Chap 04

56.1K 5.4K 86
                                    

Gak pakai di cek lagi
Kalau ada typo tandain aja


.
.
.
.
.


Sejak kehilangan calon anak bungsunya, putra ke dua dari keluarga Rodriguez yang bernama Sean, ia berubah menjadi murung. Bahkan di saat bersama dengan keluarganya, ia tidak ceria seperti biasanya. Hingga akhirnya William dan Gracia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan. Sean menjadi semangat, ia meminta kepada daddy nya untuk segera pergi ke panti asuhan besok, Sean yang akan memutuskan anak mana yang akan menjadi adiknya.

Sean izin dari sekolahnya, Kelvin juga izin dari kampusnya, William mengambil cuti kerja dan melimpahkan semua pekerjaannya kepada sang asisten di kantornya. Semua keluarga Rodriguez pergi menuju panti asuhan, namun sudah berapa panti yang di datangi, tidak ada seorang pun anak yang menarik bagi Sean. Mereka yang meminta izin dan cuti hanya satu hari, kini bertambah hingga tiga hari.
Segala penjuru yang terdapat panti asuhan telah di datangi, dan malam ini mereka memutuskan untuk pulang ke rumah dan kembali melanjutkannya besok.

Tapi di tengah jalan, mata Sean terpaku pada seorang anak yang duduk di pinggir trotoar. Anak itu mengenakan pakaian yang sangat usang, bahkan tubuhnya saja terlihat kotor, anak itu terus memegangi perutnya dan terlihat sangat kesakitan. Bertepatan dengan mobilnya yang melewati anak kecil tersebut, tubuh anak itu ambruk. Kedua mata Sean membulat, ia terkejut, dan secara spontan berteriak. "STOP!"
William yang kaget segera menghentikan mobilnya, Sean dengan cepat turun dan berlari menghampiri bocah tersebut.

"Hei, bangun lah... Hei... Kau dengar aku? Hei bangun..." Seru Sean sambil menepok pelan pipi tirus anak tersebut.

William datang menghampiri Sean, bukan hanya William, tapi semuanya turun dari mobil membiarkan mobil mewah itu terbuka sangat lebar. "Sayang, cepat bawa dia ke rumah sakit!" Ujar Gracia ketika melihat anak kecil itu tak sadarkan diri.

Sean dengan sigap membawa tubuh bocah itu ke dalam gendongannya. Mereka semua masuk ke dalam mobil dan melaju pesat menuju rumah sakit miliknya.

Setibanya di rumah sakit, dua dokter segera  menyambut kedatangan William dan keluarganya. Salah satu dari mereka mengambil alih anak kecil tersebut dari gendongan Sean. Dan kini anak tersebut sedang di periksa oleh dokter kepercayaan keluarga Rodriguez yang bernama Alex.
"Daddy, aku ingin anak itu menjadi adik ku!" Tegas Sean kepada William.

"Mommy setuju, mommy juga mau anak itu menjadi bungsu keluarga kita." Lanjut Gracia.

"Kalau Kelvin bagaimana?" Tanya William pada putra sulungnya.

"Aku ikut saja." Jawab Kelvin singkat dengan wajah datarnya.

"Baiklah, daddy akan menjadikan anak itu bungsu Rodriguez."

Sean berbinar senang, ia memeluk daddy nya dengan erat. "Terima kasih daddy."

"Hmm.."

Tak lama kemudian Alex keluar dan menemui William, yang merupakan sahabatnya sejak sekolah dulu.
"Bagaimana keadaannya, Lex?" Tanya William dan Gracia bersamaan, nampak jelas wajah khawatir pada paras cantik Gracia, bahkan di William juga namun sangat tipis hingga tidak ada yang menyadarinya.

"Demamnya sangat tinggi, anak itu kekurangan gizi dan juga cairan, beruntung kalian membawanya dengan cepat untuk di tangani. Bekas luka di tubuhnya ada yang terbuka kembali, dan itu juga sudah di tangani." Tutur Alex menjelaskan.

"Bekas luka?" Tanya Gracia.

"Ya, banyak bekas luka di tubuhnya. Lebam lebamnya sudah memudar, ada juga bekas cambukan, dan yang terbuka itu bekas luka dari benda tajam di perut sebelah kirinya."

William mengepalkan kedua tangannya hingga buku kukunya memutih. Ia marah, ia kesal, siapa bedebah yang tak memiliki hati nurani itu? Bagaimana bisa orang itu melukai anak kecil tersebut yang sangat menggemaskan. Rupanya, bukan hanya William saja yang terbakar amarah, tapi dua pangeran tampan William juga merasakan hal yang sama. Ingin sekali rasanya mereka menyiksa orang itu hingga mati secara perlahan lahan.

"Biarkan dia di rawat dulu di sini kurang lebih selama satu minggu, aku akan memantau terus kesehatannya. Ngomong ngomong, siapa anak itu?" Tanya Alex penasaran. Pasalnya, William bukan orang yang berbaik hati membawa orang lain ke rumah sakit dan mengkhawatirkannya dengan sangat seperti sekarang ini, jika orang itu bukan orang tersayangnya.

"Anak itu, anak bungsu ku." Jawab William. Alex sempat kaget, karena yang ia tahu belum lama ini Gracia keguguran, otomatis bungsu mereka adalah Sean. Tapi dalam hitungan detik Alex memahami apa yang sedang terjadi dengan sendirinya. Mungkin kebersamaan mereka yang sudah belasan tahun, atau mungkin puluhan tahun, membuat Alex paham betul dengan karakter William.

Setelah menjawab pertanyaan Alex, William segera memasuki ruangan anak tersebut, yang tentu saja berada di ruang VVIP, tanpa harus mereka berkata, semua yang bekerja di rumah sakit ini pasti sudah mengetahuinya, secara William merupakan pemilik rumah sakit sangat tidak mungkin jika keluarganya atau sanak saudaranya di tempatkan di bangsal umum. Bahkan anak buahnya yang terluka saja di tempatkan di VIP, jadi sudah jelas bukan?

Gracia duduk di samping kanan ranjang anak tersebut, ia memegangi tangan yang bebas dari infus. Tangannya yang lembut terus saja mengusap punggung tangan anak itu dengan penuh rasa sayang.

Beberapa menit kemudian, jari itu bergerak lemah. Gracia yang merasakan ada gerakan di tangannya, segera memanggil suaminya yang sedang duduk di sofa bersama kedua putranya. Kelvin memanggil Alex, sedangkan William dan Sean menghampiri Gracia. Kedua mata itu terbuka sempurna setelah beberapa kali mengerjapkannya karena sinar lampu yang terlalu terang baginya.

Anak itu melihat kanan kiri, lalu ia menatap orang yang ada di hadapannya. "Ziel ada dimana? Apa Ziel ada di sulga?" Tanya anak tersebut yang tak lain adalah Aziel.

"Ini di rumah sakit sayang. Paman dokternya udah dateng, kamu di periksa dulu ya baby." Ujar Gracia, sementara Ziel hanya diam saja karena tubuhnya terasa sangat lemas.

"Keadaannya baik, tidak ada yang perlu di khawatirkan." Ucap Alex setelah memeriksa Ziel, membuat semua keluarga Rodriguez bernafas lega dan Alex keluar dari ruangan.

"Paman sama bibi siapa? Kakak kakak juga siapa?" Tanya Ziel dengan wajahnya yang sangat menggemaskan.

"Jangan panggil bibi, panggil mommy, ok baby. Nama mommy Gracia, dan ini daddy namanya William. Kalau ini putranya mommy namanya bang Kelvin dan juga bang Sean. Kalau kamu siapa namanya?" Tanya Graci lembut.

"Nama Ziel, Ziel... Eh? Emm..." Ziel nampak berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Aziel... Itu nama Ziel kata nenek yang dulu tinggal di sebelah rumah Ziel."

"Kata nenek?" Sean nampak bingung.

"Iya, dulu waktu Ziel umur tiga tahun nenek itu bilang kalau nama Ziel adalah Aziel tapi Ziel lupa sama altinya."

"Memangnya nama Ziel sebelum di kasih tau sama nenek itu, siapa nama Ziel?" Tanya Kelvin, yang jarang jarang bicara panjang seperti itu.

"Ziel tidak punya nama. Mama Ziel tidak pernah bicara sama Ziel, jadi Ziel tidak tau siapa nama Ziel, dan kalena Ziel tidak punya nama untuk di panggil, nenek kasih nama Ziel biar mudah di panggil. Bibi Ratna juga tidak pernah menjawab kalau Ziel tanya siapa nama Ziel." Tuturnya.

Sean memerhatikan setiap kata yang di ucapkan Ziel, seakan akan ada yang aneh dalam bicaranya tapi Sean belum menyadari apa itu. Sementara yang lain sangat penasaran dengan jalan hidup Ziel sebelum ini.

"Baby... Kalau baby mau, baby bisa ceritakan ke daddy semuanya tentang apa yang sudah kamu alami sebelum ini? Dan kenapa kamu bisa berada di pinggir jalan seperti itu." Tanya William. Ziel mengangguk lemah sebelum akhirnya dia bercerita.

Baby Ziel (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang