Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Jadi pandu ibukuIndonesia kebangsaanku
Bangsa dan tanah airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatuHiduplah tanahku, hiduplah negriku
Bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia rayaIndonesia raya merdeka, merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia raya merdeka, merdeka
Hiduplah Indonesia rayaLagu kebangsaan Indonesia raya dinyanyikan oleh seluruh murid dan guru pada upacara bendera yang secara rutin dilakukan setiap Senin pagi di lapangan utama SMK Bina Bangsa. Semua murid dengan teratur mengikuti jalannya upacara. Ada beberapa yang berdiri menghadap timur tepat di mana matahari terbit. Itu merupakan hukuman bagi mereka yang tidak memakai topi, dasi, memakai sepatu selain warna hitam, dan tidak berkaos kaki.
Sementara di barisan paling belakang Lia terus memperhatikan seseorang yang berdiri di samping Azam. Baru pertama kali ini ia melihatnya. "Siapa dia? Guru baru, kah?" gumamnya. Berbagai macam pertanyaan memenuhi otaknya, hingga tidak terasa upacara telah selesai.
Semua murid berbaris sebelum masuk kelas. Selain upacara, setiap Senin juga diadakan pemeriksaan rambut bagi anak laki-laki dan kuku bagi semua murid. Bagi mereka yang kukunya panjang akan mendapat pukulan kecil pada punggung tangannya menggunakan penggaris kayu berukuran besar yang biasa digunakan untuk menggaris pada papan tulis. Sedangkan bagi murid laki-laki yang memiliki rambut panjang akan dipotong rambutnya asal. Setelahnya mereka belajar mengikuti pelajaran seperti biasanya.
Tidak ada amarah maupun dendam dalam diri mereka karena sadar akan kesalahannya. Mengadu pada orang tua? Tidak mungkin juga karena pasti dialah satu-satunya orang yang akan kena marah bahkan sebelum mengatakan penyebabnya. Seperti Senin lalu, Arif anak jurusan Teknik Komputer ditampar oleh guru Bahasa Indonesia--Daniel-- karena terus bergurau saat pelajaran berlangsung. Itu bukan kali pertamanya Arif berbuat demikian, berulang kali juga Daniel mengingatkan. Ia merasa sangat tidak dihargai.
Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi sebelah kanan Arif. Ia terdiam, hanya amarah yang tersirat dari raut wajahnya. Sampai di rumah ia mengadukan kejadian itu pada orang tuanya.
"Bu, lihat ini, tadi aku di tampar Pak Daniel," keluhnya seraya menunjukkan bekas kemerahan pada pipinya dengan wajah memelas. Bukan pembelaan yang ia dapatkan melainkan kuliah tujuh menit dari ibunya.
"Makanya, Arif, kalo guru lagi ngomong itu dengerin, perhatiin, jangan sibuk sendiri. Terus belajar yang bener biar nilai raport ngga ada angka merahnya. Masih baik tuh pipi cuma sebelah yang kena tampar. Ibu rasa terlalu baik gurunya. Kalo Ibu yang jadi guru, nih, udah tampar aja bolak-balik! Ini juga, seragam bener-bener malah dicoret-coret. Apa ini dibacanya? Selang?" cerocos Ibu Arif seraya mengamati tulisan pada bagian ujung seragam putranya.
"Slank, Bu," jawab Arif lesu
***
"Hanin! Sini, deh, buru!" teriak Lia saat melihat Hanin berjalan menuju kelas. Hanin sedikit mempercepat langkahnya.
"Ada apa, sih, masih pagi udah teriak-teriak aja. Eh, tunggu-tunggu, kalo aku perhatiin, nih, ya, udah beberapa hari ini kayaknya kamu ngga terlambat masuk kelas. Kesambet apaan kamu? Hantu toilet, ya?" tanya Hanin menyelidik.
"Ish, nggak lah. Aku capek aja kalo harus dihukum lagi, hukuman waktu itu dari Mr. Hilman aja masih bikin aku enek. Bayangin aja, aku harus bersihin toilet laki-laki dan perempuan sekaligus! Bener-bener guru durhaka sama murid! Untung aja dia udah pindah dari sekolah ini!" cerocos Lia dengan kesal membuat Hanin tergelak.
"Oh, iya, sebenarnya aku tuh manggil kamu karena mau kasih berita bagus," ujarnya dengan mata berbinar.
"Berita bagus, apaan?"
"Jadi, tadi aku lihat ada satu guru baru lagi di sekolah kita, kata kelas sebelah namanya Pak Yusuf dia mengajar bahasa Arab dan yang paling penting dia ganteng. Ngga kalah, deh, sama Mr. Azam. Sumpah!"
"Hanya itu?" tanya Hanin dijawab anggukan oleh sahabatnya.
"Udah, 'kan? Aku masuk kelas dulu, bye!" Hanin meninggalkan Lia yang berdiri mematung, ia heran melihat Hanin sama sekali tidak tertarik dengan kabar yang ia ceritakan.
"Kamu itu perempuan normal, kan, Hanin? Kenapa nggak tertarik sama cowok ganteng? Aku rasa kamu sakit!" gumam Lia seraya menggelengkan kepalanya berulang.
Ruang kelas tata busana terdengar riuh, tidak lain lagi mereka sedang membicarakan Yusuf guru baru yang saat ini menjadi tranding topic di sekolah itu selain Azam.
"Assalamualaikum," ucap seorang laki-laki dari depan pintu. Usianya berkisar 26 tahun. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, tidak juga pendek. Standar lah … kulit sawo matang khas orang Indonesia, rambut agak ikal dengan model belah tengah, nada bicaranya lemah lembut.
"Waalaikumsalam …," jawab semua murid serentak, kemudian mereka terdiam. Namun, netranya tidak beralih sedikitpun dari sosok itu. Merasa sedang diperhatikan, laki-laki itu melempar senyum tipis sebagai sapaan. Ia menaruh buku materi di tangannya ke atas meja kemudian berjalan ke arah tempat duduk siswa paling depan sebelah kanan.
"Selamat pagi. Perkenalkan nama saya Yusuf Artanabil, saya di sini akan membawakan mata pelajaran bahasa Arab. Saya harap adik-adik semua bisa mengikuti pelajaran saya dengan baik. Jika ada hal yang perlu ditanyakan silahkan, jangan sungkan," ucap Yusuf memperkenalkan diri dan tidak ada satupun dari mereka yang bertanya seakan tersihir oleh ketampanan Yusuf.
"Baiklah, kalau tidak ada yang ditanyakan kita mulai pelajaran hari ini." Yusuf menulis materi ilmu shorof pada papan tulis menggunakan huruf arab. Fa'ala-Yaf'ulu-Fa'lan- dan seterusnya. Tangannya begitu luwes menggoreskan kapur tulis, hasil goresannya pun terlihat rapi.
Ilmu Shorof atau lebih dikenal dengan ilmu Tashfir secara bahasa mempunyai arti perubahan. Dalam QS. Al-Baqarah : 164 ilmu shorof atau tashrif adalah ilmu yang menjelaskan tata cara mengubah suatu kalimat dari satu bentuk ke bentuk lainnya dengan maksud menghasilkan makna yang berbeda.
Tanpa diminta seluruh murid menyalin tulisan dalam buku masing-masing. Selesai menulis sebanyak lima baris, Yusuf mencuci tangan pada ember kecil yang telah disediakan oleh murid yang piket pada hari itu. Ember itu diletakkan tepat di bawah papan tulis di samping sebelah kiri. Kemudian ia berjalan dari satu meja ke meja lain mengamati tulisan muridnya.
"Apa sudah selesai?" tanya Yusuf saat melihat beberapa siswa berhenti menulis.
Krik krik! Tidak ada jawaban.
"Baiklah, saya jelaskan. Fa'ala terdiri dari tiga huruf hijaiyah yaitu fa', 'ain dan lam. Fa'ala merupakan bentuk fi'il madhi yang artinya melakukan. Adapun bentuk perubahan dari Fa'ala yaitu yaf'ulu bentuk fi'il mudhori artinya sedang melakukan. Fa'lan bentuk Masdar artinya perbuatan. Ada lagi--." ucapan Yusuf terjeda manakala melihat murid-muridnya hanya terdiam sambil menatap dirinya. Entah karena tidak mengerti dengan penjelasannya atau karena terpesona dengan caranya menyampaikan materi. Entahlah.
"Ehhmm." Yusuf berdehem. "Sampai sini apa ada yang ditanyakan?" Lagi-lagi semua murid hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
Duuh, kenapa kelas ini jadi horor begini, ya? Apa memang setiap hari selalu begini? batin Yusuf. Ia kemudian mundur beberapa langkah dan byuuurr! Air cuci tangan dalam ember membanjiri sebagian ruang kelas karena tidak sengaja terdorong oleh kaki Yusuf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Dream
Teen FictionPutri Hanindira remaja berkulit hitam manis dan sangat menyukai warna hitam ini cukup pendiam. Sejak masuk SMA banyak diantara teman laki-lakinya yang tertarik, akan tetapi ia tidak pernah menanggapi dan lebih memilih untuk fokus belajar demi cita-c...