?" ia mulai bertanya.
"Kenapa lagi kan suruh pergi?" wajahnya sudah kembali normal.
"Kaka tau soal perjodohan aku? atau justru kaka yang nyaranin lagi ke mama? kebiasasan sih kaka, ihh ganggu hidup ku mulu" wajahnya sudah agak kesel melihat kakanya, sedari tadi senyuman yang terus berubah dari wajah kakanya membuatnya sedikit kesel.
"Kamu tuh kebiasaan sukanya nuduh mulu kerjaan, kalau bukan kaka gimana? mau tanggung jawab? emang siapa sih yang mau ama kamu, ngeselin kek gini, kek nenek lampri lagi, kerjaannya marah-marah" wajahnya masih kesal sedari tadi, wajah tertawa itu hanya bisa keluar dari genta yang sedang mengolok-olok adiknya yang sedang kesal.
"Yasudah, saanaaa ngapain masih di sini ganggu aja ihhhh, saanaaa keluar-keluar" ia mulai mendorong bahu kakanya keluar dari kamar.
"Iyya iyya santaiii yang penting itu bukan kaka, nggak tau itu siapa juga, yah mungkin inisiatif mama atau papa, karena kamu suka marah-marah" Gelak tawa itu kembali terdengar dengan cepat genta berlari menjauh dari oceana yang sudah lebih kesal, siap dengan buku biru yang aan ia lempar.
"Ihhhh ishh, punya kaka kek motor bebek, suka mogok otaknya dan ngeselin" wajahnya kembali menenang.
tangannya sudah siap dengan tas ransel kecil yang ia pundaki dengan senyum ia mulai keliar kamar, langkahnya sedikit cepat, tiga menit ia melewati tangga, suaranya yang sedikti berisik usah membuat mamanya berbalik arah.
"Kamu mau kemana? itu hana udah nungguin kamu dari tadi, sana cepat" mamanya mulai kembali melangkah ke dapur.
Seperti biasa hana sudah siap dengan baju favoritnya, hello kitty pink dengan dasar abu-abu celana kulot menjadi pilihannya saat itu tak lupa helm anak gen z, helm merk bogo atau helm kodok entah mengapa dinamai kodok.
"Kamu sudah siap? gak lupa apa-apa kan?" ia bertanya kepada oceana, oceana hanya mengangguk tenang.
Jalanan sedang senggang, padahal hari ini pasar, yang biasanya akan ramai oleh motor dan juga para penjual yang banyak di trotoar jalan, tatapannya berfokus pada lelaki yang sedari tadi sedang memerhatikan hana, lelaki itu agak asing dengan tatapan yang ramah, baju hijau loreng, agak tinggi mungkin 165 cm, mungkin hana kenal dengan lelaki ini.
"Na, naaa"
"Hmmm kenapa oceana manisss" tanya oceanan lagi, lelaki itu mendekat dan akan menyapa sepertinya, hana menyampingkan motor, beberapa meter dari lelaki itui yang sedang mendekati mereka, tangannya kosong, oceana berbalik, lelaki itu membalas dengan senyuman.
Kaki mereka sudah menyentuh tanah dan lelaki itu sudah tepat berada dibelakang mereka, "Haii hana, masih ingat dengan aku?" lelaki putih itu sedang berada tepat di belakang mereka.
"hana? ngomon sama aku?" hana bertanya dengan wajah penuh keanehan.
"Menurutmu aku bertanya pada batu yang ada di bawah mu itu?" Lelaki itu balik menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna, Bunyi, dan Bentuk
Aktuelle LiteraturSebuah kisah yang bercerita tentang anak kecil yang lahir saat bulan sedang datang dan ombak sedang menyapu halaman pasir. "Nak saat kau besar nanti kamu pasti paham hidup itu hanyalah tentang warna, bunyi, dan bentuk yang akan berpadu menjadi hal i...