Prolog

263 47 0
                                    


Please sumpah ini beneran draft terakhir aku.
Semoga kalian nggak keberatan untuk mengulang 5 part ini dari awal lagi.

Please welcome and Happy Reading.





Pagi itu Ten memandangi kalendernya dengan mata yang masih setengah terbuka, kopi panas di cangkirnya mengepulkan uap yang sedikit membuat wajahnya hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu Ten memandangi kalendernya dengan mata yang masih setengah terbuka, kopi panas di cangkirnya mengepulkan uap yang sedikit membuat wajahnya hangat.

Pikirnya waktu cepat berlalu, hal itu terpikirkan ketika ia melihat Kana yang kini sedang sibuk dengan empat atau lima kotak bekal di atas meja makannya, yang pasti satu untuk Jisung, satu untuk Mark, entah ia akan memberinya kepada Doyoung atau tidak tapi yang pasti Xiaojun mendapatkan satu dari bekal itu sebagai balas jasa karena telah mengantar Kana semalam.

Kini Kana bukan lagi perempuan dengan rambut berantakan, kaos seadanya dan wajah kusut karena belajar semalaman. Sekarang Kana adalah wanita dewasa yang bisa menghandle segalanya, dari dulu hingga sekarang semuanya belum berubah, mereka masih dalam pengawasan Kana, Kana masih ikut campur dalam kehidupan mereka dan harusnya dari dulu Ten sadar kalau ia memang bisa mengandalkan Kana.

Masih jelas bayangan Kana yang menangis terduduk di hadapannya, menggengam tangannya kuat sembari menangis kencang, tubuhnya bergetar dan tak pernah habis gadis itu meminta maaf.

Maaf karena tidak mengetahui apa yang selama ini Ten alami.

dan Maaf karena Ten harus melewati ini sendirian.

Selalu ada rasa ingin merintihkan air mata setiap Ten mengingat kembali bagaimana Kana yang selalu menjanganya, menemaninya dan bahkan menjadi orang yang paling berani menerima keputusan dirinya berhenti sebagai dokter, cita-cita yang mereka ingin capai bersama.

Kejadian demi kejadian yang terjadi berurutan itu selalu membuat Ten ingin bangkit, rasanya Ten ingin bangun dari semua mimpi buruk ini. Namun rasanya tak pernah memungkinkan ketika masih ada bayangan seseorang yang selalu membayanginya, sampai sekarang Ten masih hidup di dalam traumanya, rasa bersalahnya, rasa penasarannya dan rasa penyesalannya.

"Are you okay?"

Ten mengerjap begitu Kana menghampirinya, perempuan itu membuka celemeknya. Mencuci tangannya dan merapihkan sedikit rambutnya, perempuan itu sudah selesai dengan rutinitas pagi pertamanya ; memastikan semua orang mendapatkan makanan yang layak dan cukup.

"Sarapan lo di meja, hari ini gue mau ke Cafe kalo sempet. Mau ada pegawai baru."

Mendengar kata Cafe sebenarnya masih asing ditelinga Ten, mengingat Cafe yang ia buka hanyalah alibi semata untuk memperlihatkan kepada kedua orang tuanya bahwa ia masih bisa hidup dengan baik sebagai pemilik Cafe ketika pekerjaan yang ia impikan setengah mati sebagai Dokter berhenti.

Ten mengangguk, "Gue mau anter Tania ke bandara." Ten punya jadwal hari ini, mengantar adiknya kembali ke Berlin untuk melanjutkan kuliah setelah libur panjangnya.

Kana & the boysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang