Cita-cita Hanin

19 8 2
                                    


"Hanin, tolong ambilkan buku paket dengan sampul warna putih-oranye bertuliskan buku penuntun membuat pola busana tingkat dasar di meja saya," pinta Lina guru tata busana di sekolah Hanin.

"Baik, Bu." Hanin beranjak memundurkan sedikit kursi kayu yang ia duduki kemudian berlalu meninggalkan kelasnya.

Putri Hanindira nama lengkapnya. Biasa dipanggil Hanin. Ia berasal dari keluarga sederhana. Orang tuanya berpisah saat Hanin berusia enam tahun. Ia tinggal bersama ibunya--Azizah--. Setiap pagi Azizah berjualan kue basah di pasar untuk memenuhi kebutuhan putri satu-satunya itu. Beruntung Hanin mendapatkan beasiswa sehingga sedikit meringankan beban ibunya.

Hanin, murid berprestasi yang juga menjabat sebagai wakil ketua OSIS itu kini duduk di kelas dua SMK. Ia mengambil jurusan Tata Busana. Sesuai dengan cita-citanya yaitu menjadi perancang busana terkenal dan handal.

Berawal dari menonton acara televisi bertajuk Putri Indonesia. Acara yang kerap menampilkan wanita dari berbagai penjuru pulau di Indonesia itu ternyata berhasil menarik perhatiannya. Bukan hanya dari kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki setiap kontestan, melainkan busana yang dikenakannya.

Busana dengan warna senada antar kontestan membuat Hanin takjub karena memiliki model yang beraneka ragam. Dari situlah ia tertarik dengan dunia fashion dan berniat ingin mempelajari lebih dalam lagi.

Hanin memindai sejumlah buku di atas meja Lina. Kedua sudut bibirnya terangkat manakala menemukan buku yang dicari. Ia pun segera keluar dari ruang guru sambil membuka lembaran buku ditangannya. Saking asiknya membaca ia lupa kalau ada undakan pada muka pintu.

"Aaaw!"

Dengan sigap laki-laki berkemeja biru lengan pendek menahan kedua bahu Hanin. Sesaat pandangan mereke bertemu. Hanin merasa risih karena sekali pun belum pernah sedekat itu dengan laki-laki. Ia segera mengambil buku yang terjatuh dan menuju kelas setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih pada laki-laki yang telah menolongnya.

"Ini, Bu," ucap Hanin mengulurkan buku pada Lina.

"Baik, terimakasih ... kamu boleh kembali ke tempat duduk," ujarnya diiringi senyum tulus. "Kita mulai pelajaran hari ini, ya, anak-anak ...," lanjutnya lagi.

"Nin, kantin, yuk!" ajak Lia teman sebangku Hanin pada jam istirahat.

"Kamu duluan aja, gih, aku mau kelarin ini bentar lagi selesai," jawab Hanin tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gambar pola pada bukunya. Sesekali ia menarik tali meteran yang melingkari leher belakangnya. Mengukur, memberi titik kemudian menghubungkan antar titik menggunakan penggaris. Tangannya sangat terampil sehingga tercipta desain yang begitu rapi dan bersih tanpa coretan.

"Ya, udah aku duluan, ya?" Hanin hanya mengangguk.

Tanpa butuh waktu lama Hanin menyelesaikan gambar polanya. Ia melihat sekeliling kelas tidak ada seorang pun yang ada di sana. Hanya dirinya. Ia merapikan bukunya dan menaruh dalam tas kemudian beranjak keluar kelas.


"Hei, bengong aja. Katanya mau ke kantin ...," tegurnya saat melihat Lia duduk menyendiri di depan kelas.

"Ngantri banget, males, ah! Keburu masuk yang ada ntar."

"Wiiihhh siapa tuh, ganteng banget ... mana masih seger juga," tunjuk Lia dengan mata berbinar seperti menemukan oase karena kebanyakan guru di sekolahnya sudah berumur. Kedua netra Hanin mengikuti arah pandang sahabatnya. Ia melihat seorang laki-laki yang tadi sempat menolongnya.

Love and DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang