Sudah bertahun-tahun tidak menulis. Mungkin ada perbedaan cara penulisan dengan cerita sebelum-sebelumnya. Rindu juga yaa menulis seperti ini. Sebelum mengetikpun aku sudah senyum-senyum sendiri hehe. Secara mendadak saja ide menulis ini muncul. Mungkin tulisan ini bisa dibilang diary yang dengan suka hati aku publikasikan.
Hari ini tepat dihari ulang tahun adikku yang ke 19 tahun. Wah dia sudah bukan anak kecil lagi, ya otomatis akupun juga begitu. Dewasaku yang dulu ingin sekali aku rasakan ternyata tidak begitu mengasikkan. Ternyata banyak hal membosankan dari orang dewasa. Kalau sekarang dipikir-pikir dan diingat-ingat rasanya lebih seru jadi anak kecil. Dimana bisa main sebebasnya tanpa memikirkan tanggung jawab. Makin dewasa ternyata pundakku makin terasa berat. Banyak mimpi dan harapan yang ternyata tak mudah untuk diraih.
Angka umur makin bertambah tapi entah mengapa rasanya masih sama saja dengan umur-umur sebelumnya. Aku masih berada di titik ini. Belum naik sedikitpun. Mengapa begitu berat untuk melangkah?. Kalau kata musisi fourtwenty "keluarlah dari zona nyaman", aku belum berani untuk keluar. Banyak sekali ketakutan untuk melangkah keluar. Pergerakanku kalah dengan pikiranku. Ternyata aku tak seberani yang orang-orang pikir.
Kalo diibaratkan tumbuhan, aku adalah biji yang telah berakar dalam, yang menurut perhitungan sudah waktunya untuk tumbuh keluar dari tanah namun belum siap untuk keluar. Banyak ketidaksiapan dan rasa takut yang di rasakan untuk melihat sinar diatas tanah. Ada rasa takut akar yang sudah tumbuh tak kuat menahan goncangan angin atau guyuran air. Takut saat melihat situasi diatas tanah tak seindah yang diperkirakan. Takut tunas baru terinjak. Takut kekeringan. Takut layu. Takut mati.
Satu persatu biji-biji disekitarku sudah keluar dari tanah yang sama. Mereka sudah melihat dunia di atas tanah. Ada penasaran dengan kondisi mereka diatas, apakah mereka senang atau malah menyesal keluar dari sini. Apakah mereka berhasil tumbuh tinggi atau mereka patah diatas sana. Entahlah yang dapat ku lihat dari sini hanya akar-akar mereka saja. Aku sendiri masih merasa aman dan nyaman di dalam sini.
Sekarang biarlah biji ini sendiri menunggu waktunya untuk keluar. Menunggu waktunya siap berhadapan langsung dengan sinar, angin dan hujan. Biarkan ketidak siapan ini dan rasa takut ini tersembunyi dibawah tanah. Tak terlihat siapapun. Namun pertanyaanku yang terakhir bila kata "siap" itu tak kunjung dirasa, apakah aku tetap bisa hidup dibawah tanah atau mati membusuk dibawah tanah?
Kembali ke dunia nyata, proses pendewasaan yang menguras energi tidak sedikit sudah aku rasakan. Disakiti oleh keadaan, percintaan, lingkungan dan harapan. Kalau dibayangkan itu memang memori kelam yang benar-benar tidak perlu lagi diingat. Yang dulu biarlah berlalu, hari ini dan masa yang akan datang lebihlah penting. Biarlah waktu saja yang menjawabnya nanti dari semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENUNGGU TUMBUH ATAU MENCOBA TUMBUH
Non-FictionMencari pilihan dan cara untuk keluar dari tanah