Part 1 - Labrak

24 1 0
                                    

Rios Pradipta.

Tampan, seram, dan angkuh.

Tiga kata itu mewakili sosoknya bagi seluruh SMA 101. Dan tentu saja hanya segelintir orang yang berani mencari masalah dengan sosok Rios bila memang ingin habis di tangan cowok itu. Rios tidak jahat dan tetap pandang bulu terhadap lawannya, terutama perempuan. Itu karena dia masih punya hati nurani, ibu, dan adik perempuannya. Tetapi tetap saja apapun alasannya mencari masalah dengan Rios adalah hal terakhir dalam daftar keinginan Damara Atqillah.

Demi apapun, Rara alias Damara sedang ketakutan saat ini! Rasanya ingin teriak minta tolong pada Bunda untuk menyelamatkan dirinya.

"Y..yos.." ujar Rara gemetar. Tangan kirinya ikut gemetar memegang gelas es jeruk yang tinggal sisa sedikit karena isinya baru saja ditumpahkan ke kepala Nadira Kenova Ellios. Gadis cantik yang duduk manis sambil sesenggukkan dan sialnya merupakan adik perempuan Rios Pradipta.

"Iya?" tanya Rios tenang sambil tersenyum. Sebelah tangannya masuk ke saku celana dengan satu alis terangkat. Rara tahu senyuman Rios sama sekali bukan pertanda baik. Meskipun caranya bertanya barusan seperti mengobrol dengan teman teman akrab cowok itu.

"Gue.. minta maaf soal kejadian ini." Rara berujar minta maaf dengan suara sama bergetar ketika melihat Rios menghampiri mereka dan berseru lantang menanyakan kenapa Nadira, adiknya, bisa basah kuyup serta menangis. Tentu saja tidak ada yang mau menumbalkan diri untuk menjawab pertanyaan Rios sehingga Rara lah yang mau tidak mau menjawabnya. Karena dia adalah pelaku dan penyebab Nadira seperti itu.

"Minta maaf karena?" tanya Rios tenang dengan senyuman yang sama. Tindakannya justru membuat Rara makin panik dan gugup. Ini pertama kali ia berhadapan dan mengobrol langsung meskipun mereka satu angkatan dan satu jurusan.

"Karena udah nyiram adik lo pake ini." ujar Rara pelan sambil mengangkat gelasnya takut takut. Jika dari awal tahu Nadira adalah adik Rios, mana mau dia mencari masalah dengan adik kelas sok kecentilan ini. Sialnya, dia baru tahu beberapa menit lalu dari mulut Rios sendiri dan sekarang hanya bisa menyesali kebodohannya. 

"Kenapa? Adik gue ada salah sama lo?" tanya cowok itu lagi. Nada, senyum, dan sikapnya masih sama. Santai tanpa ada intimidasi sedikitpun. Mungkin karena lawan bicaranya perempuan. Jika saja Rara adalah laki laki, mungkin sudah habis babak belur di tangan Rios.

"Kak.. Udah, ayo pergi." Nadira tiba tiba berdiri dan menggamit lengan Rios, mengajak kakaknya pergi dengan isakan yang sesekali terdengar menyedihkan.

'Manja' umpat Rara dalam hati dengan kesal.

Rios tentu menyadari tatapan kesal Rara pada adiknya. "Nggak. Kenapa dia nyiram kamu, Dir? Nggak usah takut, ada Kakak." ujar Rios lembut. Sangat lembut hingga Rara benar benar ingin muntah. Ternyata bukan gosip belaka kalau Rios teramat menyayangi Nadira. 

Nadira melirik dengan ekspresi takut ke arah Rara sambil mengeratkan pegangannya pada lengan Rios. Gadis itu menggeleng dan berujar pelan namun masih terdengar jelas karena suasana kantin yang hening, "Nggak tahu, Kak."

'Munafik!' desis Rara. Tentunya hanya berani memaki dalam hati. Ia makin jijik melihat kelakuan Nadira.

Pandangan Rios teralih ke Rara. Gadis itu cantik dan manis, bahkan raut wajah takut bercampur kesal yang berusaha ia sembunyikan menambah kesan menggemaskan. Jika saja dia bukan orang yang mencari masalah dengan adiknya, tentu Rios dengan senang hati akan menjadikan pacar dan memutuskan pacarnya yang sekarang. Sayangnya, gadis ini lebih dulu mencari masalah.

"Biasa aja natap adik gue. Dia ada salah apa sama lo?" tanya Rios. Kali ini nadanya lebih dingin setelah menyadari tatapan jengkel milik Rara.

Sebisa mungkin Rara menekan emosinya. Tahan, tahan. Si munafik ini adiknya Rios. Harus sabar biar ga kena damprat si Rios.

Rara berdehem, berusaha menormalkan suaranya agar tidak bergetar seperti tadi. "Sebelumnya gue minta maaf karena udah nyiram adik lo. Gue kelepasan karena gue nggak terima perkataan adik lo yang ngatain gue." jelas Rara. Kali ini tanpa bergetar. Nadanya jauh lebih tegas dan berani sehingga membuat Rios heran. Kemana perginya rasa takut gadis itu tadi?

"Kamu ngatain apa Dir?" tanya Rios menatap adiknya yang berdiri di samping. 

Nadira menggeleng. "Aku nggak bilang apa apa, Kak. Kakak ini sendiri yang tiba tiba datengin dan labrak aku." adunya seperti anak kecil. Rara menggeram dalam hati melihat tampilan sok polos Nadira.

Oke, memang benar yang dikatakan Nadira. Dia memang melabrak Nadira tapi dengan alasan. Tahu kan tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api? Selain itu, Rara tahu jelas Nadira bukan tipe gadis lemah seperti yang dilihatnya barusan. Jelas jelas sebelum kedatangan Rios, Nadira bisa melawan dan membalas dengan mulut pedasnya. Seratus persen dia yakin bahwa Nadira berpura pura lemah lembut di hadapan Rios. Memang dasar iblis.

"Kenapa labrak dia?" tanya Rios dingin. Lebih dingin dari sebelumnya. Netranya menatap tajam Rara yang dibalas tak kalah tajam oleh Rara.

Bodo amat, ini seisi kantin pada lihat. Kalo terus terusan takut, yang ada gue makin malu. Lagian udah terlanjur nyebur, sekalian aja basah, pikir Rara tak peduli lagi dengan reputasi Rios yang menyeramkan.

"Karena dia udah godain cowok gue." jawab Rara, menahan kesal. Karena Nadira, hubungan tiga tahunnya harus kandas. Benar benar sialan cewek bernama Nadira itu.

Rios terdiam mencerna ucapan Rara. Sedetik kemudian, tawanya meledak. Cukup lama hingga akhirnya cowok itu menghentikan tawanya dan berdehem.

"Lucu lo, benernya lo labrak cowok lo yang jelalatan. Ngapain nyalahin Nadira? Atau lo bisa salahin diri lo sendiri karena nggak cukup cantik dan nggak cukup mampu untuk ngebuat cowok lo cinta sama lo. Tolong lain kali, otaknya dipake mikir, mbak!" hina Rios tanpa ampun. Sebagian besar siswa di kantin tertawa kecil mendengar ucapan Rios. Bahkan ada yang terang terangan tertawa keras dan mengejek ke arah Rara.

Rara jelas merah padam. Tangannya mengepal kencang. Malu dan kesal bercampur jadi satu, apalagi kalimat Rios terdengar keras dan menyudutkannya, seolah dirinya adalah gadis miris dan bodoh karena tidak bisa membuat pacarnya sendiri sayang padanya.

"Yang lucu itu lo. Masalah perempuan kok ikut campur. Lain kali, mulutnya disekolahin, Mas. Lemes banget kayak bencong perempatan jalan!" balas Rara. Setelahnya, ia langsung berjalan cepat meninggalkan kantin. Tidak peduli lagi dengan reaksi orang orang, termasuk Rios.

Cowok itu terlihat menahan marah setelah mendengar hinaan gadis yang bahkan tidak ia kenal.

***

"Nih, pesenan lo!"

Dengan sigap, Rara menangkap beberapa bungkus camilan ringan yang sengaja ia titip ke Mayang untuk dibelikan. Setelah insiden itu, ia duduk di rooftop sekolah karena di sini tidak banyak orang dan malas kembali ke kantin sehingga mengirim chat ke Mayang untuk dibelikan sesuatu.

"Lo abis bikin keributan apa tadi di kantin?" tanya Mayang penasaran.

"Ngelabrak PHO hubungan gue."

"Cewek yang kata lo kecentilan itu?" tanya Mayang lagi.

"Hm."

"Tapi kok tadi di kantin gue denger ada nama Rios disangkut sangkutin sama lo? Lo bikin masalah sama dia?" tanya Mayang lagi dengan penuh heran.

"Iya. Enggak. Iya dan enggak." jawab Rara tidak jelas.

Mayang mengernyitkan dahi. "Jadi maksudnya iya apa enggak?" Sejak kapan temannya ini tidak jelas dan bertele tele.

"Ra!" senggol Mayang tidak sabar karena tak kunjung mendapat respon.

"Gue ngelabrak Nadira."

Mayang menaikkan alisnya heran, "Iya, lo tadi udah bilang ngelabrak cewek PHO itu. Terus apa hubungannya sama si Ri... JANGAN BILANG ITU NADIRA ADIKNYA RIOS?!" teriak Mayang kencang saat menyadari sesuatu. Matanya menatap Rara dengan ekspresi seperti ingin kiamat.

to be continue

20 Desember 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DAMIOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang