Noela berdiri di anak tangga bagian depan rumahnya. Tangan kanannya menjinjing sebuah plastik hitam kosong dengan sangat erat. Matanya bergerak lincah menyapu halaman rumah.
"Noela! Segeralah berangkat, ini sudah terlambat! Untuk apa kamu mematung tak berguna disitu?" Teriak ibunya di bibir pintu depan dengan mengacungkan sutil kayu ke arahnya. Dengan celemek penuh noda kuning-hitam yang masih terpakai.
Noela tak bergeming, tapi kemudian satu langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan atau sangat pelan. Langkahnya seakan goyah dan lemah.
Fada memandangi anaknya dengan mimik aneh dan dengan alis yang hampir menyatu. Setelah membuang satu napas kasar, dirinya berbalik masuk ke dalam rumah. Decitan suara gesek antara alas pintu dengan lantai kayu saat pintu tertutup terdengar, membuat bulu kuduk merinding saat perlahan suara itu menamui gendang telinga.
Noela berjalan iring-iringan. Matanya tak henti memandangi langit mendung di pagi hari ditemani oleh burung yang beberapa berjalan sekelompok atau satu-dua burung yang jalan menyendiri.
Malam tadi hujan deras, jalan yang beralas tanah beberapa digenangi air atau becek. Sepatu putih milik Noela tak dihiraukan. Kakinya terus berjalan lurus tanpa memikirkan bagaimana nanti ibunya akan marah besar mengetahui seperti ini anaknya akan pulang nanti.
Saat sampai di persimpangan jalan, Noela memilih untuk menapaki jalan yang lebih jauh untuk sampai di Sekolah nya. Melewati kebun pisang dan jalan terjal daripada melewati trotoar penuh kebisingan yang sangat Noela hindari. Apapun untuk kesenangan dirinya sendiri.
Noela sampai di Sekolah tentu dengan sepatu kotor dan tidak tepat waktu. Lelibi, lebah penjaga Sekolah terbang mendekati saat menyadari kedatangan Noela. Memutari tubuhnya.
"Bolehkah aku masuk?" Tanya Noela dengan nada tidak bersahabat. Seakan dunia pagi ini membuat suasana hatinya tidak bagus.
Lelibi mengepakkan sayapnya kasar, berhenti tepat di tengah antara mata Noela. Membuat pupil mata Noela juling.
"You terlambat!" Ucapnya sambil mengacungkan tongkat kayunya. Noela memiringkan kepalanya 45°, mengangkat salah satu alis. Bingung.
"Kamu terlambat! Mudah sekali meminta untuk aku memberikan kesempatan mu untuk masuk! Ckckck murid menyebalkan pagi ini! Kapan janjimu akan ter-" ucapan Lelibi terpotong saat Noela membuang satu tarikan napas dan membuangnya. Tubuh Noela yang beribu kali lebih besar dari tubuh Lelibi berbalik. Melangkahkan satu langkah kakinya.
"Hey! Apa maksudmu? Dengarkan aku dulu," teriak Lelibi.
"Kamu tidak akan memberikanku masuk, katakan saja. Aku akan pulang," jawaban Noela berhasil membuat Lelibi naik darah. Ia dengan cepat menyusul Noela dan menyejajarkan langkahnya dengan telinga Noela. Menusuk daun telinga Noela dengan tongkat kayu miliknya.
"No, no, no! You sudah sampai di kawasan Sekolah. Setiap yang you perbuat artinya you sudah siap menanggung akibatnya. You tidak boleh pergi begitu saja. Murid menyebalkan sok galau pagi ini harus mendapatkan punishment! Follow me!" Ujar Lelibi tegas. Menusuk daun telinga Noela lebih sakit lagi.
"Uh, it hurts!" Noela berseru kesakitan. Mengelus pelan daun telinganya yang mulai memerah.
"Cepat!" Teriak Lelibi beberapa senti didepannya. Noela memasang muka sebal, dengan terpaksa mengikuti Lelibi.
***
Tok... Tok.. tok.. Noela mengetuk pintu kelasnya. Sekarang sepertinya pelajaran mam Jena. Mam Jena jarang sekali masuk. Beliau sudah sepuh dan sering sekali bolak-balik Rumah Sakit untuk mendapatkan pengobatan. Untuk hari ini, entahlah.
Tidak ada yang menjawab ketukan Noela. Ia membuka pintu itu sedikit. Benar saja, wanita itu kembali tidak menampakkan diri.
Noela memandang seisi kelas, semua mata tertuju padanya. Hanya beberapa detik, kemudian semuanya sibuk pada topik masing-masing.
Noela duduk di tempatnya. Satu-satunya kursi plastik diantara 42 kursi kayu. Kursi itu berada paling pojok, tepat di depan rak penuh buku.
"Hey," ujar seseorang. Noela tak bergeming.
"Hey," ulang orang itu lagi. Tanggapan yang sama Noela berikan.
"Apa kamu selalu seperti ini saat seseorang hendak mengajakmu bicara?" Tanya orang itu, sedikit kesal.
"Ini tidak sopan, bu." Ujar orang itu. Menaikkan nada bicaranya. Noela mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku.
"Kamu ingin berbasa-basi, bukan? Kurasa itu tidak berguna," jawab Noela. Tak beberapa lama tanpa jawaban dari anak laki-laki yang memanggilnya, Noela kembali menunduk, memperhatikan buku yang ia pangku.
"Namamu siapa? Sepertinya kita sudah 2 tahun lebih satu kelas bersama tanpa saling mengenal," ucap laki-laki itu. Noela diam, tak menanggapi.
"Atau kurasa, menanyakan nama mu itu bukanlah topik basa-basi," lanjut anak itu lagi.
Noela menaikkan pupil mata biru miliknya. Sedikit memandang bocah aneh yang kini ingin tahu identitasnya.
"Noela," jawab Noela singkat. Senyum mini tersungging di bibir bocah laki-laki di depannya itu.
"Noela!" Ucapnya bersemangat. Sepenuhnya membalikkan diri menghadap Noela. Berjongkok diatas kursi dengan tangan penuh antusias diletakkan di atas meja. Noela mengganti posisi bukunya ke atas meja, menutupi wajahnya dari tatapan penuh antusias yang diberikan anak laki-laki itu.
"Bukankah ini kebetulan? Namamu dengan nama kakak perempuanku sama! Kau dan dia juga punya kepribadian yang sama, tak banyak bicara dan sedikit tingkah! Aku menyukai-"
"Kamu berbasa-basi. Tidak perlu berisik, tinggalkan aku!" Potong Noela. Menyatukan alis merah miliknya yang tak sama panjang. Marah.
"Hm? Ini tidak aneh. Semua orang melakukan ini ketika bertemu orang baru! Antusiasme ku sepertinya perlu di apresiasi,
"Tapi tidak apa, kamu harus pastikan kamu mendengar semua perkataanku tentang namamu! Dan aku Flafla, aku meminta pujian tentang namaku, bagaimana?" Ujar Flafla kembali. Ya, katanya itu namanya bukan?
"Bukankah ini kebetulan? Namamu dengan nama burungku sama! Kau dan dia juga punya kepribadian yang sama, tapi burungku betina, namamu juga seperti wanita," balasku. Dengan gaya meniru Flafla yang dibuat-buat. Berharap Flafla seketika menutup topik menyebalkan pagi ini.
"Kamu penyalin yang baik, bung! Aku suka ini! Kepribadian sama! Kakakku juga sangat pandai meniru resep masak ibuku! Dia dan masakan ibuku bahkan hampir tak dapat dibedakan, untuk-"
"KAMU BERISIK SEKALI!" Teriak Noela. Menggeplak kepala Flafla dengan buku yang sedari tadi sudah ia remas sejak mendengar ocehan Flafla yang kian menjadi-jadi.
***