Mari, Jalani

2.2K 235 101
                                    

Ini adalah kali pertama saya mengikuti event... Semoga kalian terhibur dengan story saya...

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Kata orang fajar itu indah, benar, fajar itu indah bagi mereka yang selalu bersyukur atas nikmat di hidupnya. Maka, jika kalian ingin pagi yang indah, jangan lupa untuk bersyukur saat kalian masih bisa membuka mata dan melihat indahnya dunia bukan melihat gelapnya liang lahat.

Sekelompok anak baru gede sedang, berkumpul di ruang tamu rumah salah satu dari mereka. Sekelompok itu sedang mengerjakan tugas yang membuat mereka mengumpat secara bergantian. Tugas dari guru tua bangka yang membuat otak mereka hampir tertukar dengan dengkul mereka. Bagaimana tidak? Jika tugas ini berhubungan dengan rumus-rumus dan angka yang selalu berjejer rapi. Ilmu ini memang pasti, ya benar sekali, pasti membuat mereka sukses mengalami stres berjamaah.

"Mana Sarada?" Tanya seseorang anak baru gede dengan rambut kuning mencolok serta tanda lahir sangat langka yang diturunkan dari sang Ayah.

"Kau rindu?"

"Ck... Kau tau dia membawa pensil ajaibku,"

Sekelompok remaja itu kompak saling berpandangan satu sama lain sebelum memutar bola mata milik mereka bersamaan.

"Pensil yang panjangnya hanya sebatas jari kelingkingku kau bilang ajaib? Sadar wahai sobat laknatku,"

Boruto terkekeh mendengar sindiran sahabatnya. Ya, pensil itu adalah pensil biasa namun memang hanya pensil itu yang tidak hilang. Sedangkan pensil yang baru ia beli selalu hilang dan hanya menyisakan pensil ini yang selalu setia berada di dalam tasnya.

"Hei... Pensil itu ajaib. Buktinya itu pensil tidak pernah hilang,"

"Ya, karena siapa yang mau mengambil pensil macam itu,"

Lagi, Boruto terkekeh dengan sindiran dari saudari kembarnya. Saudara kembarnya ini berbeda gender dengannya. Dia laki-laki sedangkan saudaranya seorang perempuan.

"Sarada sedang asik mengintip orang tuamu."

Boruto dan Himawari hanya terkikik. Mereka hafal dengan Sarada yang sangat mengidolakan orang tua mereka. Menurut Sarada, orang tua mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Bukan hanya dari segi wajah saja namun dari segi manapun pasti cocok. Boruto beranjak dari duduknya untuk menghampiri dimana Sarada berada. Tadi Ayahnya memang sudah pulang, dan kebiasaan Ayahnya adalah selalu menanyakan keberadaan Ibunya.

"Ayah pulang. Oh, ada kalian? Selamat belajar ya... Boruto, Ibumu mana?" Tanya Naruto pada anak sulungnya.

"Di halaman belakang, sedang menjemur baju,"

Setelah mendapatkan jawaban Naruto masuk kedalam dengan tergesa, niatnya ingin menghampiri sang Istri.

"Paman," panggilan yamg ditujukan untuknya membuat Naruto menghentikan langkahnya. Lalu kepala bermahkotakan seperti warna Arunika itu pun menoleh pada Sang gadis remaja.

"Mengapa Paman selalu mencari Bibi Hinata saat setelah sampai di rumah?" Tanya Sarada dengan rasa penasaran. Ayahnya, Uchiha Sasuke tidak pernah mencari keberadaan Ibunya jika baru pulang dari bekerja. Naruto tersenyum hangat.

"Eeehmmm." Naruto berdehem panjang, ia sedang mencari kata yang pas untuk menjelaskan pada Sarada.

"Paman rasa, ada yang kurang saja jika ketika masuk rumah tidak langsung melihat Istri paman," jawab Naruto dengan senyum jumawanya pada Sarada. Jawaban dari Naruto entah mengapa membuat pipi Sarada memerah. Hal kecil seperti ini lah yang dinamakan romantis pada tempatnya.

Life With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang