Lagi...

117 10 0
                                    

Pekerjaanku kali ini sedikit terganggu karena pikiranku bercabang kepada Yoongi yang tak bisa aku hubungi beberapa hari. Sedikit cemas, jika sewaktu aku tiba di rumah dia tidak ada disana. Entah mengapa pikiran ini selalu menganggu, membuatku semakin tidak sabar untuk cepat sampai rumah. Kulihat berkali-kali arloji yang hanya berubah setiap semenit saat aku berada dalam pesawat.

"Kenapa lo?" tanya Namjoon menatapku "Ngga apa-apa" jawabku singkat saat kulihat satu kali lagi arlojiku "Yailah Seok, bentar lagi juga sampai rumah. Udah kangen bat lo ya sama Yoongi?" ledeknya ditengah kekehan "Ngga gitu. Ah udah deh diem lo Joon"

Sengaja, dia akan membuat gurauan jika tak kuhentikan percakapan tak penting. Namjoon kembali membaca buku yang dia bawa, aku masih gelisah dengan menatap ke luar jendela. Pun akhirnya penantianku datang, pesawat mendarat dan aku segera berlari memesan taksi agar cepat sampai ke rumah.

Ku minta sopir mempercepat laju taksi. Jarak yang harus ditempuh selama dua puluh menit hanya sekitar lima belas menit. Setelah membayar argo aku segera berlari naik ke lantai tiga, menuju rumah. Ku lihat lampu menyala. Terburu aku membuka pintu. Sedikit lega Yoongi berada disana sedang memetik gitar di sofa depan televisi.

Yoongi berdiri, berjalan mengarah padaku. Dia langsung melumat bibirku dengan rakus, membuka semua pakaian yang aku kenakan. Dia seperti mencari sesuatu di saat ia memutar tubuhku.

Yoongi membawaku ke kamar, dia mendorong tubuh lelahku di atas kasur, matanya masih memperhatikan setiap detail leher dan dadaku. Sekon selanjutanya dia mulai merangsangku, memainkan puting dengan lidahnya, ciumannya ganas dan gigitan-gigitan membekas pada seluruh leher dan dadaku. Bekas gigitan-gigitan itu menjadi perih.

"Sa—sayang.. Kamu kenapasih?"

"Kenapa?" Yoongi menarik tubuhku untuk bangun, dihadapkan pada cermin meja rias. Kedua tanganku kujadikan tumpuan, dari belakang Yoongi merengkuh rahangku "Lihat! Lihat muka lo kalau lagi sange!" aku tidak mengerti "A-apa maksudnya?" tanyaku saat aku susah payah berbicara dengan mulut yang terapit "Lo kemarin ke luar kota sekamar sama Namjoon kan?!" semakin meremat pipiku "Lihat muka sange lo! Ngga mungkin Namjoon ngga minta ngewe!"

Kubalikan badan dengan sisa tenaga, aku menampar keras pipi Yoongi "Lo pikir gue segampang itu Yoon?" bentakku yang membuat Yoongi semakin mengeluarkan kemarahannya dengan menjambak rambutku hingga kepalaku mendongak "Bukan kali ini kan lo sekamar sama Namjoon? Ha?!" belum sempat ku jawab Yoongi sudah menamparku.

Aku mendorong tubuh Yoongi hingga dia terjatuh. Diambilnya bangku dari kayu, melempar pada cermin dengan sekuat tenaga, aku menunduk melindungi kepala dengan lenganku. Cermin pecah berantakan, pun bangku terbelah menjadi beberapa bagian.

Buuugh!

Punggungku seketika nyeri, Yoongi memukulku dengan kaki bangku. Tubuh lelahku tidak punya tenaga untuk membalas. Pinggangku tak luput dari tendangan kakinya berkali-kali. Yoongi menarik lenganku, aku berdiri dalam tangisku,

"Cengeng lo bangsat!" lagi, Yoongi mendorong tubuhku hingga membentur nakas samping kasur yang lampu di atasnya menjadi jatuh dan pecah. Aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit, amarahku membuncah, ku dorong tubuh Yoongi keluar dari kamar sekuat tenaga, sedikit demi sedikit ia terdorong dan saat dia sudah berada di luar kamar aku segera menutup pintu dan menguncinya.

Ku pungut pakaianku yang berantakan, badanku serasa remuk, tangisku pecah. Yoongi masih menggedor pintu dengan segala kalimat ancamannya. Aku tidak bisa jika harus berada di kamar ini. Setelah aku memakai semua pakaianku, kuambil ponsel dan dompet. Memberanikan diri membuka pintu kamar.

Yoongi langsung menarik rambutku "Lo pacar gue! Lo satu-satunya punya gue! Lo harus nurut sama gue" aku menendang pangkal paha Yoongi, dia mengaduh, ini kesempatanku melarikan diri.

Keluar dari apartement, berlari sekuat tenaga agar tak terkejar oleh Yoongi. Menghentikan taksi dan meminta sopir melaju cepat, berulang kali ponselku berdering, ada nama Yoongi disana. Ku acuhkan bahkan kumatikan daya nya.

Tidak terbesit dipikirku mau kemana aku hampir tengah malam selain rumah Namjoon, bukan aku mau memperkeruh masalah, namun dia satu-satunya teman yang ku tahu alamatnya.

Air mataku masih mengucur bahkan di depan pintu rumah Namjoon, kuketuk beberapa kali sebelum Namjoon mempersilakan aku masuk dengan segala pertanyaan yang tak aku jawab satupun. Namjoon menyodorkan segelas air putih yang kuminum cepat,

"Ganti baju lo pakai piyama ini" aku menuruti kata-kata Namjoon, aku sudah linglung hingga aku berganti pakaian di depannya "Seok! Lo habis diapain sih?!" Namjoon menumpu pada lututnya, mengusap bagian tubuhku yang lebam membiru "lo dipukulin sama Yoongi?" tanyanya saat dia masih mencari luka lebam dibagian tubuh mana lagi.

"Joon gue capek. Boleh ngga gue tidur aja?" kataku saat kubenarkan posisi baju dan mulai masuk ke dalam selimut. Badanku remuk, sakit sekali, tapi aku tidak ingin Namjoon tahu perbuatan Yoongi. Entah mengapa aku tidak siap dengan semua pertanyaan dan pasti nasihat-nasihat dari Namjoon. Aku hanya lelah dan berusaha menjernihkan pikiran dengan tidur.

ENERVATE - Bagian 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang