part 2

14K 849 10
                                    

 “Kamu ingat? seminggu yang lalu, pas kamu jalan sama Beni, ketemu saya?” tanya Rendra pelan. Matanya lurus memandang Vira.
Vira mengangguk. Tentu saja dia ingat, baru juga minggu lalu.
Rendra kembali menarik nafas panjangnya, bersiap-siap memberitahukan kebenaran yang mungkin akan membuat gadis didepannya ini syok.
“Waktu itu saya lagi makan siang sama Seno. Dia bilang dia nggak asing melihat wajah Beni. Terus kemarin, dia baru memastikan kalau Beni yang dia lihat bareng sama kamu itu juga adalah Beni yang dia kenal. saya juga melihatnya di acara pernikahan Seno semalam,” Rendra mengatakan dengan sangat hati-hati.
Vira mengernyitkan keningnya.
“Terus?”tanya Vira mulai merasa bahwa Rendra belum masuk ke inti pembicaraannya.
“Beni itu, sudah beristri, Vir,”dalam satu tarikan nafas, akhirnya Rendra berhasil juga mengatakannya, sementara Vira hanya bisa melotot. Mulutnya yang penuh keripik berhenti mengunyah, dengan cepat ia mengunyah dan menelan makanan dari mulutnya
“Hah? Yang bener? Jangan bercanda ah!”
“Ya seriuslah! Ngapain bohong? Emang selama ini saya pernah bohong?” kata Rendra mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.
“Tapi yang ngenalin itu Mama lho Ren, Mama! masa Mama tega sih?”kata Vira masih tak percaya.
“Mungkin Tante nggak tau kali, coba Tanya dulu!”
Vira masih syok, tidak percaya, pasti. Mama Cuma bilang kalau ada teman arisannya yang pengin mencari menantu, dasar kalap, Mama langsung nyodorin Vira. Tapi, masa sih Mama segitu nggak taunya kalau Beni itu sudah punya istri? tapi Rendra juga pasti nggak bohong. Anak ini meskipun sedikit rese, tapi nggak pernah ada riwayat bohong. Apalagi katanya dia dapat informasi dari Seno, temannya yang katanya paling alim itu. Pikir Vira.
“Seno kok tau?”tanya Vira lagi.
“Iya, jadi istrinya Beni itu tetangganya Seno, menurut keterangan emaknya Seno sih, pernikahan Beni dan istrinya itu ditentang sama orangtuanya Beni, apalagi selama 2 tahun ini mereka belum dikaruniai anak, ada kemungkinan Emaknya Beni ingin menikahkan Beni dengan orang lain,” jawab Rendra yang masih dengan santainya ngemil, nggak tau situasi kalau orang yang tengah diberi informasinya itu sedang syok berat.
Fikiran Vira melayang, Haah jadi istri kedua? Poligami gitu? Dih ogah! Batinnya. Hal pertama yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengkonfirmasi dulu ke Mamanya, tapi berhubung Mama Vira lagi kondangan, mau tak mau Vira harus sabar menunggunya.
“Vir… nggak papa kan?” Tanya Rendra dengan wajah polos.
“Jelas apa apa dong!” sergah Vira kesal. Enak aja nggak apa-apa! Batin Vira kesal
Rendra hanya diam langsung mengalihkan pandangannya lagi ke TV. Dia tak tahu bagaimana mengatasi orang patah hati. Sesekali matanya melirik Vira yang terlihat kesal, tangannya masih aktif memasukkan keripik ke dalam mulutnya.
Vira melirik Rendra kesal, dasar nggak peka! Temen lagi susah malah ngemil! Batin Vira kesal, ia merebut keripik dari tangan Rendra, kemudian menikmatinya sendiri. Rendra sendiri tetap berusaha mendapatkan kripik itu, tapi buru-buru Vira merebutnya, kalau lagi kesel, hanya makanan yang dibutuhkan Vira. Akhirnya Rendra hanya pasrah dengan tampang mupeng terhadap kripik itu.
Tahu gitu ngasih tahunya ntar aja kalo kripiknya abis! Batin Rendra tetap memperhatikan Vira yang masih terlihat kesal.
***
3 hari kemudian…
Rendra Langsung menghidupkan televisi didepannya sambil rebahan di sofa, baru saja dia menerima telpon dari Vira. Vira bilang kalau informasi yang diberikan Rendra tempo hari itu memang benar, dia dan mamanya sendiri yang langsung konfirmasi ke keluarga Beni, dan Beni mengakuinya. Mama Vira marah besar, terutama sama Mama beni yang ternyata berbohong. Dengan nada penuh kekesalan Vira menceritakan semuanya pada Rendra via telepon. Rendra hanya ber-ooh dan mengiyakan kata-kata Vira. Ia juga tak tahu harus bagaimana.
“Siapa yang nggak jadi nikah, Ren?” Tanya Mama Rendra lalu duduk disebelah Rendra, sepertinya Mamanya tadi sempat mendengar pembicaraan Rendra ditelpon.
“Oh…Vira, Ma, kasian, ternyata orang yang mau dicalonkan itu udah punya istri.” kata Rendra datar matanya lurus menghadap layar kaca.
“Ya Alloh…kok bisa Ren? terus Viranya gimana?”
“Ya nggak gimana gimana,” jawab Rendra tak pasti juga.
“Berarti sekarang Vira single? Kamu juga kan? Kenapa kalian nggak pacaran aja? Atau, mau sekalian nikah, biar nggak ketuaan,” kata sang Mama yang sukses membuat mata Rendra melotot.
“Idih Mama ngomong apaan sih? Rendra kan Cuma temenan sama Vira, dari kecil lagi.”
“Lho, justru itu! Kan malah lebih enak, udah tau luar dalemnya kayak gimana? Vira baik kan? Cantik! Keluarga kita juga saling kenal, malah nggak usah repot-repot penjajakan, langsung nikah aja! Terus bikinin cucu buat Mama.” kata sang mama ngasal. Hadooh korban sinetron nih pikir Rendra
Rendra hanya menggeleng nggak percaya.
***
“Kita nikah aja yuk…”kali ini kata-kata itu meluncur dari mulut Rendra, setelah hampir 1 bulan yang lalu, kata-kata itu muncul dari mulut Vira.
Vira hanya melongo tak percaya. Mulutnya kembali mengatup dan meletakkan potongan semangka di piringnya lagi.
“Kamu sakit?” Tanya Vira kemudian. Rendra menatapnya sebal.
“Aku sehat, sehat wal afiat! Mana ada orang sakit ngelamar?” sungut Rendra
Vira menatap Rendra dengan tatapan menyelidik. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di otak manusia didepannya itu.
“Kenapa reaksimu seperti itu? Perasaan dulu saya nggak kayak gitu, pas kamu ngajak saya nikah?!” sergah Rendra merasa tak nyaman dengan tatapan Vira.
Mendengar pernyataan Rendra baru saja justru membuat Vira berpikiran lain. Rendra sedang membalasnya.
“Oh…jadi mau balas permintaanku yang dulu?”kata Vira manggut-manggut, lalu menyuapkan sepotong semangka lagi kedalam mulutnya, dilanjutkan dengan memasukkan makanan-makanan lain yang sudah disiapkan sendiri untuk menemaninya membaca novel di belakang rumahnya. Tapi si kunyuk Rendra datang lagi, merecokinya, setelah dia berhasil lepas dari Fajar yang baru saja keluar bersama komplotannya sesama pecinta vespa.
“Lho? kok nggak dijawab? Lama banget mikirnya?” kata Rendra mulai gemas dengan tingkah Vira yang malah asyik makan sambil membaca novelnya lagi.
“lho? Apa? Hah? Oh…eh…yang tadi itu serius?” Tanya Vira dengan tampang polos.
Rendra menepuk jidatnya sendiri.
“Ya Alloh….berapa usiamu? Masih lemot aja! Ya iya saya serius!”
Vira malah tertawa, “ Saya pikir bercanda, Cuma mau bales kata-kataku dulu!hehehe,”
Rendra hanya mencibir.
“Kenapa,  Ndra? Padahal saya udah berubah pikiran lho, kalau dipikir-pikir kita ini kan udah temenan dari kecil, rasanya aneh aja! Dan lagi pula kita nggak saling cinta kan?” kata Vira kali ini terlihat serius, ia menutup novelnya dan meletakannya di meja.
“Tapi seenggaknya kita saling menyayangi sebagai teman kan? Dan sebagai teman, kamu nggak akan menyakiti saya kan?” kata Rendra lemah, matanya menatap pohon mangga yang memang ditanam dibelakang rumah Vira.
Vira mengerutkan keningnya. Kenapa nih anak jadi melankolis begini? Menyakiti? Apa dia masih teringat dengan Ravina. Satu-satunya gadis yang berhasil menyakitinya? pikir Vira
“Sebenarnya ada apa sih, Ndra?”Tanya Vira lagi.
“Simbiosis mutualisme! saya pikir pernikahan ini akan menguntungkan kita!” kata Rendra lagi, kali ini menatap Vira yang seolah berkata ‘ menguntungkan bagaimana?’
“…seperti yang kamu bilang, usia kita ini sudah cukup rr…lumayan tua untuk menikah, yah..eh nggak tua tua amat sih…yah…dewasa lah!sementara orangtuamu dan belakangan juga orangtuaku mulai menuntut sebuah pernikahan. Daripada kamu dijodoh-jodohkan nggak jelas atau Daripada kita harus cari orang lain? Belom pedekatenya, belom pacarannya yang pasti nggak cukup sebulan dua bulan, bisa bisa udah bangkotan kita baru nikah!”
Vira menyimak kata-kata Rendra,ada benernya juga sih….Vira nggak mau sembarangan nikah,enak aja, jangan jangan ntar malah KDRT! Setidaknya Rendra orang baik kan??
“Lagipula kita kan udah kenal lama, udah tahu plus minusnya, yah paling tidak kita saling menyayangi sebagai sahabat kan?” lanjut Rendra lagi. ia semedi cukup lama untuk memikirkan keuntungan-keuntungan yang ia dapatkan kalo nikah sama Vira.
Vira mengangguk membenarkan.
“Tapi bukan kayak nikah kontrak gitu kan? Haram lho….” Kata Vira lagi.
“Ya enggaklah! enak aja! emang nikah itu rumah bisa dikontrakin? lagipula tujuan kita baik kan? Kata Seno, nikah itu menyempurnakan separo agama, Selain itu juga untuk menentramkan jiwa seseorang, setidaknya kita saling nyaman satu sama lain kan? Yah tetap saja kita akan seperti sahabat, hanya status kita saja yang berbeda,” kata Rendra lagi meyakinkan.Vira lagi-lagi membenarkan
“Oke! Apa kita pacaran dulu aja?” pinta Vira.
“Apa gunanya pacaran? Nambah nambahin dosa aja!Toh kita udah kenal lama…”
“Hehe iya ya, tumben kamu islami gitu, ketularan Seno ya? Hehe”
“Mau nggak?”
“Oke!” kata Vira kembali menyambar novelnya. Rendra lebih memilih menikmati buah-buahan yang tinggal separo setelah dilahap Vira dari tadi.
TBC
***

9 END 2 OUTS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang