2

562 143 34
                                    

"Aaaaaaaaaaaa! Yugi lama sekali. Aku mau mati sebab telkulung di luangan bau liul dinosaulus ini!" misuh-misuh sambil guling-guling di lantai. Sok iya bener ngatain rumah orang bau liur dinosaurus, padahal dirinya sendiri tadi malam luar biasa nyenyak.

"Di kulkas cuman ada satu botol ail putih. Miskin banet ini pleman." kaki mungil melangkah ke arah rak buku. Di sini pas dia awal datang, tempatnya berdebu banget. Tapi sekarang sudah bersih. Jungkook ambil satu buku bergambar laki-laki brewokan. Ngga tau buku tentang apa, asal ambil aja.

Dia hari ini bangun jam sepuluh pagi, biasanya jam setengah tujuh sudah bangun. Tapi karna tempatnya hangat, ngga dijalanan lagi, jadi lebih enak. Kalo dijalanan sering kena tendang orang sampai kebangun. Mengingat itu, hati Jungkook sakit, bekas luka goresan berdenyut nyeri ingat gimana perlakuan buruk manusia. Di luar ternyata masih banyak orang jahat. Jangankan membantu, memberi kebebasan aja engga.

Jam sepuluh bangun ngga ada siapa-siapa, adek mutusin  nyambung tidur dan bangun jam lima. Dijamin, malam inu dirinya begadang sebab hibernasi seharian. Pas menjelang malam, terdengar suara ketukan diiringi derap langkah pelan. Yoongi membuka pintu perlahan, khawatir si mungil ketiduran.

"Yugi!"

"Sudah makan?"

"Da usah basa basi deh! Udah tau di kulkasmu cuma ail, janan banyak tanya!"

Yoongi ketawa, dia ngangkat satu plastik kecil yang isinya empat lembar roti tawar sama sebungkus selai.

"Maafin cuma bisa kasih ini, uang yang hyung dapat kemarin-kemarin sudah habis dipakai berobat." merasa bersalah ninggalin gemoynya dari pagi tanpa nyisain makanan meski cuma sebutir nasi.

"Kamu sakit?"

"Sakit biasa."

"Woah, bisa sakit juga telnyata. Kamu belobat pakai duit halam da bakal sembuh-sembuh heung."

Jungkook dan mulut ceplas ceplosnya adalah satu kesatuan. Untung Yoongi sabar ke anak kecil. Kalo engga, udah jadi sup daging gembrot.

"Susah ya Jung, cari uang dengan cara baik."

Adek ngangguk, mukanya keliatan songong. Kayak yang punya kerjaan aja nih bocah, mentang-mentang ngga pernah nyolong berasa jadi makhluk paling suci dianya.

"Tadi kamu ngapain?"

"Bantu ngangkatin belanjaan orang ke mobil. Ada yang ngasih ada yang engga, hasilnya cuma bisa beli ini. Sabar ya, besok hyung lebih giat lagi." Yoongi mengusap kepala Jungkook dan berakhir di pipi gembil yang basah. Buntelan kinci nangis.

Tangan mungil menahan lengan Yoongi buat tetap berada di pipinya, "Dali pagi sampai sekalang kamu kelja, cuma dapat segini? Bersyukul iya, tapi—unghhh..." suara cadel bergetar, dia peluk Yoongi erat. Tau, pasti jengkel. Bukan karena penghasilan Yoongi sedikit, tapi karena bayangin hyung gantengnya secapek itu dan hasil yang didapat ngga sebanding.

"Mbul, denger, yang kamu peluk ini bukan orang baik. Kalo hyung nerima hasil yang langsung bagus, rasanya ngga adil setelah melihat apa yang hyung perbuat dari dulu. That's okay, ini sudah dikasih Tuhan, berarti Tuhan masih sayang sama manusia berlumur dosa ini."

"Pasti ada aku bikin beban kamu nambah."

"Kata siapa? Justru karna ada kamu, hyung jadi berubah. Kalo ngga karna ucapan kasarmu, mungkin ngga bakal sadar. Berharga banget kamu tuh, padahal belum sampai seminggu di sini. Makasih ya manis." kecupan ringan mendarat di seluruh muka adek. Hari itu, hari di mana dia bantai Jimin, entah kenapa hatinya ringan bahkan maksa buat bawa Jungkook ke rumah.

Setelah sesi saling menyayangi kelar, mereka langsung duduk santai sambil melahap dua potong roti selai nanas. Ngga berasa, air mata meleleh di pelupuk mata bambi.

"Nangis lagi? Kenapa dek? Kamu tersiksa bareng abang?" Yoongi pindahin roti yang dia pegang di tangan kanan jadi ke tangan kiri buat menghapus buliran bening. Lama-lama capek juga Yoongi, nih bocah drama amat.

"Engga, aku biasanya jam segini masih jalan kesana kemali da jelas buat cali makan."

"Yang lalu lalu biarin. Jadiin kenangan berharga aja. Berdoa semoga hyung panjang umur, jadi bisa biayain kamu sampai sekolah."

Kedua kalinya, Jungkook peluk erat tubuh kurus berkulit pucat.

***

Sinar mentari menembus helai demi helai dedaunan. Masih jam setengah delapan, dan matahari sudah begitu jelas. Perkiraan cuaca, hari ini cerah. Pagi Minggu ceria diawali Jungkook dengan kegiatan cuci baju. Sedang Yoongi, sudah berangkat nyari kerja sejak jam lima subuh. Rencananya, hari ini Jungkook mau jalan-jalan ringan mengitari perumahan.

Cuma berbekal uang receh, adek melangkah santai keluar. Benerin baju Yoongi yang jelas kebesaran di badannya. Baju ini lusuh, tapi wangi banget. Dari sini Jungkook tau, kalo Yoongi itu orang yang bersih. Yah, walaupun beberapa hari lalu ada kejadian ular bersarang.

Lumayan lama kakinya melangkah, adek mutusin buat duduk di bangku dekat trotoar, posisi ini berhadapan langsung dengan toko pernak-pernik yang sekali masuk langsung merasakan suhu adem, disambut ramah, tapi harganya sama sekali ngga ramah. Jungkook memantau pengunjung yang keluar masuk silih berganti bawa belanjaan dengan wajah gembira. Dirinya menunduk. Natap kaki mungil beralas sendal jepit, memilin ujung baju malu-malu waktu ditatap orang lewat. Merasa mulai rame, si kecil mutusin buat jalan ke pasar lama. Tempat di mana dia ketemu Yoongi.

"Uh? Kamu kan—" telunjuknya menunjuk sekilas ke arah Jimin yang kembali ke toko jahit.

"Hey! Apa kabar?" mahasiswa berambut orange itu merendahkan tubuhnya. Terbesit rasa syukur dalam hati Jimin pas liat Jungkook yang ngga ada perubahan sejak terakhir kali dia dibawa Yoongi.

"Baik sekali. Kamu gimana?"

"Hyung juga baik. Mmmm.. Si pucat itu ke mana?"

"Dia kelja. Aku bosan, jadi jalan-jalan ke sini. Kamu kok ke tukang jahit telus?"

Jimin ketawa canggung sambil garuk belakang lehernya. "Soalnya hyung kalo pesan baju secara online kebesaran mulu. Atau ngga kepanjangan."

"Ah, kamu kan pendek. Sama kayak Yugi."

"Heh! Ini masa pertumbuhan ya, bocah!" kesel juga Jimin disinggung masalah tinggi badan. Padahal yang nyinggung lebih pendek darinya.

Jungkook nyengir, menyatukan kedua telapak tangan. Membentuk pose permohonan maaf.

"Setelah ini mau kemana?"

"Da tau. Mau temenin aku?"

"Boleh. Ayo ke penjual ikan sebentar. Hyung mau beli beberapa."

Adek mengikuti langkah Jimin. Tapi seketika matanya membola, tepat di seberang dia berdiri nungguin Jimin, Yoongi sesekali ngusap keringatnya. Laki-laki itu bantu orang bersihin ikan mentah buat dijual. Jungkook mendekat.

"Yugi!"

"J-jung, kamu—"

"AYO SEMUAAAA! BELI IKAN DI SINI. SEGAL BANET, APALAGI YANG TUKANG POTONG!" malah teriak promosi. Jimin sebagai pembeli yang ngga jauh dari situ, auto noleh. Dan dia bener-bener kaget liat Yoongi megang pisau gede. Sekitar lengan sampai punggung tangannya ada beberapa goresan berdarah. Antara dua, Yoongi belum terbiasa pakai pisau itu, atau Yoongi belum pernah motong ikan.

Perlahan banyak pembeli yang berminat, kagum segimana beraninya Jungkook teriak lantang kayak gitu depan umum. Yoongi di belakang cuma senyum tipis kemudian fokus lagi ke pekerjaannya. Sementara Jungoo, sibuk promosi. Sesekali dia dehem kencang sebab tenggorokannya berasa hutan gundul, alias gersang.

"Gue bener-bener ngga salah jadiin bocah ini, anak gue."

[ Papa Yoongi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang