Jatuh Pingsan

7 0 0
                                    

               Aku berhenti sebentar. Nafasku terengah-engah mirip seperti orang yang dikejar rentenir. Tidak! Aku bukan orang yang hobi berhutang. Aku hanya hobi-

"Adin! Lanjut lari! Baru tiga putaran saja sudah tidak sanggup. Kalau membolos, pagar tinggi saja bisa dipanjat." Ya, itulah hobiku. Membolos. Sebenarnya tidak setiap hari aku membolos hanya ketika mata pelajaran matematika saja aku membolos. Bagiku hidupku sudah teramat sangat rumit, ditambah aku harus menghitung peluang munculnya kedua dadu berjumlah enam. Arghh.. itu sangat membebani pikiranku.

"HEH.. NGAPAIN KAMU BERHENTI? AYO LANJUT LARI!"

Seorang berseragam rapih yang sejak tadi berteriak dari kejauhan adalah Pak Marmut. Dia berkumis tebal, kepalanya botak dan silau jika terkena pantulan cahaya. Hampir semua siswa takut padanya kecuali anak OSIS. Bukan! dia bukan Dajjal, dia adalah guru BK disekolahku. Kami menyebutnya Pak Marmut hanya ketika bergibah antar siswa, namun ketika dihadapan guru kami memanggilnya Pak Mahmudin.

"ADIN! LANJUTKAN LARINYA!" Pak Marmut kembali melanjutkan omelannya. Aku tidak berniat menjawab ocehannya dan kembali melanjutkan langkahku.

Sudah enam putaran kulalui dan masih empat putaran lagi. Sedangkan laki-laki itu, Ia sekarang disampingku mengikuti ritme langkahku.

"LEMAH! Gua dong satu puteran lagi." Laki-laki itu melihatku sambil tersenyum sinis. Aku yang tidak ingin kalah mempercepat ritme langkahku. Namun belum sampai satu putaran perutku terasa sangat sakit. Pandangan sekelilingku tiba-tiba kabur. Hanya samar-samar terlihat seorang laki-laki memakai seragam olahraga berlari kearahku. Setelah itu semua terlihat gelap.

***

Aku membuka mataku perlahan. Melihat langit sekelilingku berwarna putih cerah.

'Apa gua udah disurga? Atau neraka?-'

'Harusnya surga sih ini! kalau neraka merah harusnya..'

'Alhamdulillah! Masuk surga.' Aku kembali memejamkan mataku sambil tersenyum tenang. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

'Lah gua kan sholatnya bolong-bolong!' Refleks mataku terbuka lebar. Tepat di depanku ada wajah seorang laki-laki sedang menatapku dengan seksama. Rambutnya pendek hitam legam, kulit wajahnya tidak terlalu putih, Ia beralis tebal, iris matanya berwana cokelat tua, bulu matanya lentik, hidungnya agak mancung, bibirnya merah seperti delima, dan jakunnya yang terlihat menonjol.

Alex! Belum sempat aku memuji ciptaan Tuhan yang sangat indah itu. Aku tersadar akan sesuatu. Mataku melotot seakan hampir copot. Dengan cepat, aku berusaha bangun dengan bantuan kedua lenganku yang bertumpu.

Dukk...

"Auww! Udah gila lo ya!" Ia mengerang kesakitan sambil memegangi hidungnya dengan tangan kanan. Aku yang melihatnya kesakitan sangat bahagia. Aku tahu sebenarnya itu rasanya sangat sakit. Namun kebencianku terhadap perlakuan dia mengalahkan segalanya.

"Udah sadar lo!" Ia masih memegangi hidungnya sambil berjalan mundur dan bersadar di dinding tidak jauh dari nakasku.

"Ya lo liat aja sendiri gua udah sadar apa belum!"

"Dih sewot banget sih! Udah ditolongin ngga bilang makasih malah judes-" Ia menghentikan ocehannya sambil mengambil sesuatu di atas meja "Nih! Petugasnya tadi bilang suruh minum!" sambil menyerahkan segelas air berserta dua butir kapsul ketanganku.

"Buat apa?"

"Buat ngeracunin cewe kaya lo biar musnah!"

"Dasar, si Ale-ale!"

"Ale, Ale, nama gua Alex A-L-E-X bukan Ale!"

"Lah.. yang mulai kan Lo duluan. Lo manggil gua Istighfar-"

"Nama lo kan emang Istighfar."

"Mon maap Bambankk! Nama gua Adin! A-D-I-N! Adinda Istighfarin!"

"Bener kan Istighfar? Nih minum!"

Tanpa ada perlawanan lagi aku hanya melotot menatapnya dan menuruti perkataannya. Seusai minum aku menyerahkan kembali gelas yang tadinya berisi air penuh kini sudah habis kutenggak.

Sudah beberapa menit kami berdiam di ruang UKS ini. Masing-masing menundukkan kepala layaknya sedang hening cipta. Sepersekian detik kemudian aku menatap dia. Laki-laki yang sedari tadi bersamaku adalah Alex. Rupanya Ia masih tertuduk, belum selesai mengheningkan cipta.

"Eh.. Tolong dong!" Aku berbicara dengan nada yang lebih pelan dari sebelumnya. Alex menatapku seolah memberi isyarat bahwa Ia mendengarku.

"Beliin pembalut!" Aku melanjutkan kalimatku setelah itu memaksakan mengangkat kedua sudut bibirku agar nampak seperti orang tersenyum.

"Dih.. Ogah gua!" Alex bersiap mengambil langkah maju. Mungkin berniat meninggalkan UKS. Dan benar saja Alex berjalan menuju pintu UKS dan kini sudah meraih handle pintunya

"Please!" Alex berhenti sejenak. Tanpa sepatah jawaban ia melanjutkan langkahnya meninggalkanku seorang diri. Aku tidak berniat turun dari nakas karena perutku masih terasa sakit. Tak ada rencana lain, aku hanya tertunduk lesu sambil memegangi perutku yang masih terasa nyeri.

Ceklek..

Terdengar suara handle pintu. Rupanya ada seseorang datang mendekat ke nakasku sambil membawa bungkusan plastik hitam. Perlahan kudongakkan kepalaku keatas dan menatapnya dengan seksama.

'Alex! Ngapain sih nih orang balik lagi?' aku hanya diam sambil menatapnya.

"Nih!" Alex melemparkan bungkusan plastik itu kearahku, dengan sigap aku menangkapnya. Tanpa membuka isi bungkusan plastik itu aku langsung melemparkan senyum kepadanya. Ia tak membalasnya sama sekali dan menarik kursi yang letaknya tidak jauh dari nakasku kemudian duduk dengan menaikkan salah satu kakinya.

"Beli dimana lo?" aku melontarkan pertanyaan supaya UKS tidak sepi bagai rumah hantu. Tidak! Bahkan ini lebih sepi dari rumah hantu.

"Koperasi." Alex menjawab dengan singkat yang membuatku sangat jengkel. Tanpa melontarkan pertanyaan lagi aku turun dari nakas berniat mengganti pembalut. Ia tampak heran melihat gerak-gerikku seolah ingin mengetahui sesuatu.

"Mau kemana lo?"

"Mau ganti pembalut. Mau ikut lo?" aku kembali melontarkan pertanyaan yang membuatnya bergidik ngeri. Aku mengendikkan bahu dan bergegas ke kamar mandi.

Sudah beberapa kali aku mencoba menutup pintu kamar mandi. Namun selalu terbuka, rupanya handle pintu kamar mandi UKS rusak. Aku diam sejenak.

"Woi! Bisa nggak lo keluar bentar jagain pintu UKS, pintunya error kayak hidup gua!" Aku mengeraskan suaraku dari dalam kamar mandi tanpa berniat untuk keluar terlebih dahulu.

"...."

"Woi! Budeg lo ya!"

"Baiklah... Tuan Puteri!" Alex menlontarkan kata-kata tersebut dengan nada yang sangat lembut membuatku salah tingkah sendiri.

Selesai merapikan seragam aku bergegas keluar dari kamar mandi. Belum sampai di tempat tidur UKS, nampak dua orang laki-laki berdiri tepat sejajar dengan tempatku berdiri sekarang.

'MAMPUS!'

"...."

Kami bertiga masih saling menatap. Kemudian salah satu laki-laki berpawakan tinggi dan tegap kulitnya putih rambutnya agak kecokelatan, dan memakai seragam OSIS rapih. Ia berjalan mendekat kearahku. Namun, belum sampai ditempat tujuan aku mengajukan pertanyaan berniat mencairkan suasana.

"Ngapain lo kesini?" Nada bicaraku kini lebih halus.

Ia mengangkat kedua tangannya dan bertengger di kepalaku, mengelus rambutku dengan lembut.

"Kata Oliv lo pingsan tadi. Gua buru-buru kesini"

"Ooh.." aku menganggukkan kepalaku. Aku berniat mencari Alex disekelilingku karena sejak tadi berdiri didekat pintu UKS. Namun pandangaku terhalang oleh tubuh besar lelaki ini, jadi aku berjinjit mengintip Alex dari balik bahunya. Rupanya ia sudah pergi, bak karakter ghost ridder ia melesat menghilang dengan cepat. Tanpa berniat mencari lebih jauh, aku mengarahkan padanganku ke lelaki ini sembari tersenyum.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang