Di awal tahun ajaran baru Akademi WGAVerse, dua guru magang berdiri di pinggir lapangan menyaksikan upacara pembukaan yang sedang berlangsung.
“Kalau tidak sanggup, kau bisa mengatakannya.”
Quiet terdiam. Lalu pemuda itu terkekeh. ”Hanya dua gadis.”
Guru berambut panjang melirik pemuda yang berdiri tegak dengan payung di sampingnya. “Bahasa kasarnya, mereka itu bodoh, lho. Mereka tidak bisa menguasai sihir dasar meski sudah dilatih berkali-kali.”
“Tugas pembimbing kan memang untuk membimbing.”
“Sangat percaya diri.”
Quiet memutar tangkai payungnya, sedikit mengintip matahari yang bersinar terik di langit. Mata birunya memantulkan cahaya, rambut hitam pendeknya sedikit diterpa angin. Dia sedikit mengelus tindik di telinga kirinya. “Sama seperti diriku yang kebingungan dulu, mereka pasti akan menemukan jalannya sendiri.”
“Aku lupa, siapa nama dua murid khususmu itu?”
***
Setelah upacara pembukaan selesai, semua murid tahun ajaran baru memasuki kelas yang sudah ditentukan oleh dewan guru. Beberapa murid saling berkenalan dan mulai membicarakan topik masing-masing. Sedangkan dua gadis kembar di sudut ruangan tampak tidak ingin menambah satu orang teman pun. Ah, tidak, itu hanya berlaku bagi salah satunya saja–Rin. Akami dengan sikap hebohnya pasti sangat menginginkan banyak teman untuk menciptakan kekacauan.Gadis itu sudah sibuk menoleh ke sana kemari, tetapi kemudian terdiam ketika pemuda yang berdiri di depan kelas mulai memperhatikannya. "Kak, itu murid baru juga ya?" tanyanya.
Rin mengikuti arah pandangan sang adik. Dia menjawab, "Entahlah."
Saat itulah kepala sekolah mendekati meja mereka. "Untuk Rin dan Akami, ini Quiet, guru pembimbing kalian. Jaga sikap juga jaga bahasa.”
Keduanya melempar tatapan tidak percaya. Guru mereka ini terlihat sangat muda, apakah benar-benar bisa mengajar?
Quiet yang memahami ekspresi aneh itu menghela napas tak berdaya. “Aku tidak akan mengajari apa pun. Kalian yang akan belajar sendiri.”
***
Sekolah sihir WGAVerse sudah terkenal dengan para alumninya yang menjadi mahoutsukai. Rin dan Akami pun memiliki ambisi yang sama demi membawa nama baik keluarga Nishimura, walaupun jalan yang mereka ambil berbeda. Rin berambisi dalam diam, dirinya pandai. Sedangkan Akami selalu membuat onar. Walaupun begitu, Rin selalu menjaganya. Tak jarang bila banyak orang tidak percaya jika mereka kembar, karena sikap dan penampilan mereka jauh berbeda. Meski sama-sama berwarna hitam, rambut Akami ikal sementara rambut Rin lurus dan panjang.Di tengah jam pelajaran, Akami yang berada di dekat jendela mengibaskan tangannya berharap bisa menciptakan Blow untuk menyapu kelas.
"Wusshhh!"
Tanpa dia sadari, suaranya itu membuat teman-temannya yang sedang membaca buku teori sihir merasa terganggu.
"Akami, bisa diam tidak?" tegur Rin dengan nada sedikit tinggi.
Akami cuek dengan teguran kakaknya, dia masih fokus melatih sihirnya yang tidak pernah muncul. "Huff ..., sebenarnya sihir yang diriku kuasai itu apa?" Dia bergumam.
Setelah pertanyaan itu keluar dari mulut Akami, Quiet datang menghampirinya. "Coba pegang ini."
Guru muda itu memberikan sehelai daun kering kepada Akami untuk mengetes sihir apa yang dia punya. Namun, semua itu sia-sia. Seberapa kuat Akami mencoba, dirinya tidak bisa menunjukkan apa pun.
"Buang-buang waktu demi sehelai daun kering," ucapnya membuang daun itu.
Akan tetapi, Rin mengambil daun itu lalu meletakkannya di telapak tangan. Tanpa sengaja, kilauan serbuk putih terlihat samar-samar.
Quiet yang mengira bahwa Rin bisa mengendalikan elemen air mengangguk dan beranjak pergi. "Tingkatkan keahlianmu."
***
Di suatu waktu ketika mereka sedang berada di lapangan, Akami hampir saja terkena tendangan bola. Namun, untungnya Rin sempat mengeluarkan samurai sebagai alat bantu sihirnya. Fire Blast tak sengaja Rin keluarkan untuk menyelamatkan sang adik, yang sekaligus membakar bola yang menuju ke arah mereka. Quiet yang melihat dari kejauhan akhirnya sadar jika Rin yang pendiam malah memiliki elemen api. Padahal biasanya elemen sihir berkaitan dengan sifat orang itu."Kak ...."
Rin kaget. Dia akhirnya bisa mengeluarkan sihir. Selama ini dirinya menanti-nanti hal ini. Dia pun sadar jikalau kekuatan sihirnya bisa keluar karena WGAVerse High School adalah medan penguat sihir yang mampu membangkitkan kekuatan sihir seseorang. Meskipun begitu, dia masih dibendung rasa tak percaya bahwa ia memiliki sihir yang kuat.
Akami yang melihat raut wajah tak enak dari Rin pun mencoba untuk membuat kakaknya tersenyum. "Kak, tadi itu sangat hebat! Aku sangat menginginkan senjata itu untuk membantai lawan!"
Rin menatapnya. "Jangankan membantai, sihir pun tidak punya."
"Rin! Biar pun petakilan–"
"Akami paling depan, itu sloganmu bukan?" potong Rin.
Akami berdecak sebal, tidak percaya jikalau kakaknya bisa memotong slogannya.
***
Beberapa hari berlalu, Akami masih tidak memiliki perkembangan, dirinya belum bisa menunjukkan apa sihirnya. Quiet yang sedang merenung di ruangannya pun teringat kalau sepertinya Akami tertarik dengan sihir udara. Quiet berpikir untuk melakukan tes lagi. Dia pun membawa tongkat cadangannya dan menyuruh Akami untuk menemuinya di lapangan yang kosong."Ada apa lagi sih, Pak? Nggak capek ngajarin Akami terus?" tanya Akami yang tampak frustrasi.
Quiet menatapnya seraya berkata, "Coba buat tornado dengan tongkat itu."
Akami mengerutkan kening. "Tornado?"
"Coba saja," ucap Rin mendukung.
"Bim salabim, tornado," ucap Akami sesdikit asal-asalan. Dan, tidak ada tornado yang keluar. Lagi-lagi Akami mengempaskan tongkat itu, membiarkannya jatuh ke tanah.
"Baiklah, saya menyerah."
Perkataan itu membuat Akami yang akan pergi mengurungkan langkahnya.
Saat dia perlahan menoleh ke arah sang guru, tanpa ragu Quiet menembakkan Wind Arrow dengan payung yang sudah dia tutup. Akami refleks mengangkat tangannya, menahan serangan itu menggunakan Mass Freeze, membekukan objek selama beberapa saat. Sebelum panah itu mengenai Akami, Rin langsung mengibaskan samurainya."Air ...." Quiet tersenyum miring, kembali membuka payung kesayangannya.
Akami tersenyum begitu juga dengan Rin. Kini sihir terpendam itu menunjukkan jati diri mereka masing-masing. Kedua bersaudara itu berpelukan dengan riang.
“Jangan lupa, ini hanyalah langkah pertama kalian di WGAVerse ini,” ucap Quiet, kemudian berjalan pergi meninggalkan dua muridnya yang berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahoutsukai
FantasyJournal Of WGAVerse Tiga ahli sihir dari WGAVerse High School