Minggu pagi merupakan waktu yang tepat untuk bermalas-malasan. Tapi tidak berlaku demikian bagi penghuni Birmingham manor. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh keluarga bangsawan itu, meskipun hanya berjemur dibawah matahari pagi yang tidak begitu cerah.
Esther terjaga lebih awal, biasanya ia langsung bergegas menuju peternakan milik keluarga Dawson untuk menyapa anak kuda kesayangannya. Mike namanya. Namun, kali ini ia hanya terduduk di depan perapian kamar, memandang ke jendela kaca yang tidak tertutup tirai.
Cuaca pagi ini tidak begitu menyenangkan, berangin dan gerimis kecil, tidak salah jika para aristokrat memilih untuk tetap terlelap daripada berdiam diri seperti yang dilakukan Esther.
"Kau bisa gila jika memandangi hujan terus-menerus, Esther." Terdengar suara laki-laki yang sepertinya baru bangun tidur. Siapa lagi kalau bukan Frederick Dawson, anak menyebalkan yang suka mencari masalah, setidaknya itulah penilaian Esther untuk adiknya yang satu ini.
"Enyahlah, aku tidak ingin disapa olehmu." Timpal Esther ketus.
Frederick masih berdiri di ambang pintu, ia hanya menatap Esther tanpa minat. "Aku hanya prihatin dengan kesehatan mental kakakku." Terdapat penekanan pada saat mengucap 'kakakku' serta nada yang sangat tidak bersahabat. Setelahnya, ia menutup pintu kamar Esther dengan tarikan yang sedikit lebih kuat sehingga menimbulkan suara yang cukup mengagetkan.
"Dasar bocah idiot," ujar Esther sinis. Ia memilih keluar mengikuti Frederick. Ia yakin betul jika adiknya pasti akan menyapa Molly, kucing kesayangannya yang ia temukan di kandang kuda milik Esther. Entah bagaimana itu bisa terjadi, yang jelas Frederick menyukai kucing itu. Maka ia mengklaim sebagai miliknya, meskipun Demian lah yang selalu memberi makan Molly.
"Aku yakin Molly lebih menyayangi kau,Demian. Lihat si bodoh itu, ia bahkan tidak tahu jenis daging apa yang disukai Molly." Esther berujar sambil cekikikan, menghampiri Demian lalu dengan sengaja menarik alas tidur Molly.
"Meow," Molly mengeong manja. "Oh ya Tuhan, Esther. Aku akan menarik kursi mu nanti!" Frederick meninggalkan Esther yang sibuk mengganggu Molly, Demian hanya menatap keduanya malas. Ia memilih pergi menyeduh teh di dapur.
Esther mengikuti Demian, ia ingin menyeduh teh seperti adiknya. Adik kembarnya memang sama-sama tampan, tetapi kepribadian mereka sangat bertolakbelakang. Frederick si suka berbicara, ralat, suka mengkritik, menjunjung tinggi perbedaan kasta dan sedikit manja. Dia sangat pandai memanah dan bermain biola. Demian, lebih banyak diam dan suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Ia jauh lebih pintar dari Frederick, namun tidak lebih pintar dari Nathaniel. Keinginannya yaitu menjadi pengacara berbakat. Salah satu kekurangannya adalah ia terlalu baik kepada gadis-gadis, sehingga banyak yang menaruh harapan padanya. Esther terkadang memikirkan bagaimana bisa mereka sangat berbeda.
"Selamat pagi semua," seorang gadis yang masih mengenakan gaun tidur datang menyapa.
"Pagi sayang, duduklah, ibu akan menyiapkan teh untuk kalian semua." Mrs. Dawson berbicara sangat riang. Meskipun banyak pelayan di manor, anak-anak lebih suka teh buatan Mrs. Dawson. Tidak apa jika anak-anaknya senang, Mrs. Dawson tidak keberatan jika harus menghidangkan teh serta kue hangat di pagi hari.
"Biar ku bantu, bu." Demian membantu Mrs. Dawson menyiapkan teh, sementara Frederick bermain-main dengan Molly. Esther tampak sibuk menghitung jumlah kelopak bunga mawar di meja makan, serta Matilda yang setengah tertidur.
"Ini, ibu tidak bisa menemani kalian pagi ini. Ayah dan ibu akan berkunjung ke Bath. Jadi, ibu akan bersiap sekarang." Ujar Mrs. Dawson seraya menata kue.
"Bukankah wanita bertubuh gemuk kemarin berasal dari Bath , Matilda?" Lagi-lagi Matilda memejamkan mata. Ia bahkan tidak mendengar pertanyaan Erick yang ditujukan untuk dirinya.
"Ah, apa yang aku lewatkan?" Matilda berujar malas. Ia terjaga setelah Esther mencubit lengannya. Sementara Erick memandangnya kesal, Esther justru menyahut.
"Erick bertanya, bukankah wanita gemuk kemarin dari Bath? Mungkin saja Erick akan melamarnya." Ucapannya benar namun dibumbui kebohongan maut.
"Apa?! Tidak, bukan seperti itu yang kukatakan tadi!" Erick hampir saja tersedak tehnya sendiri. Ia melempari Esther dengan remahan roti.
"Erick, apakah kau akan membersihkan itu semua? Kalian nikmatilah hari libur ini, jangan gaduh karena Nathan masih tidur." Mrs. Dawson pamit untuk bersiap. Mr. Dawson tidak muncul di meja makan, ia sedang menyiapkan kereta kuda bersama Mr. Armstrong, kepala pelayan pria di Birmingham manor.
"Tidak biasanya Nathan masih tidur, ia bahkan tidak minum teh bersama kita?" Matilda bertanya sambil memilih kue.
"Au rasa ia pulang larut, aku mendengar ringikan kuda semalam." Ujar Demian.
"Gagal sudah rencana ku bermain piano pagi ini," Matilda berujar lemah. Ia memang sangat suka bermain musik, tidak seperti Esther yang sama sekali tidak tahu bagaimana cara menekan tuts dengan benar. Ya, dia sama sekali tidak tertarik pada musik. Kecuali satu, biola.
Mereka berempat menghabiskan teh sambil berdebat. Tak aneh jika mereka tidak berhenti ribut, yang aneh adalah ketika mereka tidak saling beradu mulut. Meskipun Esther merupakan kakak tertua diantara mereka berempat, percayalah sikapnya bahkan akan lebih menyebalkan daripada Frederick. Matilda memang ribut, namun ia lebih bisa mengontrolnya. Setidaknya semua tata krama yang diajarkan Miss Vivian dipergunakan olehnya. Hanya Nathaniel yang benar-benar dewasa. Bersikap layaknya gentleman bahkan kepada adik perempuannya. Ia sangat disiplin, dan tidak suka didebat. Hanya Esther yang suka mendebatnya, ya, hanya Esther yang berani melawannya.
•••
Haii, mohon maaf apabila ada kesalahan kata/beberapa istilah yang aku pakai, mohon koreksinya yaa🤗
Terimakasih yang sudah mampir, jangan lupa kasi bintang dan comment yaa✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Bond of Destiny
RomanceEstheria tidak mengetahui kebenaran apa yang sebenarnya ditutup-tutupi. Bertahun-tahun ia hidup dalam kebohongan dan kepura-puraan, selama itu pula ia memendam perasaan kepada kakaknya, Nathaniel. Nathaniel yang kaku kepada siapapun, termasuk Esther...