"Hua! Menjijikan! Jangan dekat-dekat kamu!"
"Hahaha, kotor sekali! Bersihkan sana!"
"Sini kubersihkan~"
"Jangan,"
"Kumohon hentikan,"
"HENTIKAN!"
.
.
.
.
Sial, lagi-lagi kamu melamunkan hal itu. Masa-masa sekolahmu yang sungguh tidak bisa kamu lupakan seumur hidup, sepertinya. Baru saja kamu menjalani kehidupan SMA-mu selama kurang lebih satu bulan, tapi sudah menjadi target pembullyan. Kamu tidak begitu yakin, tapi sepertinya hal ini terjadi karena sikap sok heromu itu. Tidak lama sebelum kamu dibully habis-habisan, kamu sempat membela anak yang menjadi target sebelumnya.
Semenjak itu, semua mulai berubah.
Kamu mendengus. "Memang begini sifatku, mau diapain lagi?" pikirmu sembari menggaruk ubun-ubun yang tidak gatal. Sialnya, kehidupan SMA-mu itu baru saja dimulai, harus bersabar selama kurang lebih dua setengah tahun lagi? Untuk dapat meninggalkan manusia-manusia tidak jelas yang hanya suka menyakiti orang lain tanpa alasan. Kamu menghela nafas panjang. Dan segera pergi ke tempat tidur.
Setelah mematikan lampu kamar, kamu menyelimuti dirimu dengan kain tebal yang hangat. Memandangi jam alarm yang berdiri di atas meja. Tidak terasa, air matamu sudah mengalir dan menggenang, membasahi sprei kasurmu. "Aku ingin.... kehidupanku yang damai..." gumammu. Dan setelah itu kamu memejamkan matamu. Menelusuri dunia mimpi, satu-satunya dunia yang damai bagimu.
:v
Sinar matahari mulai memasuki kamar tidurmu melalui sela-sela korden. Menyinari sedikit permukaan kulitmu. Kamu beranjak dari kasurmu dan pergi ke kamar mandi membersihkan dirimu dengan air shower yang dinginnya sangat menusuk kulitmu. Setelah selesai kau memanggang roti dan membuat susu panas selagi menunggu roti bakar siap.
Di saat yang bersamaan, roti hangat dan susu seduhanmu siap untuk disantap. Kamu memakannya perlahan, sendirian di meja makanmu. Ibumu? Dia sudah tiada sejak kamu lahir, sepertinya. Kalau Ayah? Ia bahkan tidak pernah menunjukan wajahnya walau sering mengirimi surat. Kau selalu sendirian. Bahkan kau juga saat ini selalu disakiti. Sungguh malang.
Setelah selesai menyelesaikan kegiatan rutinmu di pagi hari, kamu mengambil tas sekolahmu dan memakai sepatu dengan cepat. Lalu menginjakan kakimu ke beton yang akan mengarahkanmu menuju sekolah. Kau sedikit ragu untuk pergi ke sekolah sekarang. Namun kau tidak mau anak-anak di sekolah beranggapan kamu sudah menyerah. Padahal hanya hal sepele, tapi kau tetap tidak mau itu terjadi. Karena hal itu lebih menyebalkan dari pada ditindas setiap hari.
Akhirnya kau melangkahkan kakimu dengan perlahan. Masih pagi, santai saja. Kamu berjalan tanpa melihat ke depan. Sehingga tanpa sengaja kau menyenggol pundak seorang lelaki cukup keras. "Ah, maafkan saya," ucapmu sembari membungkukan badanmu di depan lelaki itu dan akhirnya melanjutkan berjalan.
GREP
Tanganmu seperti sedang ditarik. Kamu menoleh ke belakang, ternyata memang benar tanganmu sedang di genggam oleh lelaki yang tadi kau tubruk. Tapi kenapa? Bahkan ekspresi lelaki ini seakan ia mengenalmu. Kamu mengerutkan keningmu. "Maaf, apa kamu marah karena saya tabrak tadi?" tanyamu sopan.
Lelaki ini masih menatapmu setengah tidak percaya. Kamu semakin heran saja, tidak mengerti apa-apa. "(name)?" ucap lelaki itu. Hmm? Dari mana dia tahu namamu? Padahal kamu tidak ingat pernah punya kenalan sebelumnya. Yak, hal ini membuatmu memiringkan kepalamu 90 derajat kesamping(?).
KAMU SEDANG MEMBACA
you're my happiness
Fanfictionkarena semua rasa sakit itu, aku mendapat kembali orang yang kucintai. Tempat untuk barnaung kembali. Dan aku dapat tersenyum kembali seperti saat aku masih kecil. Itu semua karena dirimu. Saat ini sampai seterusnya, kamulah kebahagiaanku.