Pondok di Seberang Jalan

48 10 2
                                    

FYI⚠️

Cerita ini telah diterbitkan pada tahun 2018, dalam antologi cerita pendek bersama penerbit KAIFA PUBLISHING, dengan judul buku "A Book Full Of Mysteries"

~~~~~~~~~~~~~

Dingin. Gemerutuk giginya semakin kencang, Amy menggenggam tangan sahabatnya dengan erat mengharapkan setitik kehangatan dari sela-sela jarinya. Kabut malam hampir menyelimuti seluruh jalan. Mereka mulai meninggalkan mobilnya yang rusak parah dan terus menyusuri kegelapan dengan tubuh bersimbah darah. Lemas, Amy tak sanggup melangkah. Mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah trotoar.

* * *

“Aku masih ingat kejadiannya.” Bibir mungil itu mulai membuka bicara.

“Saat itu aku dan Samantha pergi ke suatu tempat untuk merayakan ulang tahunnya. Karena tempat yang akan kami tuju sangatlah jauh, kami memulai perjalanan sekitar pukul 20.00 berharap tiba tepat pukul 12 malam, karena rekan-rekan kami sudah menunggu sejak sore tadi. Kami pergi tanpa sepengetahuan orang tua kami.” Dia memandang kosong ke arahku.

“Dalam perjalanan ketika kami sedang asyik tertawa, tiba-tiba seekor kucing hitam melintas dihadapan kami. Kala itu aku kaget sekali dan membanting setir ke arah kanan kemudian menabrak tebing jalan.  Namun semua menjadi kacau.” Matanya mulai berkaca-kaca hampir tak terbendung lagi.

“Tidak apa-apa, menangislah. Setelah kau merasa lega baru kau ceritakan kembali” Aku mencoba memberi kesempatan untuk mengeluarkan emosinya sebelum dia melanjutkan bicara.

* * *

Malam itu membuat dia tak berdaya, mereka hanya duduk menikmati angin malam yang entah akan membawanya kemana. Amy hampir tak memperdulikan rasa sakit dan darah yang masih mengalir di tubuh rampingnya.
Sepi. Gelap. Hanya cahaya bulan yang mampu menjadi alat bantu penglihatan mereka saat itu. Amy melihat ke arah Samantha yang masih memegang kepalannya sambil sedikit mengaduh.

“Ya Tuhan! Sepertinya lukamu cukup parah.” Darah kental mulai bercucuran menerobos sela-sela alis mata Sam. Amy membuka tas dan mengambil beberapa helai tisyu untuk menyeka darahnya. Malam semakin larut. Tak ada satupun kendaraan yang melintasi jalanan ini. Amy sudah merasa ngantuk namun Sam mulai merasa haus.

“Amy, aku butuh air. Bagaimana jika kita berjalan sedikit lagi, mungkin saja di depan kita bisa menemukan sungai atau mungkin ada pemukiman untuk sekedar beristirahat.” Amy mengangguk setuju sebab mereka tak mungkin terus berdiam di sana sampai mati konyol karena kedinginan. Mereka percaya setelah matahari terbangun, bantuan akan tiba. Terlebih orangtua mereka akan mencari keberadaannya.

Kabut semakin tebal. Malam itu terasa sangat berbeda, mungkin karena tempat yang begitu asing di tambah dengan situasi yang kacau. Mereka terus melanggkahkan kaki menembus kabut-kabut itu namun seketika langkahnya terhenti.

“Ada apa Sam?” Pandangan Amy menyapu keseluruh jalan memastikan ada sesuatu yang menghentikannya.

“Ada pondok di sebrang sana.” Kata-kata itu melontar begitu saja. Amy merasa sangat senang. Tapi, tunggu dulu. Pondok? Benarkah?  matanya mulai menjelajahi seluruh jalanan. Amy sungguh tak melihat apapun, selain pohon-pohon rindang sepanjang jalan dan beberapa lampu mercury yang tak berfungsi.

* * *

“Apa yang dilihatnya itu hanya ilusi?” Aku mulai melontarkan pertanyaan di tengah-tengah cerita Amy.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pondok di Seberang Jalan (Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang