Rainer Fin, seorang guru magang yang sedang berjuang untuk nasibnya kelak. Dia berjalan pelan setelah memarkirkan motornya di parkir sekolah khusus guru. Dia sangat hati-hati saat berjalan, hingga kerikil kecil pun ia bisa hindari dari sepatu hitam mengkilat bersih.
Ia mulai memasuki koridor sekolah masih dengan berjalan pelan berwibawa. Dari arah berlawanan ada seorang gadis berambut panjang lurus berlari terburu-terburu, seperti sedang dikejar seseorang. Namun tidak, tidak ada orang di belakangnya. Ia berlari tak hati-hati, hingga ia menabrak Reiner di depannya. Ia terpental ke belakang, menabrak dada Rainer yang cukup bidang.
"Aw," erang gadis itu.
Reiner enggak habis pikir, bisa-bisanya masih pagi, dia berlari terburu-buru. Takut telat, tidak mungkin. Ini masih terlalu pagi untuk alasan itu. "Kamu kenapa lari kayak gitu? Sampai saya tak terlihat di matamu?"
Gadis itu masih menunduk, masih mengerang kesakitan. Reiner menyodorkan tangannya memberi bantuan dia untuk berdiri. Si gadis menerima uluran tangan Reiner dan berdiri. "Makasih, Pak," ucapnya menatap ke Reiner dan merapikan rambutnya yang sedikit menutupi wajahnya.
Reiner terkejut melihat wajah si gadis. Wajahnya sangat tak asing, bahkan ia sangat mengenalinya, walau dalam mimpinya. "Kyra," ceplos Reiner.
"Loh Bapak tahu saya? Padahal saya anak baru. Saya disuruh ke kantor guru, sebelum masuk kelas."
Reiner semakin terkejut, bukan hanya wajah, namanya juga sama. Namun, ia tak bisa sembarang mengambil kesimpulan begitu saja. Ia sempat bingung menjawab pertanyaan Kyra, untungnya ia melihat nama di baju Kyra bertuliskan Kyra Aaliyah. "Tuh, dibajumu."
Kyra melihat ke sebelah kanan bajunya yang ada namanya, letaknya sejajar dengan saku di bagian kiri. Ia tersungging sedikit malu. "Eh iya. Maaf, Pak, boleh tanya di mana ruang guru?"
"Mari ikut saya." Rainer berjalan menunjukkan jalan, dia memang mau ke sana juga.
Kyra berjalan di belakang Rainer. Ia mengusap pantatnya yang masih sakit, karena jatuh tadi. Berharap meredakan rasa sakitnya. Beralih ke pinggang, sedikit juga nyeri, ia juga mengusap beberapa kali. Tadi jatuhnya cukup keras, namun ia tak mau terlihat oleh gurunya kalau ia sangat kesakitan.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Rainer tanpa menengok.
"Iya, Pak," jawab Kyra pura-pura dengan suara baik-baik saja, tapi ekspresinya tidak sama sekali.
Rainer tertawa kecil, melihat sandiwara Kyra. Ia melihat ekspresi Kyra lewat pantulan cermin di jendela kelas yang sedang mereka lewati. Lucu sekali, kenapa harus bohong. Batin Rainer.Mereka sampai di depan ruangan guru. Kyra masih mengikuti langkah Reiner hingga Reiner duduk di tempatnya. "Kamu kenapa berdiri di situ?"
"Gak tau."
Rainer melihat ke meja guru lain, ternyata memang baru dirinya yang berangkat. Mungkin gadis ini bingung, ia harus menemui siapa nantinya. "Biasanya, murid baru menemui ke kepsek dulu kayaknya. Tapi jam segini, beliau belum hadir."
"Oh gitu, saya boleh tunggu di sini, Pak?" Kyra duduk di kursi guru sebelah Reiner.
"Boleh. Kamu pindahan dari mana?"
"Dari kota Xfor." Kota ini berada pada di titik terjauh dari sebuah kota di negara ini.
"Jauh ya."
"Iya, Pak."
Sudut mata Rainer terus memperhatikan wajah Kyra. Kenapa dia sangat mirip dengan gadis di mimpinya setiap hari. Sesuatu yang sangat aneh dalam hidupnya.
Apakah dia memimpikanku juga, jika iya kenapa ia seperti tak mengenaliku. Ah, ngaco. Bagaimana mungkin, itu hanya mimpi Reiner. Apa kau tak bisa membedakannya? Batinnya terus meracau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream
FantasyReiner tak percaya kebenaran mimpi, tapi kebenaran mimpinya yang terhubung dengan Kyra, siswi di sekolahnya sering terbukti. Akhirnya Reiner membaca sebuah jurnal di perpustakaan tentang dunia paralel. Sejak itu Reiner mulai merasa ada yang janggal...