Alkina tidak peduli. Bibir yang bertemu, liur yang bertukar... semuanya. Semua terasa nikmat. Siapa yang bisa menolak ciuman dahsyat ini? Oleh Julian pula, lelaki idaman seluruh wanita penjuru negeri.
"Bagaimana bisa kau begitu bagus dalam hal ini?" bisik Alkina—Kina—dengan terengah-engah. "Aku terlahir dengan ini," respon Julian, masih tidak rela untuk melepas bibir Kina darinya.
Lelaki itu mengatakan bahwa ini kali pertamanya, tetapi Alkina tidak percaya. Bagaimana bisa pengalaman pertama saja sudah membuatnya nampak seperti buaya kelas kakap? Julian tahu kapan harus menggodanya. Lelaki itu paham menarik ulur momen panas seperti ini. Mana mungkin seorang pemula tahu akan hal itu. Pembual.
"Ah, Ian..." sebutnya. Nama kecil yang Julian bisikkan sebelum mereka menerjang ke dalam kamar. Kedua kaki wanita itu saling bergelut, menahan sesuatu yang hendak menerobos keluar. Kina memang perawan, tapi ia tidak naif. Ia tahu apa yang terjadi di balik pintu yang diisi oleh pria dan wanita. "Beri aku lebih..." lenguhnya kemudian menggiring tangan Julian pada mawar merahnya.
"Kau sangat terangsang." Julian menyeringai ketika mendapati mawar tersebut terhujani. Tidak butuh usaha banyak bagi lelaki yang dianugerahi seluruh kemampuan itu untuk membuat Kina mengerang dalam genggamannya.
Mawar yang basah ia sentuh. Kelopak merah muda nampak begitu lezat, membuat Julian harus meneguk ludahnya sendiri. Perlahan ia rasakan satu-satunya putik mawar hanya untuk mendapati desahan panjang Kina. Oh, Julian pun merasakan bahwa predator kecil di balik celananya terasa sesak.
Dari putik, jemarinya turun perlahan menuju pintu rahasia. Tidak semerta-merta menerjang masuk, Julian kembali lagi pada sang putik dan terus melakukan hal tersebut untuk beberapa kali. Kaki jenjang Kina tidak mampu untuk menahan getaran dari perlakukan Julian pada akhirnya hanya mampu untuk menendang seprai. Julian tersenyum melihat reaksi yang ia dapat sembari menjilat jemarinya yang terselimuti cairan mawar.
"Lakukan lagi, Ian..." mohon Kina. Wanita itu tidak puas hanya dengan permainan seperti itu. Tubuhnya menginginkan lebih. Kasar dan menyenangkan.
Tanpa mengetuk, dua jemari Julian memasuki pintu rahasia tersebut. Momen dadakan tersebut mengejutkan Kina dan membuat tubuhnya menggelinjang. Keluar-masuk, seakan selalu penasaran dengan sesuatu di balik pintu itu.
Dua jari, kini satu jari menyusup masuk. Tiga jari besar seorang ksatria menerobos memasuki pintu rahasia Kina. Suara-suara yang terasa nista terdengar jelas di seluruh penjuru ruangan. Entah dari kegiatan jemari Julian, desahan Kina ataupun tawa kecil Julian yang menikmati momen. Jemarinya saja sudah mampu membuat Kina seperti ini, ia membayangkan jika predator kecilnya—yang tidak kecil—menggantikan jemari tersebut.
"Kina, aku tidak tahan lagi."
Julian menghentikan kegiatannya pada mawar merah Kina. Terburu-buru ia menanggalkan celananya dan memunculkan si predator yang sudah tidak sabar untuk berburu. Sisa cairan di jemarinya ia oleskan pada sang predator.
Kina melirik dan terbelalak. Benda sebesar lengannya akan masuk dalam pintu rahasianya. Ia tidak tahu apakah akan berhasil atau tidak, tetapi ia yakin bahwa akan terasa menyakitkan.
Julian memposisikan dirinya, menjilatkan sang predator pada mawar mewar yang terlihat vulgar.
"Ian, aku tidak tahu apa benda itu akan berhasil masuk atau tidak..."
"Akan berhasil. Percaya padaku."
"Ta-tapi, Ian..." Kina menahan lengan Julian yang hendak memasuki predatornya ke balik pintu rahasianya. "Bisakah kau lakukan dengan perlahan? A-aku sedikit takut..."
Julian tersenyum. Ia menundukkan tubuhnya untuk mencium pipi kanan Kina. Lalu beralih pada bibir ranum wanita itu. Menciumnya perlahan hingga membuat Kina melupakan ketakutannya. Berciuman seperti sepasang kekasih yang bertemu kembali setelah terpisah jauh. Kina mengalungkan tangannya pada leher Julian ketika lelaki itu memperdalam ciuman mereka.
"Ngh..." desah Kina akan ciuman sensual mereka. Ia meraup oksigen sebanyak mungkin sebelum Julian kembali menerkam bibirnya. Pada momen tersebut, Kina merasakan bahwa Julian juga melaksanakan tugasnya di bawah sana. Predator yang haus itu perlahan memasuki pintunya. Anehnya Kina tidak merasakan sakit sedikit pun—
"AKH!!"
—jeritan Kina melepaskan ciuman mereka. Sakit. Ia merasakan sakit luar biasa ketika Julian mendorong benda tersebut masuk ke dalam tubuhnya dalam satu sentakan. Tubuhnya terasa terbelah dua.
"Akh!!" Kina kembali meringis. Tanpa disadari ia sudah menangis.
"Shh... tidak apa-apa. Hanya sakit sebentar..." bujuk Julian, mengelus rambut Kina dengan lembut.
"Bukankah aku bilang lakukan dengan perlahan?" isak Kina dalam pelukan Julian.
Mendaratkan kecupan ringan pada kepala Kina, Julian menjawab, "Itu tidak akan bekerja jika dilakukan dengan perlahan. Kau tahu akan hal itu."
"Tapi sakit sekali..."
"Aku minta maaf. Ambil waktumu sampai kau terbiasa."
Tidak perlu waktu lama sampai Kina memberi sinyal bahwa tubuhnya sedikit tenang. Dan sepanjang malam, mereka menikmati sentuhan satu sama lain.