Jika kita membicarakan tentang sebuah keadilan, bukankah tak ada yang mengerti hakikat dari kata itu
------------------------------------------------------
Langit mendung, tak menampakkan cahayanya sama sekali. Seperti kejadian yang aku alami hari ini, sepertinya semesta memang mendukung suasana duka yang menyelimuti tempat disekitar ku. Hari ini, tepat di tanggal 12 bulan 12 seseorang yang menjadi sandaran dan alasan mengapa aku masih hidup sudah pergi meninggalkan ku sendiri di dunia ini. Dia pergi dan raib tanpa memberikan pesan atau kata terakhir. Terakhir kali aku melihatnya tersenyum saat 3 bulan yang lalu sebelum dia koma. Tapi, takdir berkata lain. Aku tak bisa melihat senyumnya kembali merekah sejak saat ini.
"huhh..." aku menyenderkan punggungku ke kursi. Semua orang sedang menangis dan berduka atas kepergian kakak ku itu. Sedangkan aku disini terdiam dan sedang berusaha untuk tenang. Karna, bukan kah juga percuma jika kita menangisi seseorang yang di percaya tidak akan kembali lagi?
" Leaa! Lo ternyata dari tadi disini? Dari tadi gw nyariin sampe ke lubang tikus. Ternyata lo ada disini" pekik seorang perempuan yang tengah berjalan kearah ku. Siapa lagi jika bukan Sherryna Arvelyn Radea yang biasa di panggil Velyn. Dia adalah sahabat ku dari kecil yang selalu mengikuti ku kemana pun aku berada
" Lo kalo nyari ke lubang tikus emang dapet apaan? Gw aja gedenya segini mana muat masuk kesana" balasku. Dia hanya menyengir kuda lalu duduk di samping ku
" Lo ga kenapa napa kan? Dari tadi kayak mau nangis gitu" tanyanya melihat raut muka ku
" Ng- ngga papa, cuma syok aja hari ini" aku masih berusaha tersenyum
"Emang ya tu anak minta di hajar apa gimana kerjaannya bikin orang susah mulu" protes Velyn
"Gapapa, dia cuman sok cari perhatian dengan cara nuduh gw" balasku
" tapi lo tau ga sih, dari tadi yang dateng ke pemakaman ini ngeliatin lo dengan tatapan mau bunuh" selanya
" mereka mungkin sebenci itu ngeliat aku yang berstatus sebagai seorang 'pembunuh'. Nyatanya, mereka dateng cuma buat pura pura berduka biar keliatan sedih atas kematian kakak ku. Kan perusahaan papa berdampak di pasar internasional" jelas ku
"Miris, satu kata buat keadaan mereka" itu tanggapan velyn
Flasback on
Aku berjalan melewati koridor rumah sakit. Seperti biasanya, sejak 4 bulan yang lalu kakak masuk ke rumah sakit keluargaku selalu rajin menjenguknya dan melihat kondisinya setiap hari. Kami secara bergantian konsisten menunggunya di rumah sakit. Hari ini jadwalku dan Vernatha Mikhaella -adik perempuanku yg biasa dipanggil Natha- untuk melihat kondisinya.
"Nath, jalannya cepetan" omelku. Dia langsung mejejerkan langkahnya denganku
"iya, bawel ah" tanggapnya
Aku hanya mengacuhkannya dan kembali mempercepat langkah ku.
'gw tau, kalo nanti telat pasti kena omel lagi sama papa' batinku
Setelah sampai di kamar yang ditempati kak Devan, di pojok dekat kasur kak Devan ada sepasang mata yang menatapku tajam. Dia adalah kepala keluarga ini sekaligus ceo perusahaan Almord -perusahaan terbesar di Asia-
" Dari mana aja? Baru dateng?" tanyanya dengan intonasi rendah namun menekan
" Dari rumah, tadi Natha kelamaan siap siapnya" jelasku. Sorot mat4,!anya beralih menatap natha yang berada disampingku
" i-iya soalnya tadi nyari sepatu dulu" Natha tak berani menatap papa, dia menunduk
"yaudah kalo gitu" nada suaranya kembali normal berarti dia sudah memaafkan nathan. Papa mengelus puncak kepala natha dan tersenyum ke arahnya
'hah... Mulai lagi drama nya' batinku
Setelah kejadian tadi, papa dan mama pulang ke rumah untuk istirahat. Natha duduk di sofa sambil bermain ponsel dan aku duduk disebelahnya.
"Nath, gw mau beli minum dulu haus" aku beranjak pergi dari sofa
"nitip es Americano satu ya"
"iya, ntar gw beliin"
"thanks" ucapnya berterima kasih
aku meninggalkan ruangan pengap itu. iya aku menyebutnya begitu karena ada manusia yang pandai berpura pura
"Mbak, es cappuccino satu sama es Americano satu" aku memesan minuman dan menunggu di bangku yang tersedia
"iya kak" balasnya
Selesai dari membeli minuman, aku beranjak dari kantin rumah sakit. langkahku terasa berat untuk kembali ke ruangan itu. belum sempat aku melangkah ke daun pintu kamar vip dimana kak Devan dirawat, bunyi monitor multi parameter membuat langkahku menjadi cepat. tanpa babibu, aku lari meminta bantuan siapapun yang ada disana dan mengabaikan Natha yang diam membeku. aku tidak tau apa yang terjadi sebelum aku datang tadi tapi sepertinya itu situasi yang buruk.
Para dokter dan suster langsung bergegas menuju ruangan kakak. Mereka mengambil peralatan yang sekiranya bisa membantu untuk proses penyelamatan. Sedangkan aku, Natha menunggu diluar berharap semua keadaan bisa segera membaik dan tentunya aku berharap kak Devan bisa melewati masa kritis ini.
tapi ternyata, semesta memang tak pernah berkehendak untuk memberiku kebahagiaan. Pada hari ini, manusia yang paling aku sayangi telah pergi tanpa seutas kata perpisahan. kata dokter mereka sudah berusaha sebaik mungkin usaha maksimal sudah diikerahkan. aku memang punya harapan, tapi semesta punya kenyataan. kenyataan bahwa aku selalu gagal, gagal menjadi anak yang bisa mereka harapkan sekaligus gagal menjadi adik yang melindungi kakak dihari terakhirnya
Flasback off
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Memory
RomanceIni bukan tentang bagaimana cara untuk bahagia selamanya. tapi ini tentang cara kita mencari arti dari sebuah kata bahagia. Kisah perjuangan yang memberi sebuah pelajaran bahwa tak semua yang kita lihat itu benar dan tak semua yang buruk itu salah ...