Tuhan, tunggu aku di singgasana-Mu. Aku akan segera bertemu dengan-Mu.
___________________________________
Malam yang dingin dengan hujan yang mengguyur sedari siang serta bisingnya suara – suara manusia malam dengan berbagai umpatan dan makian diiringi sirine petugas berwajib dengan yang tampak santai dan tidak mengambil tindakan atas rusuhnya keadaan. Malah mengambil udud, memantik korek api, dan menghisapnya.
Tatapan warga yang penasaran denga napa yang sedang terjadi menambah gaduhnya suasana mencekam malam itu. Malam yang tak akan dilupa oleh pemuda berbaju coklat yang sedang berteriak histeris itu. Malam itu pula, yang akan bergabung dengan malam lain gadis beambut panjang yang akrab dengan panggilan, Jani.
"Tuhan, mengapa kau ciptakan malam ?" Gumam gadis itu saat sebelum menarik pelatuk dan mengarahkan pada kepala.
_____________________________________
"Ibu hari ini Arjani mendapat nilai tinggi di antara temen kelas Arjani", gadis ceria itu membuka percakapan pada makan malam yang sunyi.
"Bagus. Pertahankan", Ranty menanggapi anaknya sembari mengirimkan berkas yang diminta oleh bos perusahaannya.
Ranty adalah seorang ibu dengan pekerjaan utama sebagai staff divisi Hukum dan Pelaporan di sebuah Lembaga perlindungan anak. Kasus dan laporan yang masuk tiada henti, membuat ia dengan sadar dan sengaja menjadikan meja makan keluarga layaknya meja kantor ia bekerja. Laptop, setumpuk data tebal, handphone, bolpen, dan printilan-printilan lainnya.
"Iya", Arjani menyambut respon ibunya. Matanya ia alihkan pada bapaknya yang sedang melahap tahu bacem goreng yang disediakan oleh Bi Inah. Meminta pendapat atas nilai yang ia raih.
"Kalo bapak, ga perlu ditanya dong Nak. Kan Arjani memang paling hebat. Arjani paling jago mainnya", Lingga tersenyum lebar, menjawil pipi putrinya yang saat ini sedang merah karena mendapat pujian yang ia inginkan.
Makan malam hari ini, ditutup dengan Ranty yang tetap focus hingga pirinya bersih dari nasi dan lauk pauk, Juang yang seperti biasa hanya diam tanpa berkomentar apapun, dan Arjani yang mendapat kecupan malam di pipi dari bapaknya, sebab ia mendapat nilai tinggi.
Ujian semester 2 akhir kelas 3 SMP di depan mata. Hari ini Arjani memiliki janji temu dengan Mada, teman sebangkunya untuk belajar mengahadapi ujian semester.
"Mada, nanti beneran dateng ya. Jangan mangkir mulu", Arjani sibuk membereskan buku di mejanya. Mada yang sedang santai sembari memainkan kursinya ke depan belakang menanggapi hanya dengan anggukan.
"Kebiasaan, dijawab pake suara dong. Ih", tangan Arjani menjitak kepala cowok tengil itu.
Di kelasnya, Arjani dan Mada terkenal sebagai sahabat. Di manapun Arjani berada tak jauh di sekitarnya, pasti ada Mada. Dan mereka semua tau, yang selalu mengekor adalah Mada. Arjanii tak pernah menyuruh Mada untuk selalu mengikutinya. Pernah suatu hari, Arjani sedang dalam kesal dan ingin sendiri. Namun, Mada tetaplah Mada. Ia mengikuti Arjani pergi ke lapangan sekolah bagian belakang.
"Mada!! Kenapa ngikut mulu sih. Udah kamu pergi", Arjani berdiri berkacak pinggang.
"Kan aku punya kaki. Hak aku, mau dibawa kemana", Mada tak ingin kalah berdebat dengan gadis berkucir kud di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANI
Short StoryTuhan, tunggu aku di singgasana-Mu. Aku akan segera bertemu dengan-Mu.