Hujan, Biskuit dan Coklat Panas

140 29 7
                                    

BoBoiBoy belongs Animonsta Studio.
Saya selaku author izin meminjam karakternya. Disini saya tidak mengambil keuntungan apapun.

Terdengar suara gemuruh disertai sambaran petir yang menjadi pelengkap gumpalan awan hitam di langit. Awan hitam yang bagaikan ombak tampak tengah berjalan seiring arah hembusan angin kencang.

"Ayo cepat angkat jemurannya!" pinta Gempa yang sudah mengangkat salah satu sisi kris jemuran pakaian dibantu Halilintar di sisi lain ke bawah atap di depan pintu rumah.

Begitu juga dengan Solar yang memilih menyambar baju-baju miliknya secepat kilat yang tergantung di kris jemuran baju yang lain dan berlari masuk.

"Itu satu ketinggalan," sahut Duri seraya menunjuk sebuah kain yang masih tergantung.

"Biarin! Itu cuma lap."

Setiap tetesan yang jatuh membuat basah jalan raya dan tanaman. Tak ketinggalan kaca jendela yang sesekali terciprat air hujan akibat hembusan angin.

Turunnya hujan hari ini tentu membuat para petani gembira dan beberapa anak cowok tengah berlarian di pinggir jalan tanpa baju. Suara tawa menggema di jalanan yang rada kosong. Kecuali satu orang yang cemberut di balik jendela. Dagunya bertumpu di tangan kanannya. Mata jingganya menatap aliran hujan yang jatuh dari langit.

"Blaze, daripada cemberut gitu, mending kamu bantu aku buat kue." Taufan yang tengah sibuk memanggang kue.

Si pemilik nama masih kokoh bagaikan patung. Tidak ada balasan singkat maupun sekedar menoleh.

"Hujannya deras sekali. Bakal awet sampai sore," komentar Solar yang sedang duduk di sofa seraya meneguk secangkir hot chocolate. Mata kelabu di balik kacamata visornya fokus melihat suasana di luar.

Muka Blaze semakin kusut. Ia membalikkan badan dan langsung berdiri.

"Aku benci hujan!"

Teriakan frustasinya memancing perhatian seluruh penghuni di ruangan itu.

"Acara jalan-jalan kita batal karena hujan. Karena gledek kita juga tidak bisa nonton TV."

"Ya, mana boleh nonton TV. Nanti bisa meledak karena antena disambar petir," sahut Gempa yang lain. Ia tengah membantu kakaknya membuat kue.

"Pokoknya aku benci sangat benci hujan!"

Blaze masih mengeluarkan unek-uneknya dan kembali duduk. Kali ini Blaze menjatuhkan dirinya di sofa di samping Ais yang berbaring memeluk boneka paus. Hanya tiduran menikmati suasana dingin.

"Janganlah kamu membenci hujan. Karena datangnya hujan adalah berkah," gumam Ais yang setengah tidur.

"Betul tuh. Tanamanku jadi subur karena turun hujan."

Duri gembira melihat tanamannya yang tersiram air hujan. Matanya berbinar-binar dan kedua tangannya di depan dada yang telapak tangannya dikepalkan.

Blaze hanya membuang napas kesal. Kedua tangannya dilipat di belakang kepala.

"Liburan kita masih panjang. Ini baru awal liburan. Besok kita masih bisa jalan-jalan," hibur Halilintar dengan nada datar. Pandangannya fokus membaca buku.

Blaze memasang ekspresi sedih seraya memandang ke langit-langit ruangan.

"Hujan begini petani sangat diuntungkan. Kita bisa terus makan nasi karena sawah mendapat air hujan. Coba pas menjelang musim kemarau. Petani mengalami merugikan besar. Kita semestinya bersyukur saat hujan tiba."

Gempa mengatakan hal itu seraya meletakkan secangkir hot chocolate di atas meja yang ada di depan Blaze.

"Hujan juga menyebabkan bencana seperti banjir bandang," respon Blaze seraya mengambil cangkirnya. Ditiupnya dulu sebelum diminum sedikit.

"Banjir itu karena ulah manusia."

Ais mulai bangun dengan kedua mata yang masih terpejam. Tangan kananya mengucek matanya.

"Gempa, tolong buatkan hot chocolate juga dong."

Gempa mengiyakan dan kembali ke dapur yang tak jauh dari ruang keluarga. Ice memandang Blaze yang sibuk menyeruputi minuman hangatnya. Saat kakaknya sedang menjeda acara minumnya Ia kembali berucap.

"Blaze, banjir itu terjadi karena manusia yang gak bertanggung jawab. Mereka seenaknya membuang sampah sembarangan. Padahal sudah disiapkan bak sampah. Namun malah dirusak."

Ais menjadi sedikit geram saat mengingat dirinya melihat secara langsung dimana seseorang dengan santainya membuang sampah ke laut. Laut jadi menampung banyak sampah. Ditambah hewan laut tidak bisa membedakan mana makanan dan mana sampah.

"Penebangan hutan yang liar juga menyebabkan banjir. Pohon itu untuk menyerap air dan menahan tanah supaya tidak longsor," tambah Duri sedih mengingat kasus penebangan liar akhir-akhir ini di berita.

"Aku heran. Kenapa mereka tidak sadar kalau perbuatan mereka sendirilah yang membuat datangnya musibah," tanya Taufan entah kepada siapa. Ia meletakkan sepiring penuh biskuit di atas meja. Ice langsung menyambarnya.

"Rasanya mustahil mereka akan tobat."

Solar mengambil sekeping biskuit dan mengambil tempat duduk. Saudaranya yang lain ikut duduk di posisi masing-masing dan mulai menyantap biskuit coklat mereka.

'Ya, setidaknya masih ada hari esok,' batin Blaze mulai tersenyum kecil. Pandangannya mengarah ke luar jendela.

Benar kata mereka, sepatutnya aku bersyukur karena hujan turun. Bukannya marah-marah gak jelas. Hujan adalah anugerah yang diberikan oleh-Nya, pikirnya yang sudah tidak lagi sedih.

Keesokkan harinya sesuai rencana mereka jadi pergi jalan-jalan ke pantai. Cuaca hari ini sangat cerah. Blaze sampai meloncat kegirangan karena hari ini akhirnya bisa pergi.

"Ayo cepat. Hari ini kita akan bersenang-senang sampai puas!" pekik Blaze seraya mengancungkan tangan kanannya.

"Ayo!"

Mereka pun pergi dengan berjalan kaki. Lokasi pantai tidak jauh dari rumah. Blaze yang memimpin mereka dengan berlari.

"Blaze tunggu kami!" pekik Taufan berusaha menyusul adiknya dan diikuti oleh Duri.

"Kalian jangan lari-lari. Nanti jatuh!" teriak Gempa.

"Dasar," gumam Halilintar malas. Dalam hatinya ia ikut senang.

Ais mendongak ke langit biru. Senyuman kecil  terukir di bibirnya. Pandangannya kembali mengarah ke depan.

                             Tamat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain is a BlessingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang