2 - Sementara Begini Saja

214 8 0
                                    

___Reyhan POV___

Seperti aku yang susah kehilangan Rayyan, apakah dia juga begitu takut kehilanganku. Dengan posisi dia bersama Robi, ah aku rasa dia sudah melupakanku. Tapi bagaimana, perasaan bahagian bisa bertemu dengan Rayyan begitu besar dan meluap-luap di dadaku. Saat berpikir tentang Rayyan, ingatanku menjadi liar dan tidak karuan.

Hari mulai beranjak siang setelah agak lama berbicara dengan Robi, dan ada perasaan sedikit jenuh disini. Apalagi Robi yang tanpa malu memamerkan kedekatannya dengan Zidan sementara aku dan Rayyan masih sama-sama kaku.

"Eh Rob aku pulang dulu yah, udah mulai agak siang nih" ucapku

"Lha mau kemana si Han, Rayyan dan Zidan juga masih disini juga. Jangan terburu lah" jawab Robi.

"Emm ada perlu nih ke Wilis mau cari buku. Sekalian aku pulang ke Kosan juga. Khawatir nanti hujan juga Rob"

"Kak Reyhan pulang, aku ikut ya..." pinta Rayyan

"Eh... boleh. Lagian rumah adek searah kok sama kosan Kakak. Tapi ikut kakak bentar ya ke Wilis, mau cari buku dek"

"Yauda tunggu bentar kak Rey..." ucap Rayyan sambil mengambil tasnya dan merapikan barang-barannya. "Yuk kak...

"Robi, Zidan, aku pulang ya..."

"Iya kak, Hati-hati.." jawab Zidan.

Aku mengendarai sepeda beat sportyku melaju di tengah kota Malang. Angin sepoi dan matahari yang tidak terlalu menyengat membawa suasana cerah. Tidak hanya kota Malang, tetapi juga perasaan dalam hatiku yang lega. Apalagi saat ini ada Rayyan, dia yang duduk di belakang sambil melingkarkan tangannya di perutku.

Sesampainya di Wilis, yang kulakukan hanya mencari buku, terus pulang. Tidak ada yang spesial selain Rayyan. Hari ini aku bertemu dia, dan rasa sayang padanya kembali lagi. Seperti sungai kering yang dibuka bendungannya tiba-tiba. walaupun aku belum tau bagaimana dengan perasaan Rayyan, tapi aku yakin dia merasakan hal yang sama denganku. Kakak sayang kamu Rayyan.

___Rayyan POV___

Mengendarai sepeda motor berdua dengan kak Reyhan membuatku sedikit canggung. Aku ingin memeluknya cukup erat sampai tidak bisa dipisah lagi, tapi rasanya sudah berbeda. Mungkin dia bukan Kak Reyhan yang dulu menyayangiku. Ahhh... pikiranku terlalu khawatir jika harus kehilangan sosok kakak sebaik kak Reyhan.

Bagaimana jika kak Reyhan sebenarnya masih sayang dengan kak Robi? Bagaimana jika kak Reyhan sudah tidak menyayangiku lagi? Ahhh... pikiran-pikiran itu selalu saja menggangguku. Sampai di sekitan alun-alun kota Malang, kuligkarkan tanganku ke perutnya. Satu, dua, tiga, tidak ada penolakan. Tapi kak Reyhan hanya diam saja. Jadi, sebenarnya apa yang dirasakan kak Reyhan padaku?

Selesai dari Wilis, kak Reyhan mengantarkan aku kerumah. Langit disebelah barat tiba-tiba mendung dan hujan. Beruntung tas kak Reyhan sudah pakai raincover sehingga bukunya terlindungi. Walaupun aku dan kak Rehan basah kuyup.

Aku yang tidak memakai jaket sedikit menggigil kedinginan. Rupanya kak Reyhan melihat aku yang kedinginan dari kaca spionnya. Sampai ada saat dimana dia memegang tanganku dan melingkarkan ke perutnya lebih erat. Jika ditanya apakah aku bahagia, rasanya ini lebih nyaman dari apapun yang pernah kurasa. Perasaan lega, hangat yang menyelimuti hati dan pikiranku, seperti jawaban dari lagit untuk semua kegelisahan yang daritadi kurasa.

Sesampainya di rumah, hujan masih lebat.

"Ya Allah kok udan-udan to Le.... Masuk angin engko awakmu iku.. Byuh... (Ya Allah kok hujan-hujan Nak...nanti kamu masuk angin)" ucap ibuku. "Sama siapa itu? Temenmu?"

"Assalamualaikum Bu..." ucapkak Reyhan

"Lha ini kan Reyhan... Gimana kabarmu Nak? Kok lama gak main kesini?"

Kak ReyhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang