Salma Family #1 Lahirnya Si Malaikat Kecil

9 1 2
                                    

Magelang 30 Oktober 2018.

Pagi itu sangat cerah, semburat merah keemasan sang mentari baru saja bangun dari peraduannya.
"Ayah diminum dulu teh hangatnya, nanti keburu dingin."
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
"Sebentar mbeb, ini juga udah selesai."
Aku menyelesaikan mengikat tas anyaman dari plastik sintetis pesenan Bu Siti langganan tetap ku di pasar Demak Bintoro ke atas jok sepeda motor.
"Alhamdulillah..."
Nikmat sekali teh hangat yang tiap pagi disuguhkan isteriku. "Oh ya mbeb, nanti selepas aku nganterin pesanan Bu Siti aku bablas ke Magelang ya ambil bahan dagangan."
Kataku ditengah menikmati teh hangat dan camilan ringan.
Istriku hanya mengangguk dan mencium tanganku saat aku berpamitan berangkat mengantarkan pesanan ke pasar.
Untuk menopang perekonomian keluarga, kami mencoba menjalankan usaha kecil-kecilan memproduksi sendiri tas anyaman dari  bahan plastik sintetis dan menjualnya ke pasar-pasar tradisional. Alhamdulillah enam bulan menggeluti usaha ini masih diberikan kelancaran Walaupun persaingannya juga ketat sekali. Karena banyak pelaku usaha di bidang ini. Persaingan harga kadang pun menurutku sudah gak sehat lagi. Karena para pemodal besar rela banting harga demi merebut pangsa pasar. Hal ini tentunya membuat kalang kabut para pelaku usaha yang modalnya kecil-kecilan, seperti diriku. Sendiri. Hehe.
Yah aku dan istriku sepakat untuk memulai usaha kecil-kecilan dengan bermodal seadanya dan sebisa mungkin menghindari meminjam modal dari perbankan karena resikonya juga besar. Apalagi usaha ini masih bersifat rintisan dan masih kekurangan dibidang tenaga penganyam tas karena otomatis hanya aku dan istriku saja yang bisa. Sedangkan mayoritas warga disekitar kami umumnya bertani sehingga tak banyak warga yang berminat mencoba karena memang prosesnya bagi mereka dianggap rumit.
***
"Oh ya mas ...mbok saya pesen tas anyaman plastik yang ada tutupnya, bisa...?"
Aku menerima contoh tas yang diberikan Bu Siti langganan ku.
"Insya Allah bisa Bu, mau pesen berapa buah nih Bu?" Tanyaku antusias.
"Deal harganya dulu dong mas, berapaan pasnya...?"
Setelah berdiskusi sebentar dengan Bu Siti dan tawar menawar harga akhirnya deal juga. Alhamdulillah dapet order tambahan. Aku tersenyum lega dan menerima uang pembayaran dari pesenan kemarin dan DP pesenan baru.
Istriku pasti senang jika mendengar hal ini. Tapi nanti sajalah buat surprise dia sepulang dari Magelang.
" Terima kasih banyak Bu Siti, semoga berkah selalu dan tambah lancar dagangannya ya Bu..."
Bu Siti dan Haji Amin suaminya hanya mengaminkan doaku.
" Sama-sama mas, semoga jenengan juga lancar rejekinya."
"Aamiin ya rabbal alaamiin."
Jawabku lantas berpamitan.

Kulirik jam dilayar ponselku, jam 10.00 wib. Aku mengendarai sepeda motor matikku perlahan meninggalkan kota Demak menuju ke Magelang tempat tinggal kedua orang tuaku sekaligus ambil barang dagangan karena desa tempat kelahiranku memang sentra kerajinan anyaman tas plastik.

***
Adzan Maghrib baru saja selesai berkumandang, sebuah SMS masuk ke ponselku. Dari istriku ternyata.
"Ayah...aku kok merasa udah mau melahirkan. Kira-kira ayah bisa pulang ke Demak gak ...?"
Antara gugup, dan bahagia secepat kilat kubalas SMS isteriku, "Iya mbeb...aku sia-siap dulu ya."
Hatiku deg-degan tak karuan tapi juga sekaligus bahagia karena sebentar lagi anak pertama yang sudah kami nantikan akan segera lahir.
Semoga saja semuanya berjalan lancar dan dalam hati tentu saja berharap semoga nantinya istriku melahirkan  bayinya dengan selamat.
"Ya Allah... berikanlah kemudahan bagi istriku yang hendak melahirkan. Selamatkan keduanya dalam persalinan nantinya."
Doaku tak henti-hentinya.
" Ndak usah ngebut ya nak, hati-hati di jalan. Semoga semuanya paringi selamet..." Pesan ibuku ketika aku hendak pamit. Aku hanya mengangguk dan meraih tangan ibuku dan mencium tangannya seraya meminta doa restu dari kedua orang tuaku.
Ayah menepuk pundak ku. Seperti biasa tak ayah memang tak pandai berkata-kata apa-apa, namun aku tahu bahwa di balik itu semua dia adalah seorang ayah yang sangat menyayangi seluruh keluarganya.
"Ambil ini Jon, insya Allah kami segera menyusul. Nanti begitu mbak Muna melahirkan segera kasih kabar."
Aku mengangguk terima kasih pada adikku yang menjabat tanganku sambil mengulurkan sebuah amplop.
"Salam buat Muna dan keluarga disana ya nak."
Aku hanya mengangguk tersenyum dan melambaikan tangan ke arah mereka.
Perlahan aku menjalankan sepeda motor matikku menyusuri jalan meninggalkan kampung halaman kubdi Grabag Magelang menuju ke Demak.
***
Pukul 22.30 WIB,
Alhamdulillah setelah menempuh 3 jam perjalanan akhirnya aku tiba juga di rumah mertuaku.
Istriku datang menyambut dan meraih tanganku dan menciumnya.
"Ayah sudah makan...?"
Aku hanya menggeleng dan menunjukkan sebungkus bakso kesukaan istriku.
"Ya udah ayah makan aja dulu, aku tak siap-siap dulu. Jangan lupa teh hangatnya diminum yah..."
Aku hanya mengangguk. Kulihat ibu mertua juga sudah sibuk membantu mempersiapkan pakaian ganti yang nantinya dibutuhkan selama proses persalinan.
Tak berapa lama aku membawa istri ku ke bidan desa terdekat untuk menjalani proses persalinan.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Bu bidan membukakan pintu.
" Maaf Bu bidan malam-malam mengganggu, istri saya hendak melahirkan. Kami mohon tolong Bu..."
Beliau hanya mengangguk dan mempersilahkan kami masuk ke ruang persalinan.
"Mas tunggu saja di luar biar istrinya di temani sang ibu kandungnya dulu. Jangan lupa berdoa untuk istri dan calon bayinya semoga semuanya selamat dalam proses persalinan."
Aku tak mampu berkata-kata apa lagi dan hanya mengangguk mengiyakan perkataan bidan.

Waktu terasa lambat berputar.
Pukul 11.30 belum juga ada tanda-tanda istriku sudah melahirkan .
Aku hanya berjalan mondar-mandir di ruang tunggu, hanya mampu berdoa dalam hati semoga semuanya selamat. Hatiku sungguh was-was. Tapi kembali lagi aku hanya bisa berpasrah pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Setelah menghadiahi istriku dengan bacaan surat Al Fatihah, dalam hati aku terus bersholawat, beristighfar, dan membaca kalimat tasbih untuk menentramkan hatiku yang sedang cemas dan gelisah.
Bagaimanapun aku sadar bahwa perjuangan seorang wanita adalah ketika ia hendak melahirkan. Nyawa taruhannya. Memikirkan hal itu saja sudah membuatku takut dan ingin menangis tapi semuanya kukembalikan pada Allah SWT, dzat yang Maha Mengatur Segalanya.
***
Ketika detik jarum jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari untuk pertama kalinya aku mendengar tangisan suara bayi.
Aku tersungkur dalam sujud dan tak kuasa meneteskan air mata. Bahagia dan cemas. Semoga keduanya selamat, istri dan anakku.
"Alhamdulillah...terima kasih ya Allah. Engkau telah mengaruniai hamba seorang anak. Selamatkan keduanya ya Allah."
Rintihku dalam doa.
Aku kini telah menjadi seorang ayah.
Terima kasih Ya Robbi.
***
"Bapak Puji Slamet Rahayu..."
Bu bidan memanggilku setelah beliau keluar dari ruang persalinan.
" Gih Bu Bidan..."
Jawabku.
"Selamat bapak Puji....istri bapak melahirkan dengan selamat. Keduanya selamat."
Tak ada kata yang mampu terucap mendengar kabar gembira ini kecuali berulang kali mengucapkan kalimat tahmid.
"Alhamdulillahi rabbil aalaamiin ...terima kasih gusti."
"Silahkan kalau bapak mau meng-azani anak pertama bapak."
Aku melangkah masuk ke ruang persalinan dengan hati yang bahagia.
Kulihat istriku tersenyum menyambutku meskipun ia masih terbaring dengan wajah pucat.
Aku memeluk erat istriku. Tak kuasa menangis haru.
Istriku hanya mengelus rambut dan pundakku.
"Anak pertama kita perempuan yah..."
Aku tak kuasa menjawab selain perasaan haru dan bahagia melihat wanita yang sangat kucintai dan kusayangi ini kini telah menjadi seorang ibu bagi anak pertama kami.
Kucium keningnya yang sama-sama ikut terharu dan bahagia menyambut kelahiran sang malaikat kecil kami.

Lantas aku menuju ranjang mungil yang tak jauh dari pembaringan istriku. Ada sebuah lampu yang dinyalakan untuk menghangatkan bayi perempuan mungil yang berbaring di dalamnya.
Air mataku kembali tak terbendung melihat untuk pertama kali sesosok bayi mungil perempuan yang sangat cantik. Wajahnya bak bercahaya. Sorot matanya berkilau.
Inginku berkata padanya, " Nak...ini ayahmu anakku. Alhamdulillah, engkau telah lahir ke dunia ini anakku. Melengkapi kebahagiaan kami ayah dan ibumu. Kami pasti akan sangat menyayangimu wahai malaikat kecilku. Kami akan sekuat tenaga merawat mu, mencintai dan menyayangi mu. Semoga kelak engkau menjadi anak yang Shalihah putriku."
Kuraih tangan mungil itu, air mataku semakin deras mengalir. Kulihat sorot matanya yang bening. Untuk pertama kali kucium pipi malaikat kecilku.
Perlahan kulantunkan kalimat Azan di telinga kanan dan kalimat Iqamah di telinga kirinya.
"Selamat datang wahai malaikat kecilku..."
Yah hari itu tepat tanggal 31 Oktober putri kami tercinta kami lahir kedunia ini.

***
Bersambung

Salma FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang