Hai, Mantan!

220 31 23
                                    


Setelah bertahun-tahun lamanya, Johnny kembali lagi ke tempat ini.

Tak ada yang salah dari tempat ini, yang salah itu dirinya. Setelah lima tahun berdamai, akhirnya ia bisa kembali menginjakkan kaki kemari. Salah satu tempat yang dulu cukup berarti bagi dia dan mantannya.

Sebenarnya, hal ini pun tidak disengaja. Mungkin memang takdir yang menuntunnya kemari, karena semua terasa seperti sangat rapi dan begitu teratur. Taeil hari ini mengajaknya untuk berbelanja, karena rambut Johnny juga sudah panjang, keduanya jadi sepakat untuk berbelanja di mal dekat rumah. Taeil mengatakan bahwa ada salon yang bagus di mal itu. Tanpa bisa menolak, hari ini Taeil berhasil membawanya kemari dan meninggalkannya tepat di depan pintu salon. Tunangannya berkata bahwa ia akan lama di pusat perbelanjaan jadi Johnny bisa bersantai.

Masalahnya, bagaimana bisa Johnny bersantai ketika melihat awal mula bertemunya ia dengan mantan tepat di depan mata?

Johnny sayang Taeil, sangat. Johnny juga sudah move on sepenuhnya. Hanya saja, secara otomatis otaknya akan memutar kembali memori lama yang Johnny sendiri tak paham apa gunanya. Ah, omong-omong sudah cukup lama ia berdiri di sini. Canggung juga karena dilihat oleh orang yang berlalu lalang. Akhirnya, Johnny memutuskan untuk masuk, mengusir memorinya jauh-jauh. Mengusir kekhawatirannya bertemu dengan mantan kali ini.

Lucunya, ketika pintu terbuka, kepalanya menoleh dan tanpa diduga, matanya bertemu pandang dengan salah satu lelaki berambut pirang. Tangan yang memegang majalah itu menutup lalu dengan riang melambai padanya. "Johnny!"

Johnny melengkungkan senyum tipis. Menatap lama sosok itu lalu duduk di sampingnya.

"Lama tidak bertemu, Ten," ujar Johnny dengan ramah. "Atau haruskah kupanggil mantan?"

Ten tergelak seolah-olah ucapan Johnny adalah lawakan paling lucu yang pernah ia dengar. "Boleh juga. Kalau begitu, hai mantan! Bagaimana kabarmu?"

Johnny ikut tertawa. "Aku baik, Mantan. Sangat baik."

.

.

.

Hai, Mantan!

Johnten (past), johnil, kunten (present)

Karakter milik diri mereka sendiri dan Tuhan
Cerita punya kejupanggang
Tidak ada keuntungan komersil dalam pembuatan fanfiksi kecuali kepuasan batin
Jika ada yang dirasa memplagiasi cerita ini nanti, bisa bilang saya, bakal saya tampol online wkkw

.

.

.

Taeil mengelilingi rak daging berkali-kali, sayangnya apa yang ia inginkan tidak ada. Ia juga sudah bertanya pada karyawan supermarket dan ternyata memang stoknya sudah habis. Memang kalau sudah diskon, pasti semua orang bakal buru-buru membeli tak peduli apakah nantinya akan berguna atau tidak.

Selagi mendorong troli belanja dengan lesu, ia merasakan bahunya dicolek. Ia menoleh dan melihat sosok yang lebih tinggi darinya tersenyum canggung. Oh, omong-omong, kulitnya putih sekali, seputih susu.

Aduh, Taeil malah salah fokus.

"Um ... aku dari tadi memerhatikan kalau kau terus-menerus menatap etalase daging," senyum lelaki itu muncul lengkap dengan lesung pipi, lucu sekali. "Karena aku mengambil terlalu banyak daging, jadi kurasa aku ingin memberinya padamu ... itu juga kalau kau tidak keberatan?"

Tentu saja Taeil tidak keberatan, ia benar-benar merasa senang! Meski begitu ia tak boleh menampakkan wajah senangnya dulu, siapa yang tahu kalau laki-laki ini mau menipu?

Hai, Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang