◇◇◇
Kenapa hari selalu diawali dengan pagi? Ah, rasanya Dewa ingin memaki pagi ini yang seenaknya menghancurkan mimpi indahnya semalam. Dewa mendengkus kesal, ia teringat di saat-saat dirinya akan mencium kening seseorang, justru malah berakhir dengan mancium lantai sebab alarm yang menyala dengan kerasnya, zmembuat ia terkejut kemudian terjatuh dari atas kasur. Benar-benar menyebalkan bukan?
"Monyet! Siapa sih yang setting alarm jam segini?!" umpatnya seraya berdiri dan melempar selimut ke atas kasur. Dewa menggaruk kepalanya, membuat rambutnya yang acak-acakan semakin berantakan.
"Gue yang setting, kenapa? Nggak suka? Lagian harusnya lo berterima kasih ke gue, berkat gue, lo nggak kesiangan."
"Ck, setan! Gue bisa bangun sendiri, ya!"
"Tapi gue nggak yakin. Udahlah, gue males debat. Sekarang buruan mandi, gue sama Nadine udah nunggu di bawah."
Dewa menghela napas pasrah. Ia pun mengambil handuk lalu menyampirkannya di pundak. "Lah, lo ngapain malah duduk di kasur gue?"
"Berisik lo Bang, buruan mandi. Tibang gue dudukin doang, lo protes. Dasar kikir!"
"Lo ngeselin banget anjir! Keluar lo sana! Gue nggak mau aurora gue terlihat sama cowok kayak lo!"
"Dih, kita 'kan sesama cowok. Lo aneh, deh."
"Anjir nih, anak, gue siram juga lo. Keluar nggak lo, Sagara?!" Dewa sudah ancang-ancang mengambil air di dalam gelas yang terletak di atas nakas.
Oknum bernama Sagara yang sudah merecokinya sejak tadi pun bangkit dari duduknya, lalu berlari ke luar kamar sambil tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, Dewa yang tadinya kesal, pun perlahan menyunggingkan senyumannya. Ia pun memasuki kamar mandi setelah meletakkan kembali gelas berisi air tersebut.
***
Awalnya ruang makan sangat tenang karena hanya Nadine dan juga Indah yang sedang menata menu sarapan pagi ini. Namun semua ketenangan itu buyar saat seseorang datang dari arah tangga dengan ributnya.
"Buu tolooong! Ada buaya ngamuk, hahah!"
"Ya ampun Saga! Kamu ngapain sih, pagi-pagi udah rusuh gitu?" tanya Indah yang tak habis pikir dengan putranya yang satu itu.
Saga yang sudah tiba di bawah pun langsung duduk di dekat Nadine—ia masih saja tertawa. Entah menertawakan apa, tetapi melihat Saga seceria itu benar-benar seperti kebahagiaan tersendiri bagi kedua wanita beda generasi tersebut.
"Bang Dewa lucu, dia ngamuk gara-gara nggak jadi nyium cewek, malah nyium lantai, hahah."
"Kamu jail, sih. Kali ini diapain lagi, Ga?" tanya Nadine.
"Nggak di apa-apain kok." Saga menjawab dengan cuek sambil mencomot potongan tempe mendoan yang sudah tersaji di atas meja.
Indah yang melihatnya hanya menggelengkan kepala. "Di dapur masih ada apa, Na?"
"Masih ada kerupuk Bu."
"Oh, ya udah Ibu aja yang ambil. Kamu panggil Papa gih, bilang sarapannya udah siap," pesannya sebelum berlalu pergi ke dapur.
"Awas ya, kalo tempenya sisa satu, nanti aku potong jari kamu!" ancam Nadine yang hendak pergi, tetapi matanya melihat tangan jahil Saga yang hendak mencomot lagi ke arah tempe mendoannya. Padahal, tadi Saga sudah menghabiskan dua buah tempe saat Nadine masih menggorengnya, dan sekarang ia masih saja mengunyah dengan santai.
Saga yang mendengar omelan Nadine pun tidak jadi mengambil tempenya lagi, hingga membuat bibirnya mengerucut lucu. Nadine yang melihatnya, malah jadi gemas sendiri. Entahlah, sejak mereka tinggal bersama dengan status Saga sebagai bungsu di keluarga ini, tingkahnya benar-benar diluar dugaan. Terkadang ia menjadi dewasa ketika berada di luar rumah, tetapi menjadi sangat nakal dan manja ketika berada di rumah. Yang lebih aneh lagi, semua orang justru membiarkannya—tidak memarahinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Sagara [✔️]
FanfictionSagara pernah bilang, katanya dia tidak membenci takdir yang sudah meluluhlantakkan perasaannya. Hanya saja, dia benci pada dirinya yang sulit menerima takdir tersebut. Katanya, Sagara hanya ingin keadilan. Namun, mengapa ketika keadilan itu datang...